Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

7 Hal Penting Untuk Seorang Muslim

Ketahuilah, ada tujuh perkara yang wajib dilakukan oleh seorang muslim ketika menerima perintah-perintah Allah, yaitu :

Pertama : Belajar dan mengilmuinya;
Kedua : Mencintainya;
Ketiga : Tekad kuat untuk melaksanakannya;
Keempat : Segera beramal;
Kelima : Melaksanakan dengan ikhlas;
Keenam : Waspada dari perkara yang membatalkannya, dan
Ketujuh : Tetap tegar dan istiqamah dalam menjalankannya.


Sekarang marilah kita resapi bersama poin-poin penting diatas.

Pertama : BELAJAR DAN MENGILMUINYA
Inilah yang pertama yang wajib kita lakukan terhadap perintah Allah Ta'ala, ketika Allah memerintahkan sesuatu, hendaknya seorang muslim mempelajari dan mengilmuinya terlebih dahulu.

Oleh karenanya, Allah Ta'ala berfirman : "Maka ketahuilah (ilmuilah), bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu." (Q.S. Muhammad [47] : 19).

Allah memulai dengan ilmu sebelum amal, jika seorang muslim tidak mempelajari apa yang Allah perintahkan dan yang Allah larang, bagaimana mungkin dia bisa mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkannya? "Bagaimana akan bertaqwa orang yang tidak tahu bagaimana cara bertaqwa?!"

Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa menempuh perjalanan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya ke surga." (H.R. Imam Muslim : 2699).

Perhatikan pula do'a yang selalu dibaca oleh Nabi Saw setiap selesai shalat Shubuh ; "Ya Allah, aku meminta kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amalan yang diterima." (H.R. Ibnu Majah : 925).

Perhatikan hadits ini, dalam hadits ini Rasulullah Saw memulai permohonan ilmu yang bermanfaat sebelum meminta rezeki dan amalan yang diterima, karena ilmu yang bermanfaat itulah pegangan seorang muslim dalam membedakan rezeki yang baik dan buruk, membedakan mana amalan yang baik dan tidak baik.

Jika tidak punya ilmu, bagaimana bisa seorang muslim membedakan antara yang haq dan yang batil??

Allah Ta'ala berfirman : "Katakanlah, 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" (Q.S. Az-Zumar [39] : 9).

Contoh konkretnya, jika Allah memerintahkan kepada kita tauhid, maka kita pelajari tauhid, karena kebanyakan manusia mengetahui tauhid bagus, syirik jelek; akan tetapi, mereka tidak mendalami dan mempelajarinya!! Akibatnya, terkadang mereka melakukan amalan pembatal tauhid dan terjatuh ke dalam perbuatan syirik!!

Contoh lainnya, jika Allah melarang kita berbuat riba, maka kita pelajari apa itu riba, kita belajar dan bertanya kepada ahlinya, jangan takut bertanya karena khawatir jawabannya tidak sesuai dengan selera kita!! Walhasil, ilmu yang bermanfaat adalah asas untuk segala aktivitas seorang muslim, jadi belajar dan teruslah belajar.

Kedua : MENCINTAINYA
Apa maksudnya? Maksudnya adalah mencintai apa yang telah Allah turunkan berupa perintah dan tidak membencinya, kita menanamkan dalam hati kecintaan kepada Allah dan perintah-Nya, juga kecintaan kepada Nabi Saw dan perintahnya, bukan membencinya.

Allah berfirman : "Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka." (Q.S. Muhammad [47] : 9).

Maka kita upayakan diri untuk mencintai shalat, puasa, berbuat baik, sedekah dan lainnya, begitu pula hendaknya kita membenci keharaman serta perbuatan keji dan kotor.

Inilah hakikat dari keimanan, Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, tidak memberi karena Allah, maka sungguh dia telah sempurna imannya." (H.R. Abu Dawud: 3681).

