Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Pengertian Syukur

Syukur ada tiga derajat, yaitu :
1. Mensyukuri hal-hal di sukai
Ini merupakan syukur yang bisa di lakukan orang-orang Muslim, Yahudi, Nasrani dan Majusi, di antara keluasan rahmat Allah, bahwa yang demikian ini di anggap syukur, menjanjikan tambahan dan memberikan pahala.


Jika kita mengetahui hakikat syukur dan bagian hakikatnya adalah
menggunakan nikmat Allah sebagai penolong untuk taat dan mendapatkan ridha-Nya, berarti engkau telah mengetahui kekhusus-an pemeluk Islam sesuai dengan derajat ini dan bahwa hakikat mensyukuri apa-apa yang di sukai ini sebenarnya bukan milik selain orang-orang Muslim.

Memang di antara rukun dan bagian-bagiannya ada yang menjadi bagian selain orang-orang Muslim, seperti pengakuan terhadap nikmat itu dan pujian terhadap Pemberi nikmat, karena semua makhluk berada dalam nikmat Allah.

Siapa pun yang menyatakan Allah sebagai Rabb, satu-satunya pencipta dan yang memberi karunia, maka dia akan mendapat tambahan nikmat-Nya, tetapi permasalahannya terletak pada kesempurnaan hakikat syukur, yaitu meminta nikmat itu untuk mendapatkan ridha-Nya. Aisyah Radhiyallahu Anha pernah menulis surat kepada Mu'awiyah, yang di antara isinya, "Minimal kewajiban yang di berikan orang yang diberi nikmat terhadap yang memberi nikmat adalah janganlah menjadikan nikmat yang di berikan itu sebagai sarana untuk mendurhakai-Nya."

2. Syukur karena mendapatkan sesuatu yang di benci

Ini bisa di lakukan orang yang tidak terpengaruh oleh berbagai keadaan, dengan tetap memperlihatkan keridhaan atau di lakukan orang yang bisa membedakan berbagai macam keadaan, dengan menahan amarah, tidak mengeluh, memperhatikan adab dan mengikuti jalan ilmu.

Orang yang bersyukur macam inilah yang pertama kali di panggil masuk syurga, syukur justru pada saat mendapatkan sesuatu yang di benci lebih berat dan lebih sulit daripada syukur pada saat mendapat sesuatu yang di sukai, maka dari itu derajat ini lebih tinggi tingkatannya, yang tidak bisa di lakukan kecuali salah satu dari dua orang :

Pertama, seseorang yang tidak membedakan berbagai macam keadaan, dia tidak peduli apakah sesuatu yang di hadapinya itu di sukai atau di benci, dia tetap bersyukur atas keadaannya, dengan menampakkan keridhaan atas apa yang di hadapinya.

Kedua, orang yang bisa membedakan berbagai macam keadaan, pada dasarnya dia tidak menyukai sesuatu yang di benci dan tidak ridha jika hal itu menimpanya, tapi kalau pun benar-benar menimpanya, toh dia tetap bersyukur kepada Allah.

Cara syukur-nya adalah dengan menahan amarah, tidak berkeluh kesah, memperhatikan adab dan ilmu, sebab ilmu dan adab menyuruh syukur kepada Allah, baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan senang maupun susah.

Orang yang bersyukur dengan cara ini merupakan orang yang pertama kali di panggil masuk syurga, karena dia menghadapi sesuatu yang di benci dengan syukur, sementara kebanyakan orang menghadapinya dengan kegelisahan dan amarah, ada yang menghadapinya dengan sabar dan ada yang menghadapinya dengan ridha, sedangkan syukur merupakan tingkatan yang lebih tinggi dari ridha dalam menghadapi sesuatu yang di benci.

3. Hamba tidak mempersaksikan kecuali Pemberi nikmat
Jika dia mem-persaksikan-Nya karena ubudiyah, maka dia menganggap nikmat dari-Nya itu amat agung, jika dia mempersaksikan-Nya karena cinta, maka kesusahan terasa manis, jika dia mempersaksikan-Nya karena peng-esa-an, maka dia tidak mempersaksikan apa yang datang dari-Nya sebagai nikmat atau kesusahan.

Orang-orang yang ada dalam derajat ini adalah :
Orang yang memiliki kesaksian ubudiyah, orang yang memiliki kesaksian cinta dan orang yang memiliki kesaksian pengesaan, kesaksian ubudiyah artinya kesaksian hamba terhadap tuannya yang memiliki kekuasaan terhadap dirinya, pada hamba atau budak jika berada di hadapan tuannya, maka mereka lupa kemulian diri sendiri, memperhatikan dengan seksama ke arah tuannya, lupa memperhatikan keadaan diri sendiri, keadaan seperti ini banyak di lihat dalam pertemuan di hadapan raja umpamanya.

Orang yang memiliki kesaksian semacam ini, apabila mendapat nikmat dari tuannya, maka dia menganggap dirinya terlalu kerdil untuk menerimanya, namun hatinya tetap di penuhi dengan rasa cinta kepada tuannya.

Kesaksian cinta juga tak berbeda jauh keadaannya dengan kesaksian ubudiyah, hanya saja orang yang memiliki kesaksian ini merasakan yang berat menjadi ringan, yang pahit terasa manis, sedangkan kesaksian peng-esa-an tidak terpengaruh oleh rupa, tidak mempersaksikan nikmat dan tidak pula cobaan.

Posting Komentar untuk "Pengertian Syukur"