Kemungkaran dan Hukum Perayaan Haul
Kemungkaran-Kemungkaran Perayaan Haul
Perayaan haul ini di samping tidak ada ajarannya dalam agama Islam, juga banyak mengandung kemungkaran-kemungkaran yang bertentangan dengan syari‘at. Bila demikian keadaannya, maka mungkinkah syari‘at Islam yang mulia ini menganjurkan atau membolehkannya?!!1. Dalam perayaan haul terdapat wasilah ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap orang-orang shalih dan tempat-tempat keramat, sehingga berdo‘a dan memohon pertolongan kepada selain Allah, bertabarruk (mengharap berkah) yang keliru dan keyakinan-keyakinan keliru lainnya.
Allah berfirman : "Wahai ahli kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu." (Q.S. An-Nisa' [4]: 171). Ayat ini, sekalipun ditujukan kepada ahli kitab, maksudnya adalah untuk memberikan peringatan kepada umat ini agar menjauhi sebab-sebab yang mengantarkan murka Allah kepada umat-umat sebelumnya.
Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Wahai sekalian manusia, waspadalah kalian terhadap sikap berlebih-lebihan dalam agama, karena sikap berlebih-lebihan dalam agama telah membinasakan orang-orang sebelum kalian." (H.R. An-Nasa'i: 3057 dengan sanad shahih).
2. Bila perayaan ini diselenggarakan di area pekuburan, maka terjatuh dalam larangan menjadikan kuburan sebagai tempat perayaan dan larangan menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Janganlah kamu jadikan kuburanku sebagai ‘id (perayaan) dan bershalawatlah kamu kepadaku, karena shalawat itu akan sampai kepadaku di mana pun kamu berada."
Jika Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam melarang kuburannya dijadikan sebagai tempat hari raya, haul atau tempat kunjungan beramai-ramai, bagaimana dengan kuburan selainnya?!! Tentu saja dilarang juga.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam juga bersabda : "Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, karena sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya Surah Al-Baqarah." (H.R. Imam Muslim: 1300).
Hadits ini mengisyaratkan bahwa kuburan bukanlah tempat untuk beribadah. Oleh karena itu, Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam menganjurkan untuk membaca Al-Qur'an dirumah dan melarang menjadikan rumah sebagai kuburan yang tidak dibacakan Al-Qur'an di dalamnya. (Lihat Fathul Bari kar. Ibnu Hajar: 1/685).
3. Ratapan kepada mayit
Perayaan kematian ini termasuk meratapi mayit sebagaimana dalam hadits Jarir bin Abdillah Al-Bajali Radhiallahu 'anhu di atas, sementara itu, meratapi mayit hukumnya adalah haram dengan kesepakatan ulama, meratapi juga termasuk perkara jahiliah dan dosa besar, karena Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam mengancam pelakunya dengan adzab21.
Al-Qurthubi Rahimahullah berkata, "Semua itu adalah haram dan termasuk perkara jahiliah tanpa ada perselisihan ulama.
Di antara hikmah di balik larangan ini adalah karena hal itu menyalakan kembali api kesedihan. Dikisahkan bahwa Ibnu Aqil seorang ulama pernah mengantarkan jenazah putra kesayangannya yang bernama Aqil. Tatkala berada dikuburan, ada seorang berteriak seraya membacakan firman Allah : Mereka berkata, "Wahai Al-Aziz, sesungguhnya ia mempunyai ayah yang sudah lanjut usianya, lantaran itu ambillah salah seorang di antara Kami sebagai gantinya, sesungguhnya kami melihat kamu termasuk orang-orang yang berbuat baik." (Q.S. Yusuf [12]: 78).
Mendengar hal itu, Ibnu Aqil Rahimahullah berkata, "Sesungguhnya Al-Qur'an diturunkan untuk menenangkan kesedihan, bukan untuk menyalakan kesedihan.
4. Pemborosan dan memberatkan diri Islam adalah agama yang mudah. Namun, sebagian orang mempersulit diri sendiri dan menyusahkan diri sendiri dengan mengeluarkan dana yang tidak sedikit guna mengadakan perayaan ini, baik karena malu atau takut celaan masyarakat, dan kadang untuk bergaya, sehingga terjatuh dalam pemborosan dan menghamburkan harta secara sia-sia.
Tahukah? Bahwa pada sebagian peringatan perayaan haul yang besar, biayanya bisa sampai mengeluarkan dana milyaran?!! Bukankah sebaiknya jika dishadaqahkan kepada fakir miskin atau kebutuhan yang bermanfaat lainnya?!! Allah Azza wa Jalla berfirman : "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Rabbnya." (Q.S. Al-Isra' [17]: 27).
5. Ikhtilath
Suatu yang tidak dipungkiri lagi bahwa perayaan haul tidak sepi dari kemungkaran seperti ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita, merokok dan lain sebagainya.
Syubhat dan Jawabannya
Pembahasan tentang upacara kematian ini sebenarnya cukup luas dan syubhat-syubhat tentangnya juga cukup banyak. Namun, di sini kita akan mencantumkan satu syubhat secara khusus tentang acara peringatan haul yang dijadikan dalil oleh sebagian orang yang merayakannya.