Inilah sikap seorang muslim yang benar ketika berhadapan dengan perintah Allah, ada sebagian orang yang hatinya tidak senang ketika diajak untuk perkara kebaikan, dia tidak bahagia dengan amalan ketaatan, dadanya terasa sempit dengannya. Akan tetapi, jika diajak ke jalan kebatilan, perkara yang haram, yang menyenangkan jiwa, maka hatinya akan bahagia dan penuh semangat, jiwanya akan senantiasa mengikuti.

Waspadailah, itu tandanya hati telah menyimpang!! Camkan firman Allah berikut ini : "(Mereka berdo'a), 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia)." (Q.S. Ali Imran [3] : 8).

Adakalanya seorang hamba butuh usaha untuk memaksa dirinya agar hatinya penuh dengan kecintaan kepada Allah Ta'ala agama-Nya, syari'at-Nya dan segala perintah-Nya, sebab bila hal itu terwujud, maka manusia akan selalu dalam kebaikan.

Rasulullah Saw berdo'a : "Ya Allah, aku meminta kepada-Mu kecintaan-Mu, kecintaan orang-orang yang mencintai-Mu dan kecintaan terhadap amalan yang bisa mendekatkan kepada kecintaan-Mu." (H.R. At-Tirmidzi: 3235).

Ketiga : TEKAD KUAT UNTUK MELAKSANAKANNYA
Sebagian manusia ada yang sudah punya ilmu terhadap perintah Allah, dia pun senang (dengan ilmu tersebut), tetapi lemah dalam melaksanakan perintah tersebut, padahal seharusnya dia tanamkan dalam dirinya keinginan kuat untuk melaksanakan perintah tersebut dan istiqamah diatasnya.

Di antara do'a yang dipanjatkan Nabi Saw adalah : "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ketetapan dalam suatu perkara dan keinginan kuat untuk meraih petunjuk." (H.R. Ath-Thabarani).

Al-Imam Ibnul Qayyim berkata, "Dua kalimat dari untaian do'a ini keduanya adalah pokok dari kebahagiaan, tidaklah seorang hamba luput dari kebahagiaan kecuali karena melalaikan kedua kalimat ini atau sebagiannya." (Miftah Dar As-Sa'adah 1/142).

Sebagai contohnya, perintah shalat, sebagian orang telah mengetahui kewajiban shalat dan dia pun mengetahui balasan yang baik bagi orang yang shalat dan ancaman bagi yang meninggalkannya, akan tetapi, pengetahuannya tentang shalat tidak mendorong dirinya untuk bersemangat dalam pelaksanaan shalat.

Hatinya lemah dan tidak punya tekad yang kuat dalam melaksanakan shalat, demikian juga contoh yang lainnya, sebagian orang senang mendengarkan nasihat, ceramah keagamaan, tetapi sangat berat melaksanakan kandungan ceramah yang disampaikan!!

Allah berfirman : "Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka)." (Q.S. An-Nisa’ [4] : 66).

Orang yang semacam itu biasanya malas dalam mengamalkan perintah Allah, karena faktor dunia dan dia takut ditinggalkan pengikutnya, kedudukannya di mata masyarakat menurun, sehingga amalan sunnah yang sudah jelas asalnya dari Nabi Saw ditinggalkannya karena takut dikucilkan manusia atau pengikutnya meninggalkannya!!

Keempat : SEGERA BERAMAL, TIDAK MENUNDA-NUNDA
Apabila Anda telah mengetahui suatu perintah Allah, kita pun senang dan bersemangat dengannya, maka segeralah kerjakan perintah tersebut, jangan menundanundanya, mari segera beramal dan lakukan secara kontinyu.

Allah berfirman : "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabb-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa." (Q.S. Ali Imran [3] : 133).

Seorang muslim akan bersegera dalam mengamalkan perintah, tidak menunda-nundanya, jika telah tiba waktu untuk melaksanakannya maka segera mengerjakannya. Contohnya shalat, jika telah masuk waktunya, segeralah shalat, jangan menunda-nunda hanya karena urusan dunia!!

Rasulullah Saw ditanya, "Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah?" Beliau menjawab : "Shalat pada waktunya." (H.R. Al-Bukhari: 527 dan Imam Muslim: 85).

Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim mewaspadai segala penghalang atau kesibukan yang bisa menghalangi dari mengerjakan amalan shalih. Waspadalah dari segala perkara yang bisa menghalangi ketaatan kepada Allah karena tujuan asal dari penciptaan manusia adalah beribadah dan taat kepada-Nya!

Allah Ta'ala berfirman : "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (Q.S. Adz-Dzariyat [51] : 56).

Segeralah beramal ketika kebenaran dan perintah Allah telah jelas, janganlah kita sampai menjadi orang yang rugi hanya karena mempertahankan prestise diri di mata masyarakat.

Renungkanlah kisah Hiraql (Heraklius), penguasa negeri Rum (Romawi), tatkala mengetahui kebenaran kenabian Nabi Muhammad Saw dan dia membenarkannya, namun dia tidak masuk Islam karena para pengikutnya tidak setuju dan tidak menaatinya, akhirnya karena takut kehilangan pengikut dia lebih memilih kekafiran daripada masuk Islam. (H.R. Al-Bukhari: 7, 4553).

Al-Imam Ibnul Qayyim mengatakan, "Sesungguhnya
Hiraql sudah mengenal kebenaran dan sudah ada keinginan
untuk masuk Islam akan tetapi kaumnya tidak mengikutinya,
Hiraql takut kepada mereka, maka dia memilih kekafiran
daripada Islam setelah jelas baginya petunjuk."

Kelima : HARUS IKHLAS DAN MENCONTOH NABI SAW
Seorang hamba ketika sudah mengetahui perintah Allah mencintai dan mengamalkan, maka harus ikhlas dan mencontoh Nabi Saw dalam amalannya. Karena, sebuah amalan tidak akan diterima Allah kecuali jika didasari keikhlasan dan mencontoh Nabi Saw.

Sangat banyak dalil-dalil yang menerangkan dua syarat ibadah ini, di antaranya ialah firman Allah Ta'ala : "Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya." (Q.S. Al-Mulk [67] : 2).

Fudhail ibn Iyadh menafsirkan ayat di atas dengan perkataannya, "Maksud ayat ini ialah yang paling ikhlas dan paling sesuai dengan syari'at." Kemudian ditanyakan kepadanya, "Apakah maksud dari 'paling ikhlas' dan 'paling sesuai dengan syari'at'?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya amalan apabila ikhlas tetapi tidak sesuai dengan syari'at maka tidak diterima, demikian pula apabila sesuai dengan syari'at tetapi tidak ikhlas maka tidak diterima, hingga amalan tersebut ikhlas dan sesuai dengan syari'at." (Hilyah Al-Auliya' 8/95, Madarij 'Ubudiyyah hlm. 26).

Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak termasuk urusan kami maka tertolak." (H.R. Imam Muslim : 1718).

Berkata Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali, "Hadits ini secara konteksnya menunjukkan bahwa setiap amalan yang tidak ada perintah syar'i di dalamnya maka amalan tersebut tertolak, sebaliknya, dapat dipahami pula bahwa setiap amalan yang ada perintahnya maka amalan tersebut diterima dan maksud 'perintah' disini adalah agama dan syari'atnya."

Asy-Syaikh Muhammad ibn Shalih Al-Utsaimin berkata, "Ketahuilah bahwa mutaba'ah tidak akan terwujud kecuali apabila amalan itu sesuai dengan tuntunan syar'i pada enam perkara, yaitu :

Pertama, Sebabnya. Hendaklah amalan itu sesuai pada sebabnya, apabila ada yang melakukan ibadah karena suatu sebab yang bukan dari syari'at maka ibadahnya tertolak, misalnya ada orang yang acap kali masuk rumah dia shalat dua raka'at dan menjadikannya sebagai sunnah maka amalan tersebut tertolak.

Kedua, Jenisnya. Misalnya ada orang yang berkurban dengan kuda, maka ibadah kurbannya tertolak tidak diterima, karena kurban dengan jenis kuda menyelisihi syari'at, ibadah kurban hanya pada unta, sapi dan kambing.

