Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

TAUBAT YANG TERTOLAK

Para ulama saling berbeda pendapat, apakah di antara berbagai macam dosa, ada dosa yang taubatnya tidak di terima ataukah taubat dari dosa apa pun di terima? Menurut Jumhur, taubat harus di lakukan untuk setiap dosa, setiap dosa memungkinkan untuk di mintakan ampunan dengan bertaubat, ada pula golongan yang mengatakan, bahwa taubat pembunuh tidak di terima.

Ini termasuk pendapat Ibnu Abbas dan salah satu riwayat dari Ahmad, bahkan Ibnu Abbas harus berdebat dengan rekan-rekannya, yang mengatakan, "Bukankah Allah telah berfirman dalam Surat Al-Furqan : 68-70, "Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan yang lain beserta Allah dan tidak pula membunuh jiwa yang di haramkan Allah...' sampai, 'kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatan mereka di ganti Allah dengan kebajikan?" Ibnu Abbas menyanggah, "Ayat ini berkaitan dengan perbuatan di masa Jahiliyah. 

Pasalnya, ada beberapa orang musyrik yang dulu pernah melakukan tindak pembunuhan dan juga pernah berzina, lalu mereka menemui Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, seraya berkata, "Apa yang engkau serukan itu benar-benar bagus, andaikan saja engkau memberitahukan kepada kami tentang suatu tebusan dari apa yang pernah kami lakukan". 

Maka turunlah ayat ini, jadi ayat ini berkenaan dengan diri mereka, sementara dalam Surat An-Nisa' telah di sebutkan firman Allah, "Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya". 

Jika seseorang mengetahui Islam dan syari'atnya, lalu dia membunuh dengan sengaja, maka balasannya adalah jahannam, menurut golongan ini, karena membunuh orang mukmin secara sengaja tidak bisa di terima dan tidak ada cara untuk meminta pembebasan darinya, apalagi mengembalikan nyawanya. 

Taubat dari hak manusia tidak di anggap sah kecuali dengan salah satu dari dua cara ini, sementara keduanya tidak bisa lagi di lakukan oleh pembunuh, berbeda dengan harta, yang sekalipun pemiliknya sudah meninggal dunia, maka orang yang merampasnya masih bisa menyampaikan manfaat harta itu kepada pemiliknya yang sudah meninggal, dengan cara men-shadaqahkannya. Mereka juga berkata, "Kami tidak menolak pendapat bahwa syirik itu lebih besar dosanya daripada tindak pembunuhan, dan taubat dari syirik itu masih bisa di lakukan, tapi taubat dari syirik ini berkait dengan hak Allah dan memohon ampunan dari-Nya masih memungkinkan, tapi kaitannya dengan hak manusia, maka taubatnya tergantung pada pengembalian hak itu atau meminta pembebasan darinya.

Jumhur yang berpendapat bahwa taubat dari dosa apa pun bisa di terima, berhujjah dengan firman Allah : "Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih kemudian tetap di jalan yang benar." (Q.S. Thaha : 82). Jika pembunuh itu bertaubat, beriman dan beramal shalih, maka Allah akan mengampuni dosanya, juga telah di sebutkan dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, tentang orang yang pernah membunuh seratus orang kemudian bertaubat dan ternyata taubatnya itu di terima. 

Ada beberapa hadits lain yang menyatakan hal yang sama, tentang Surat An-Nisa' : 93, bahwa orang yang membunuh orang mukmin secara sengaja, maka balasannya adalah neraka jahannam, banyak nash lain yang senada dan yang di dalamnya di sebutkan ancaman seperti itu, seperti firman-Nya : "Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkan-Nya ke dalam api neraka, sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan." (Q.S. An-Nisa' : 14).
 

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda : "Barangsiapa membunuh dirinya sendiri dengan sepotong besi, maka besi itu akan menghunjam dirinya, dia kekal dan di kekalkan di neraka jahannam." Manusia saling berbeda tentang nash semacam ini, di antara mereka ada yang mengartikannya menurut zhahirnya, bahwa pelakunya akan kekal di dalam neraka. 

