Sejarah Pasir Pangaraian
Pada kurang lebih di tahun 1901, kota Pasir Pangaraian sudah mulai di kenal masyarakat umum, Pasir Pangaraian adalah ibu kota Kecamatan Rambah yang sekaligus ibu kota Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.
Pada tahun 1899 terjadi bencana alam yang besar di Negeri Rambah, yaitu kelaparan dan wabah penyakit, sehingga masyarakat di sekitar pemukiman itu banyak yang meninggal dan juga sakit-sakitan.
Dahulu orang di daerah ini hidup dari cara berladang yang berpindah-pindah dan dari Rambah membawa keluarga mereka dengan bekal sedikit untuk mengelilingi Sungai Rokan Kanan atau yang lebih di kenal dalam masyarakat di sebut dengan nama "Sungai Batang Lubuh."
Sungai ini dahulu adalah sebagai urat nadi bagi perekonomian masyarakat di Negeri Rambah, yang di gunakan sebagai sarana transportasi sebelum di bukanya akses jalur darat, karena di Sungai Batang Lubuh ini banyak mengandung emas, yang hanyut terbawa dari hulu sungai yang bercampur dengan pasir maupun yang di bawa langsung oleh arus sungai yang deras, menurut cerita masyarakat yang tinggal di tepian Sungai Batang Lubuh, selama puluhan tahun mengatakan bahwa sekitar akhir tahun 1970 sampai awal tahun 1980-an, sebagian masyarakat masih ada yang menambang emas secara tradisional di sungai ini.
Adapun alat yang di gunakan adalah semacam saringan yang berlubang kecil yang berguna untuk memisahkan antara pasir dan partikel emas yang terbilang kecil, dalam bahasa melayu Rambah di sebut "ayakan", adapun teknik yang di gunakan adalah di sebut dengan "di kirai" dan lambat laun daerah pinggiran Sungai Batang Lubuh tersebut di sebut dengan nama suatu tempat "Pengiraian emas".
Lalu semakin berkembang dan akhirnya daerah tersebut menjadi "Pasir Pangaraian" (di kukuhkan nama ini setelah di mekarkannya Kabupaten Kampar menjadi Kabupaten Rokan Hulu Tahun 1999).
Demikianlah asal mula nama "Pasir Pangaraian" ini yang merupakan ibukota Kecamatan Rambah Sekaligus juga sebagai Ibukota Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.
Pada tahun 1899 terjadi bencana alam yang besar di Negeri Rambah, yaitu kelaparan dan wabah penyakit, sehingga masyarakat di sekitar pemukiman itu banyak yang meninggal dan juga sakit-sakitan.
Dahulu orang di daerah ini hidup dari cara berladang yang berpindah-pindah dan dari Rambah membawa keluarga mereka dengan bekal sedikit untuk mengelilingi Sungai Rokan Kanan atau yang lebih di kenal dalam masyarakat di sebut dengan nama "Sungai Batang Lubuh."
Sungai ini dahulu adalah sebagai urat nadi bagi perekonomian masyarakat di Negeri Rambah, yang di gunakan sebagai sarana transportasi sebelum di bukanya akses jalur darat, karena di Sungai Batang Lubuh ini banyak mengandung emas, yang hanyut terbawa dari hulu sungai yang bercampur dengan pasir maupun yang di bawa langsung oleh arus sungai yang deras, menurut cerita masyarakat yang tinggal di tepian Sungai Batang Lubuh, selama puluhan tahun mengatakan bahwa sekitar akhir tahun 1970 sampai awal tahun 1980-an, sebagian masyarakat masih ada yang menambang emas secara tradisional di sungai ini.
Adapun alat yang di gunakan adalah semacam saringan yang berlubang kecil yang berguna untuk memisahkan antara pasir dan partikel emas yang terbilang kecil, dalam bahasa melayu Rambah di sebut "ayakan", adapun teknik yang di gunakan adalah di sebut dengan "di kirai" dan lambat laun daerah pinggiran Sungai Batang Lubuh tersebut di sebut dengan nama suatu tempat "Pengiraian emas".
Lalu semakin berkembang dan akhirnya daerah tersebut menjadi "Pasir Pangaraian" (di kukuhkan nama ini setelah di mekarkannya Kabupaten Kampar menjadi Kabupaten Rokan Hulu Tahun 1999).
Demikianlah asal mula nama "Pasir Pangaraian" ini yang merupakan ibukota Kecamatan Rambah Sekaligus juga sebagai Ibukota Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau.
Posting Komentar untuk "Sejarah Pasir Pangaraian"
Terimakasih atas kunjungan anda...