Bagaimana Cara Kita Bermuhasabah?
Ingatlah bahwa muhasabah itu setiap hari dan bukan setahun satu kali, semakin sering bermuhasabah, maka akan semakin baik.
Jika seseorang jarang bermuhasabah maka dia akan sulit untuk menangis tatkala shalat, tatkala bersendirian dengan Allah, karena jarang bermuhasabah, seseorang tidak bisa khusyu’ dalam shalatnya karena tidak mengetahui berapa banyak dosa yang telah dia lakukan dan lupa bahwa bisa saja ruh dicabut secara tiba-tiba, oleh karenanya perlu untuk menyisihkan waktu untuk bermuhasabah.
Dikatakan bahwasanya jiwa itu seperti teman dagang yang pengkhianat, sehingga kalau seseorang tidak hitung dengan detail, maka dia akan membawa pergi hartanya. Maksudnya adalah tatkala seseorang menghisab dirinya, hisablah secara detail. Karena jika seseorang tidak menghisab diri secara detail, maka bisa jadi dia akan dibawa kepada neraka jahannam.
Detail maksudnya adalah ingatlah dengan baik-baik apakah benar diri kita tidak menzalimi orang lain? Apakah hari ini tidak ada halhal yang haram yang kita lihat? Apakah ada music yang kita dengarkan? Coba ingat kembali satu persatu apa yang telah kita lakukan, sebagaimana seseorang yang berusaha untuk kembali menghitung ulang uang dagangnya kepada teman dagangnya.
Ketahuilah bahwa Allah menjadikan dalam jiwa kita tiga sifat, yaitu :
Sifat yang pertama adalah jiwa yang mengajak kepada keburukan.
Allah berfirman, “Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. Yusuf : 53).
Sifat yang kedua adalah jiwa yang mencela diri sendiri. Allah berfirman, “Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri).” (Q.S. Al-Qiyamah : 2).
Sifat yang ketiga adalah jiwa yang tenang. Allah berfirman, “Wahai jiwa yang tenang!” (Q.S. Al-Fajr : 27).
Tiga sifat jiwa ini sering bergulat dalam diri seseorang, oleh karenanya terkadang jiwa itu sering mengajak kepada kemaksiatan agar seseorang mengikuti hawa nafsunya, oleh karenanya telah kita sebutkan bahwa Nabi Saw pernah bersabda, “Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian, sedangkan orang yang bodoh adalah orang jiwanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” (H.R. At-Tirmidzi 4/638 No. 2459).
Akan tetapi ada juga sifat dari diri manusia yang mulia yaitu sifat lawwamah (mencela dan menyesal). Oleh karenanya Allah bersumpah dengan menyebut sifat tersebut. Sifat ini akan membuat seseorang mencela atas keburukan dan menyesal atas kebaikan. Maksudnya adalah ketika jiwa melakukan keburukan, maka akan ada ketidak tenangan.
Oleh karenanya Rasulullah Saw bersabda, “Kebaikan itu ialah budi pekerti yang baik, sedangkan dosa ialah perbuatan atau tindakan yang menyesakkan dada dan engkau sendiri benci jika perbuatanmu itu diketahui orang lain.” (H.R. Muslim 4/1980 No. 2553).
Karena ketidak tenangan itu maka seseorang akan mencela dirinya karena telah melakukan maksiat dan dosa. Jika seseorang masih memiliki jiwa yang seperti ini, maka dia masih memiliki jiwa yang baik. Kemudian juga di sisi lain, para ulamanya mengatakan bahwa jiwa ini bukan hanya mencela perbuatan yang buruk, akan tetapi juga mencela (menyesali) perbuatan yang baik.
Contohnya adalah dia melakukan celaan dan penyesalan ketika dia melakukan amalan yang sedikit, ketika meninggalkan amalan yang sunnah dan yang lainnya dan sifat ini akan hadir tatkala seseorang mau untuk bermuhasabah, maka kalau kita telah terlatih untuk mencela (menyesali) diri kita atas perbuatan-perbuatan kita, maka kita berharap itu akan mengantarkan kita kepada derajat Nafsu Al-Muthmainnah (Jiwa yang tenang).