Ini merupakan pendapat golongan khawarij dan Mu'tazilah, dalam hal ini pun mereka juga saling berbeda pendapat, khawarij mengatakan, mereka itu sama dengan orang kafir, karena yang kekal di dalam neraka hanya orang kafir, mu'tazilah berpendapat, mereka bukan orang-orang kafir, tetapi orang-orang fasik yang juga kekal di dalam neraka, jika mereka tidak bertaubat. 

Golongan lain berpendapat, siapa yang melakukannya yakin tentang pengharamannya, maka dia tidak mendapat ancaman ini (kekal di dalam neraka), sekalipun dia tetap mendapat ancaman masuk neraka, kemudian ada perbedaan pendapat tentang pembunuh yang bertaubat dan dia menyerahkan diri untuk di jatuhi hukuman setimpal (qishash), apakah pada hari kiamat korbannya masih mempunyai hak untuk menuntut atas dirinya?
 

Satu golongan berpendapat, pembunuh itu tidak lagi mempunyai dosa yang harus di tanggungnya di hadapan korban pada hari kiamat, sebab memang hukum qishashlah yang harus di terapkan kepadanya, hukuman merupakan tebusan bagi pelakunya, dengan cara itu seakan-akan dia telah memenuhi hak warisan korban terhadap ahli warisnya dengan cara mengorbankan dirinya, sebab tidak ada bedanya apakah seseorang memenuhi hak orang lain lewat dirinya atau wakilnya.
 

Golongan lain berpendapat, korban telah di zhalimi dan kehilangan hak-haknya, sementara dia juga tidak tahu apa yang terjadi setelah dia di zhalimi, sekalipun kemarahan ahli warisnya dapat di padamkan, tapi manfaat apa yang di peroleh korban? Hak dalam pidana pembunuhan itu ada tiga macam, yaitu : Hak Allah, hak korban dan hak waris, hak Allah tidak terpenuhi kecuali dengan taubat, hak ahli waris bisa terpenuhi dengan meminta pelaksanaan hukuman sehubungan pembunuhan itu. Ada tiga pilihan untuk ini : Pelaksanaan qishash, ampunan tanpa di sertai tebusan harta dan tebusan harta, sekalipun ahli waris sudah menerima tebusan dari pembunuh, hak korban belum terpenuhi secara total, sebab bagaimana mungkin haknya sudah terpenuhi, jika ini merupakan salah satu dari tiga cara pemenuhan hak? 

Andaikata korban dapat berkata, "Jangan-lah kalian membunuhnya, karena aku akan menuntutnya sesuai dengan hakku pada hari kiamat, namun nyatanya mereka membunuhnya, apakah dengan begitu hak korban di anggap gugur? Yang benar dalam masalah ini menurut hemat kita adalah Allah lebih mengetahui mana yang benar, jika pembunuh bertaubat sebagai pemenuhan terhadap hak Allah dan dengan suka rela dia menyerahkan dirinya kepada ahli waris, agar dengan begitu dia dapat memenuhi hak korban, maka dua hak telah dia penuhi, kini tinggal hak korban yang belum terpenuhi, yang tentunya Allah tidak akan menyia-nyiakannya, namun ampunan Allah yang di berikan kepada pembunuh sudah di anggap sebagai pengganti dari hak korban, sebab apa yang di alaminya juga tidak bisa di halangi dengan membunuh pembunuhnya. 

Taubat yang sebenar-benarnya sudah cukup untuk menghapus dosa di masa lampau dan hal ini menjadi pengganti dari kezhalimannya, sehingga dia tidak di jatuhi hukuman karena kesempurnaan taubatnya, hal ini seperti orang kafir yang pernah memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membunuh orang muslim, namun jika kemudian dia masuk Islam dan Islamnya bagus, maka Allah akan memberikan pengganti kepada korban yang di bunuhnya dan mengampuni orang kafir yang masuk Islam itu, karena keislamannya, dia tidak di hukum karena pernah membunuh orang muslim secara zhalim, taubat yang menghapus dosa sebelumnya, sama seperti Islam yang menghapus dosa seseorang sebelum masuk Islam.

Posting Komentar untuk "TAUBAT YANG TERTOLAK"