Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

MEMULIAKAN TAMU

Menerima, melayani dan menghormati tamu adalah satu ajaran , yang di anjurkan oleh agama Islam, menurut ketentuan syari'ah, melayani dan menghormati damu selama tiga hari hukumnya wajib, kalau Iebih dari itu termasuk sebagai sedekah yang sangat di anjurkan. Pada umumnya, sikap dan keramah tamahan menghormati tamu-tamu itu adalah akhlaq yang baik yang di contohkan oleh Rasulullah dari zaman ke zaman. Dalam AI-Qur'an di kisahkan tentang tamu yang di terima oIeh Nabi Ibrahim As yang di anjurkan oleh Allah supaya Nabi Muhammad dan urnmatnya mengikuti jejak tersebut.

 Tatkala tamu-tamu Nabi Ibrahim itu masuk ke tempat tinggal beliau, mereka mengucapkan salam, yang di sambut oleh beliau dengan ucapan salam pula, akan tetapi Nabi lbrahim agak keheran-heranan, sebab beIiau tidak kenal akan tamu ltu, walaupun demikian, beliau merasa wajib melayani dan menghormati tamu-tamu itu, dengan diam-diam Ibrahim keluar menemui keluarganya untuk memberitahukan kedatangan tamu itu sambil meminta supaya di sediakan makanan berupa bakaran daging.

Setelah makanan siap, maka Nabi Ibrahim mempersilahkan tamunya itu untuk mencicipi yang sudah tersedia. Tapi, alangkah herannya beliau dan bercampur dengan perasaan takut, sebab tamu-tamu tersebut dengan cara yang sopan, menolak hidangan itu dan menyatakan bahwa mereka tidak mau makan. Jangan takut, seru tamu-tamu itu kepada Nabi lbrahim. Kami datang membawa kabar gembira untuk anda sekeIuarga, bahwa istri anda Saroh akan rnendapat karunia dengan kelahiran seorang putra. Ketika gembira yang di sampaikan oleh tamu itu kemudian menjadi satu kenyataan, dengan Iahirnya seorang putra Ibrahim dengan Saroh, walaupun pada waktu itu usianya sudah lanjut. Anak yang Iahir itu, kemudian di berinya nama " lshaq" Tamu yang datang itu adalah para malaikat yanq sengaja, di utus Tuhan kepada Nabi Ibrahim As, yang datang menyamar dalam bentuk manusia. (periksa Az-Zariyat Ayat 24-30). Selanjutnya utusan tersebut menyampaikan kepada Nabi Ibrahim As, bahwa orang-orang yang berdosa, yang melampaui batas yang ingkar dan yang seumpamanya akan di timpakan benacana oleh Allah, sedang urang-ovang yang beriman akan mendapat kebebasan dan kelapangan.

Apakah kesan yang dapat di tarik dari kisah tersebut ? Nabi Ibrahim As sudah menunjukkan contoh bagaimana seharusnya meIayani dan menghormati tamu, walaupun sebelumnya beliau sendiri tidak kenal tamu tersebut. Dalam riwayat kehidupan Nabi Muhammad Saw tidak puIa sedikit contoh-contoh yang menunjukkan, bahwa beliau sangat menghormati tamu, rumah beliau selalu terbuka rnenerima semua orang.

Pada suatu malam, Nabi Muhammad menerima tamu yang perlu di layani, beliau menanyakan kepada istrinya, apakah ada persediaan makanan untuk tamu-tamu yang datang itu. lstri beliau menjawab, kebetulan yang ada hanyalah air saja! ‘Akhirnya, beliau menawarkan kepada para sahabat, siapa kah yang bersedia menerima tamu Rasulullah itu pada malam tersebut. Seorang sahabat Anshar menyatakan kesediaannya dan dia berangkat dengan membawa tamu Rasulullah itu ke rumahnya, setelah sampai di rumahnya sahabat itu berkata kepada istrinya, “Adakah persediaan makanan kita malam ini untuk tamu-tamu Rasulullah? Tanya sahabat Anshar itu kepaada istrinya, yang ada hanya persediaan untuk makanan anak kita saja, kata istrinya. Kalau begitu, usahakan segera menidurkan anak kita, kalau sudah tidur, baru hidangkan makanan yang di sediakan untuknya buat tamu Rasulullah ini. Piring berisi makanan itu letakkan di hadapan tamu, dan satu lagi piring yang kosong, letakkan di depan tempat duduk saya. Kemudian padamkan lampu, katakan karena kehabisan minyak. Dalam keadaan dan suasana gelap-gelap itu kami makan, sehingga dia tidak melihat bahwa, piring yang di hadapan saya itu kosong. 