Jika seseorang jarang bermuhasabah maka dia akan sulit untuk menangis tatkala shalat, tatkala bersendirian dengan Allah, karena jarang bermuhasabah, seseorang tidak bisa khusyu’ dalam shalatnya karena tidak mengetahui berapa banyak dosa yang telah dia lakukan dan lupa bahwa bisa saja ruh dicabut secara tiba-tiba, oleh karenanya perlu untuk menyisihkan waktu untuk bermuhasabah.
Bagaimana cara menghisab diri kita?
Maymun bin Mihran berkata, “Tidaklah seorang hamba dikatakan bertakwa, hingga dia bersikap muhasabah kepada dirinya lebih besar daripada saat dia perhitungan dengan teman dagangnya.” (Az-Zuhd li-Hanad bin as-Sirri 2/580).Dikatakan bahwasanya jiwa itu seperti teman dagang yang pengkhianat, sehingga kalau seseorang tidak hitung dengan detail, maka dia akan membawa pergi hartanya. Maksudnya adalah tatkala seseorang menghisab dirinya, hisablah secara detail. Karena jika seseorang tidak menghisab diri secara detail, maka bisa jadi dia akan dibawa kepada neraka jahannam.
Detail maksudnya adalah ingatlah dengan baik-baik apakah benar diri kita tidak menzalimi orang lain? Apakah hari ini tidak ada halhal yang haram yang kita lihat? Apakah ada music yang kita dengarkan? Coba ingat kembali satu persatu apa yang telah kita lakukan, sebagaimana seseorang yang berusaha untuk kembali menghitung ulang uang dagangnya kepada teman dagangnya.
Ketahuilah bahwa Allah menjadikan dalam jiwa kita tiga sifat, yaitu :
Sifat yang pertama adalah jiwa yang mengajak kepada keburukan.
Allah berfirman, “Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. Yusuf : 53).
Sifat yang kedua adalah jiwa yang mencela diri sendiri. Allah berfirman, “Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri).” (Q.S. Al-Qiyamah : 2).
Sifat yang ketiga adalah jiwa yang tenang. Allah berfirman, “Wahai jiwa yang tenang!” (Q.S. Al-Fajr : 27).
Tiga sifat jiwa ini sering bergulat dalam diri seseorang, oleh karenanya terkadang jiwa itu sering mengajak kepada kemaksiatan agar seseorang mengikuti hawa nafsunya, oleh karenanya telah kita sebutkan bahwa Nabi Saw pernah bersabda, “Orang yang cerdas adalah orang yang menundukkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian, sedangkan orang yang bodoh adalah orang jiwanya mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” (H.R. At-Tirmidzi 4/638 No. 2459).
Akan tetapi ada juga sifat dari diri manusia yang mulia yaitu sifat lawwamah (mencela dan menyesal). Oleh karenanya Allah bersumpah dengan menyebut sifat tersebut. Sifat ini akan membuat seseorang mencela atas keburukan dan menyesal atas kebaikan. Maksudnya adalah ketika jiwa melakukan keburukan, maka akan ada ketidak tenangan.
Oleh karenanya Rasulullah Saw bersabda, “Kebaikan itu ialah budi pekerti yang baik, sedangkan dosa ialah perbuatan atau tindakan yang menyesakkan dada dan engkau sendiri benci jika perbuatanmu itu diketahui orang lain.” (H.R. Muslim 4/1980 No. 2553).
Karena ketidak tenangan itu maka seseorang akan mencela dirinya karena telah melakukan maksiat dan dosa. Jika seseorang masih memiliki jiwa yang seperti ini, maka dia masih memiliki jiwa yang baik. Kemudian juga di sisi lain, para ulamanya mengatakan bahwa jiwa ini bukan hanya mencela perbuatan yang buruk, akan tetapi juga mencela (menyesali) perbuatan yang baik.
Contohnya adalah dia melakukan celaan dan penyesalan ketika dia melakukan amalan yang sedikit, ketika meninggalkan amalan yang sunnah dan yang lainnya dan sifat ini akan hadir tatkala seseorang mau untuk bermuhasabah, maka kalau kita telah terlatih untuk mencela (menyesali) diri kita atas perbuatan-perbuatan kita, maka kita berharap itu akan mengantarkan kita kepada derajat Nafsu Al-Muthmainnah (Jiwa yang tenang).
Posting Komentar untuk "Bagaimana Cara Kita Bermuhasabah?"
Terimakasih atas kunjungan anda...