Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

HAKIKAT TAWADLU’ DAN TAKABBUR

“Barang siapa yang merasa dirinya tawadlu’ (merendahkan diri), maka yang demikian itu sebenarnya dia adalah orang yang sombong, sebab tidaklah ada tawadlu’ itu melainkan dirinya merasa tinggi, maka apabila ada rasa tawadlu’ di dalam jiwamu, maka berarti kamu adalah orang yang benar-benar takabbur (sombong).” Tawadlu’ biasanya di terjemahkan dengan merendahkan diri, definisi hal ini memang berbeda-beda pada masing-masing ulama dalam mengartikannya, namun pada hakikatnya adalah satu tujuan juga alias sama saja hanya perbedaan dalam penyampaian.
Di sini kami sampaikan definisi tawaddhu’ adalah sebagai berikut :

1. Bersikap tenang, sederhana dan sungguh-sungguh terhadap sesuatu yang benar dan hanya menuju pada Allah Swt, menjauhi perbuatan takabbur atau sombong, ganas, membangkang, bandel dan lain-lain sifat madzmumah (buruk) yang sejenis, tawadlu’ merupakan sifat dan akhlak yang mulia dan adalah sifat utama bagi orang-orang yang beriman (mu’minin dan mu’minat) yang merupakan sifat orang-orang shiddiqin.

2. Mutawadli’, maksudnya adalah orang-orang yang selalu tunduk dan taat melaksanakan yang haq (benar) serta menerima kebenaran dari siapapun juga.

3. Tidak membusungkan dada dan senantiasa berperilaku halus, lemah lembut dan menghormati sesama, baik tua maupun muda ataupun terhadap yang cacat.

4. Senantiasa melakukan yang benar-benar sesuai syari’at dan meninggalkan hal-hal yang samar dan perdebatan dalam aqidah dan tauhid, karena sungguh banyak amalan lain yang jelas tanpa adanya keraguan daripadanya.

5. Mengambil dan melaksanakan yang haq dengan sungguh-sungguh guna mencapaikan dirinya hanya kepada Allah Swt sehingga benar-benar mencapai predikat hamba Allah Swt, menjauhkan dirinya dari hamba hawa dan nafsu tanpa dan menjauhkan serta tidak menganggap dirinya tinggi daripada yang lain.

Tentang sombong ini Rasulullah Saw bersabda,”Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang.” (H.R Bukhari dan Muslim). Sombong itu adalah musuh Allah Swt yang nyata, sehingga tidak seorang juga pun orang-orang yang sombong di beri tempat dalam syurga, sebagaimana firman Allah Swt,”Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi, dan kesudahan yang baik itu adalah orang-orang yang bertaqwa.” (Q.S Al Qashas : 83). Begitupun juga Rasulullah Saw memberitahukan tempat yang layak bagi orang-orang yang sombong adalah di neraka.

Tawadlu’ itu ada tiga tingkatan, yaitu :

1. Tawadlu’ terhadap agamanya, yaitu sikap yang tidak menentang dan bertentangan dengan yang di sampaikan dari Allah Swt dan Rasul-Nya dengan sesuatu alasan yang di sebutnya rasional atau logika.

2. Tawadlu’ dengan sikap yang rela untuk menjadikan sesama muslimin dan muslimat sebagai saudaranya selama Allah Swt menganggap orang tersebut sebagai hamba-Nya sesuai dengan tanda-tanda dari perilakunya, jika berlawanan maka bukanlah layak sebagai saudara.

3. Tawadlu’ dengan selalu merendahkan diri kepada haq yang datang dari Allah Swt dan Rasul-Nya dan semata-mata hanya tunduk kepada itu dan bukan kepada yang selain dari itu, taat dan patuh kepada hukum-hukum-Nya dan tidak mengingkarinya serta tidak meringan-ringankannya.

Demikian definisi tawadlu’, bilamana orang sudah merasa dirinya tawadlu’ maka yang sedemikian itu belum bisa di katakan berlaku tawadlu’ tetapi malah jatuh kepada kategori orang-orang yang sombong, sebab tidak boleh merasa tawadlu’, karena hal itu adalah hasutan untuk melunturkan amal ibadah seseorang, namun tawadlu’ adalah di lakukan dengan perbuatan seperti yang telah di terangkan di atas, bukanlah diperkatakan dan di sampaikan kepada sesama bahwa diriku adalah tawadlu’, dengan berlaku begini maka itu adalah sombong dan takabbur dan berarti di itu bukanlah seseorang yang beriman dan bukanlah dia itu memahami akan apa arti tawadlu’ dan dia itu adalah sesungguhnya orang yang sombong dan malah itulah hakikat kesombongan yang halus terlintas di hati manusia.

Bahayanya sifat sombong ini bisa kita lihat pada ayat Surat Al-Qashas : 83 di atas, dalam ayat tersebut di katakan “uluwwan fil ardhi” yaitu maksudnya adalah suatu penyakit yang berbahaya pada bathin manusia dalam kehidupan ini, sehingga menjadi suatu halangan besar di tempat terhormat di akhirat kelak.