Demikianlah keterbukaan dan ketulusan hati Nabi Saw dan sahabatnya dalam rnelayani dan menghormati tamu. Menerirna dan menghormati tamu-tamu itu tidaklah boleh memandang keadaan tamu itu sendiri, tapi kebanyakan dalam , masyarakat sekarang ini, kalau tamu yang datang itu orang-orang yang terhormat, jutawan,penguasa dan yang seumpamanya, di layani secara terhormat, di sernbelihkan ayam, pendeknya, cukup horrnat, tapi kalau tamu itu orang biasa, di layaninya secara semaunya sendiri, hanya sekedar di hidangi roti dan teh tawar saja, seolah-olah hanya terpaksa, tidak timbul dari kesadaran hati nurani, tapi kalau orang kaya atau penguasa, berhutangpun ia mau melayaninya. 

Dari uraian-uraian di atas, jelaslah bahwa iman itu membuahkan akhlaq atau budi pekerti yang mulia, yang menjadi mustika dalarn kehidupan manusia. Dan Iebih jauh Iagi oieh Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang iman ini, bahwa menurut dia, iman itu ada tiga macam derajat. 

Pertama, iman yang di dasarkan kepada pengetahuan karena di sampaikan atau di ajarkan oleh seorang ahli dan guru. Keimannan itu belum berbekas kedalam kehidupannya sehari-hari. 

Kedua, yang sudah di iringi dengan hati dan amal-amal kebajikan, sebab sudah mulai dapat rnerasakan bekas dan pengaruruh imam dalam kehidupan. 

Ketiga, telah dapat menghayati iman itu, bahkan merasakan kelezatannya, sebagaimana seseorang yang sedang lapar menikmati kelezatan makanan yang enak dengan di berinya bumbu-bumbu masakan yang lengkap, segar, gurih dan Iain-lain sebagainya. Mengenai kelezatan dan kemanisan itu, di uraikan oleh Rasulullah dalam satu hadits yang bersurnber clari Anas Ra sebagai berikut : "Barang siapa yang terdapat padanya tiga perkara, maka dia akan merasakan kemanisan iman, yang tiga perkara itu adalah :

1. Mencintai Allah dan Rasulnya, melebihi cintanya dari yang lain;
2. Mencintai manusia lantaran (berdasarkan) cinta kepada Allah semata-mata;
3. Benci untuk kembali kepada kekufuran dan ingkar, laksana seseorang yang benci kalau di lernparkan kedalam api." (H.R. Bukhary dan Muslim).

Dari Hadils tersebut diatas dapat difaham, bahwa kecintaan kepada Allah memupuk kemantapan iman seorang musIim, semakin dalam cintanya kepada Allah, maka semakin kuat pula imannya, yang rneniadi unsur penentu dalam rnenciptakan stabilitas, kemapanan, kenikmatan dan ketenangan dalam kehidupan. Dalam kltab suci Al-Qur’an di temukan banyak ayat Ayat-ayat yang menghubungkan antara iman itu dengan cinta kepada Allah, di antaranya di sebutkan : "ALLADZIINA AAMANUU ASYADU HUBBAN LILLAAHI." Artinya : "Orang-orang yang beriman itu sangat cintanya kepada Allah." (Q.S. Al-Baqarah Ayat 165).

Posting Komentar untuk "MEMULIAKAN TAMU"