Ketiga, Kadar dan ukurannya. Misalnya seseorang berwudhu dengan membasuh setiap anggota wudhu empat kali, maka yang keempat tertolak, karena dia telah menambah kadar dan ukuran yang seharusnya (tiga kali).

Keempat, Tata caranya. Andaikan ada orang yang shalat dan ia sujud dahulu sebelum rukuk, maka shalatnya batil tidak diterima, karena ia tidak ikut tuntunan syari'at dalam tata cara ibadah.

Kelima, Waktunya. Andaikan ada yang shalat sebelum masuk waktunya, maka shalatnya tidak diterima karena ia beribadah pada waktu yang tidak ditentukan oleh syari'at.

Keenam, Tempatnya. Andaikan seseorang melakukan ibadah i'tikaf bukan di masjid, semisal i'tikaf di sekolahan atau di rumah, maka i'tikafnya tidak sah karena tidak mencocoki syari'at dalam tempatnya." (Lihat Syarh Al-Arba'in An-Nawawiyyah hlm. 98-100 oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin).

Pahamilah kaidah emas ini, wahai para hamba yang beriman, karena akan sangat bermanfaat dalam kehidupanmu dalam membedakan amalan yang syar'i dan amalan yang tertolak.

Keenam : WASPADA DARI PERKARA YANG MEMBATALKAN AMALAN
Para generasi salaf sangat takut kalau amalan mereka gugur dan batal, karena Allah berfirman : "Supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari." (Q.S. Al-Hujurat [49] : 2).

Jika Anda sudah mengilmui sebuah perintah, telah mencintai, bersemangat dalam mengamalkannya dan telah ikhlas dan mencontoh Nabi Saw dalam beramal, maka waspadalah dari segala perkara yang bisa merusak amalan dan ibadah.

Lihatlah gambaran Al-Qur'an tentang hal ini : "Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka." (Q.S. Al-Mu’minun [23] : 60).

Aisyah Ra pernah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang ayat diatas, beliau menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang berpuasa, bersedekah, shalat, dan mereka merasa khawatir tidak diterima amalannya." (H.R. At-Tirmidzi : 3175, Ibnu Majah : 4198, Imam Ahmad 6/159 dan Al-Hakim 2/393).

Di antara pembatal amalan yang paling besar adalah kesyirikan, perbuatan syirik bisa menghapus amalan dan membatalkannya. Allah Ta'ala berfirman : "Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, 'Jika kamu mempersekutukan (Rabb), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.' karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur." (Q.S. Az-Zumar [39] : 65-66).

Maka sudah menjadi kemestian bagi orang yang menghendaki amalannya diterima di sisi Allah untuk mentauhidkan-Nya, karena tauhid adalah hak Allah yang paling besar atas para hamba-Nya.

Ketujuh : TETAP TEGAR DAN ISTIQAMAH DALAM MENJALANKANNYA
Bila kita telah mengetahui agungnya sebuah amalan, maka tetaplah seperti itu, tegar di atas jalan kebenaran dan ketaatan, istiqamah di atas agama hingga maut datang menjemput, mintalah selalu kepada Allah agar kita senantiasa dalam penjagaan Allah, senantiasa menjadi hamba yang taat.

Allah Ta'ala berfirman : "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan didunia dan di akhirat dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki." (Q.S. Ibrahim [14] : 27).

Rasulullah Saw bersabda : "Sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli Surga, sehingga jarak antara dirinya dengan Surga hanya tinggal satu hasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya, lalu ia beramal dengan amalan ahli Neraka, maka ia memasukinya." H.R. Al-Bukhari : 3208, Imam Muslim : 2643).

Terakhir, berdo'alah agar kita tetap istiqamah, karena Allah-lah yang membolak-balikkan hati seseorang. Allah berfirman : (Mereka berdo'a), 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (karunia)." (Q.S. Ali Imran [3] : 8).

Rasulullah Saw sering berdo'a : "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu." (H.R. At-Tirmidzi: 2290 dan Ibnu Majah: 3834). Allahu A'lam.

Posting Komentar untuk "7 Hal Penting Untuk Seorang Muslim"