Sifat angkuh dan sombong serta takabbur selalu merasa diri besar dan tinggi daripada orang lain dalam segala bentuk maupun sebagian kecil, ini adalah penyakit rohani yang selalu ada dari dulu hingga kiamat nanti pada bathin manusia, sehingga manusia akan selalu terpedaya oleh sifat ini yang menghancurkannya, dalam Al-Qur’an di jelaskan contohnya adalah Fir’aun dan kekuasaannya, Qarun dengan hartanya yang banyak melimpah, mereka adalah orang yang selalu merias wajah dan hidupnya dengan penyakit ini, mereka berlaku dalam lingkungan kehidupan yang penuh dengan hasad, dengki, iri yang berakibat kehancuran dan kebinasaan oleh akibat sifat tersebut yang di murkai oleh Allah Swt.

Dengan adanya dalam Islam ajaran tentang aqidah dan akhlak adalam merupakan sebagai bimbingan kerohanian agar seseorang terjauh dari penyakit tersebut di atas, sebab itu maka ajaran Islam ini benar-benar suatu petunjuk untuk manusia agar terjauh daripadanya dan selalu memperhatikan akhlaknya, bersikap baik ddalam setiap keadaan apapun juga dalam sepanjang hidupnya, di antara beberapa penyakit yang menyebabkan manusia bersikap buruk adalah :

1. Kekosongan jiwa dari iman dan hatinya tertutup dari nur illahi dan selalu merasa benar sendiri tanpa memperhatikan kebenaran yang di sampaikan oleh orang lain.

2. Merasa lebih dari orang lain, apakah dalam hal kedudukan, kekayaan, kecantikan/ketampanan, ilmu pengetahuan, popularitas, suka berbangga atas sesuatu hal dan lain sebagainya, sehingga di peringatkan oleh Allah Swt,”Ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (Q.S Al-Alaq : 6-7).

3. Sebab pengaruh lingkungan yang serba rusak dan jauh dari akhlak islami yang mulia akibat bergaul secara salah atau dengan orang yang tidak beriman, senantiasa tidak menjaga lidah dan kelakukannya dari hal-hal yang bertentangan dengan syari’at pergaulan yang di anjurkan agama, berlaku kelakuan syirik, nifaq atau munafiq dan senantiasa dalam kemungkaran walaupun hal-hal yang kecil.

4. Haus akan pujian dan sanjungan, ingin selalu menjadi titik perhatian, sehingga selalu identik dengan sikap pamer akan kecantikan/ketampanan, kekayaan, ilmu dan lain sebagainya, maka hal ini adalah sangat berbahaya untuk dirinya sendiri dan menghancurkan amal ibadahnya dan potensi sangat besar dalam neraka jika tiada mau cepat bertaubat dan jangan mengulanginya.

Terhadap sifat memuji dan di puji terkandung lebih besar mudharat daripada manfaatnya, dengan kata-kata pujian yang berlebihan adalah menjadikan manusia jadi palsu keimanan dan menjadikan dirinya atau yang di puji jadi hal yang di puja, bukanlah Allah Swt yang di pujanya melainkan sesama manusia, inilah hakikat larangan pujian.

Kepada yang di puji dan yang memuji, berakibat jadi lalai, sombong dan bangga karena telah di puji, sehingga lambat laun ia akan terjerumus kepada sifat sombong, angkuh dan takabbur dan lari menjauh dari jalur keimanan, bila engkau di puji orang walau dalam hal yang sebenarnya, sesungguhnya itu adalah sama saja dengan memperolok akan dirimu, apalagi dengan pujian yang tidak benar karena hanya sebagai basa basi, maka itu adalah sifat kepalsuan yang menjerumuskan seseorang manusia kelembah hina.

Bukalah pintu hati untuk menerima sesuatu nasihat kebaikan dan jangan tutup daripada hal itu, karena jika ada seseorang yang bermaksud baik kepada engkau dengan anjuran nasihat tentang aqidah, akhlak dan keimanan kepada Allah Swt, maka sesungguhnya itu adalah karunia dan hidayah Allah Swt kepada manusia itu sendiri.

Melihat kepada apa yang di sebutkan terhadap diri yang telah di puji seseorang, maka hendaklah anggap itu sebagai suatu ujian pada keimanan dirinya, yakni apakah ia bisa terlepas dari rasa di puji tersebut yang membuat dirinya bebas dari sifat angkuh dan sombong serta berbangga diri, namun sebaliknya berlakuklah syukur dan segera minta ampunan kepada Allah Swt, begitu sikap jika di puji oleh seseorang. Katakanlah dan bersikaplah sebagaimana firman Allah Swt yang berupa peringatan-Nya terhadap manusia jika mengalami hal tersebut, yaitu “Ini termasuk karunia tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkarinya (akan nikmatnya).” (Q.S An-Naml : 40).

Jika di puji maka segera ucapkan syukur walhamdulillah atas nikmat yang di berikan serta mintalah ampunan atas segala dosa dan juga atas akibat buruk dari pujian tersebut.

Posting Komentar untuk "HAKIKAT TAWADLU’ DAN TAKABBUR"