Berikut kutipan ucapan mereka: Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam selalu berziarah ke makam para syuhada di Bukit Uhud pada setiap tahun, demikian juga para sahabat : Al-Baihaqi meriwayatkan dari Al-Wakidi mengenai kematian, bahwa Nabi Saw senantiasa berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun dan sesampainya di sana beliau mengucapkan salam dengan mengeraskan suaranya, "Salamun alaikum bima shabartum fani‘ma uqbad daar`" (Q.S. Ar-Ra‘d: 24).
Lanjutan riwayat : Abu Bakar juga melakukan hal itu setiap tahun, kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan berdoa. Saad bin Abi Waqqash mengucapkan salam kepada para syuhada tersebut kemudian ia menghadap kepada para sahabatnya lalu berkata, "Mengapa kalian tidak mengucapkan salam kepada orang-orang yang akan menjawab salam kalian?"
Demikian dalam kitab Syarah Al-Ihya juz 10 pada fasal tentang ziarah kubur. Lalu dalam kitab Najhul Balaghah dan Kitab Manaqib As-Sayyidis Syuhada Hamzah RA oleh Sayyid Ja‘far Al-Barzanji dijelaskan bahwa hadits itu menjadi sandaran hukum bagi orang-orang Madinah untuk yang melakukan Ziarah Rajabiyah (ziarah tahunan setiap bulan Rajab), maka Sayidina Hamzah yang ditradisikan oleh keluarga Syeikh Junaid Al-Masra‘i, karena ini pernah bermimpi dengan Hamzah yang menyuruhnya melakukan ziarah tersebut.
Jawaban : Sebetulnya syubhat seperti ini sangat nyata sekali kelemahannya bagi seorang yang dikaruniai oleh Allah ilmu agama, namun karena khawatir adanya saudara kami yang kurang berilmu tertipu dengan syubhat ini, berikut komentar kita terhadap syubhat ini : Cek pada Kitab Syu'abul Iman karya Al-Imam Al-Baihaqi, namun sayangnya hadits dengan redaksi di atas tidak ditemukan. Oleh karena itu, tanpa mengurangi rasa hormat, kita berharap bagi yang membawakan hadits diatas untuk mencantumkan sumbernya secara jelas juz dan halamannya, agar kita lihat sanad hadits ini, sebab bila tanpa sanad, maka semua orang bisa berbicara, sebagaimana kata Al-Imam Ibnul Mubarak Rahimahullah.
Kalau kita cermati nukilan di atas, kita akan merasakan kejanggalan, bagaimana Al-Waqidi langsung meriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam, padahal beliau (Al-Waqidi) wafat tahun 207 H. Berarti ada mata rantai sanad yang terputus.
Apalagi, Al-Waqidi telah dilemahkan haditsnya oleh mayoritas ulama ahli hadits, seperti Al-Bukhari, An-Nasa'i, Ad-Daruquthni dan lain-lain, sehingga Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi‘i Rahimahullah berkata menyimpulkan statusnya, "Matruk (ditinggalkan haditsnya) sekalipun dia luas ilmunya. (Tahdzib Tahdzib: 9/364–365 dan lihat pula As-Sirah An-Nabawiyyah Fi Dhau'i Al-Mashadir Ashliyyah: 1/32–33 oleh Dr. Mahdi Rizqullah).
Anggaplah hadits ini shahih, tetap bisa dijadikan dalil tentang perayaan haul? Coba anda bayangkan, dari arah mana segi pendalilan hadits ini? Bukankah yang terdapat dalam hadits ini hanya berbicara tentang ziarah kubur saja dan bukan tentang perayaan haul, lantas bagaimana bisa disamakan dengan perayaan haul yang lazim diamalkan manusia zaman sekarang dengan aneka variasi acaranya yang khas?
Pernah model perayaan seperti diamalkan oleh Nabi dan para sahabatnya?! Sungguh, ini adalah penyesatan yang sangat nyata dalam berdalil, kita tambahkan di sini, bahwa mimpi Syaikh Junaid Al-Masra‘i di atas adalah bukanlah hujjah sama sekali, karena mimpi bukanlah landasan hukum dalam agama Islam, demikian juga ritual rajabiyyah itu tidak ada dasarnya dalam agama, bahkan termasuk bid‘ah dalam agama. (Lihat Bida'un wa Akhtha' 3 hlm. 18 oleh Ahmad As-Sulami).
Penutup Pembahasan Tentang Hukum Perayaan Haul
Demikianlah penjelasan singkat tentang perayaan haul, semoga tulisan ini dapat menjadi sinar kebenaran bagi para pencari kebenaran.Carilah kebenaran itu dan peganglah erat-erat, tinggalkan segala belenggu fanatik dan taklid yang acapkali membutakan pandangan orang dan yakinlah, bahwa timbangan kebenaran itu bukanlah pada mayoritas atau minoritas, melainkan pada dalil yang dibangun diatas Al-Qur'an, hadits shahih sesuai dengan pemahaman salaf shalih.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk para pencari kebenaran dan penegak kebenaran. Amiiin...Ya Rabbal'alamiin.
Posting Komentar untuk "Kemungkaran dan Hukum Perayaan Haul"
Terimakasih atas kunjungan anda...