Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

PENGERTIAN SUNNAH TARKIYYAH

PENGERTIAN SUNNAH TARKIYYAH

Maksud dari sunnah tarkiyyah adalah apa yang di tinggalkan Nabi Saw, dari sesuatu amalan ibadah.
Berkata Ibnu Najjar Al-Hanbali : "Apabila di nukilkan dari Nabi Saw, bahwa beliau telah meninggalkan sesuatu, maka ia juga termasuk sunnah fi'liyyah." (Syarh Kaukabil Munir 2/165).
Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani berkata : "Di antara perkara yang telah di tetapkan oleh ahli tahqiq (para pakar) dari kalangan para ulama' bahwa setiap yang di anggap sebagai ibadah yang dia tidak di syari‘atkan kepada kita oleh Rasulullah Saw,

dengan ucapannya dan beliau tidak pernah bertaqarrub kepada Allah dengan melakukan hal tersebut, maka hal tersebut adalah menyelisihi sunnahnya, karena sunnah terbagi dua bagian, yaitu :

Sunnah fi'liyyah dan sunnah tarkiyyah.
Apa yang di tinggalkan Nabi Saw, dari ibadah-ibadah, maka meninggalkannya adalah sunnah, para shahabat Nabi Saw, telah memahami hal ini, sehingga banyak peringatan dari mereka dari bid'ah-bid'ah secara umum, sebagaimana telah di sebutkan di tempatnya.

LANDASAN SUNNAH TARKIYYAH
Landasan sunnah tarkiyyah adalah firman Allah yaitu : "Sesungguhnya terdapat pada Rasulullah Saw contoh yang baik bagi siapa yang mengharapkan Allah dan hari akhirat dan mengingati Allah dengan banyak." (Q.S. Al-Ahzab [33] : 21). Makna inti yang terkandung dalam ayat tersebut adalah, bahwa kita sebagai umat Muhammad Saw, wajib untuk menjadikan beliau sebagai panutan dan ikutan dalam mengamalkan agama. Tidak sedikit di antara kita yang mengerdilkan makna sifat uswah (keteladanan) Nabi Saw, hanya terbatas pada masalah-masalah akhlaq, sunnah-sunnah dan ritual ibadah yang di kerjakan oleh Nabi Saw saja.


Padahal, syari‘at juga menuntut kita untuk meninggalkan atau tidak mengerjakan segala sesuatu yang tidak di kerjakan oleh Nabi Saw, dalam urusan agama ini.
Inilah makna uswah yang lebih sempurna, mencakup sunnah fi‘liyyah dan juga sunnah tarkiyyah, sunnah fi‘liyyah adalah sunnah yang di kerjakan atau di contohkan oleh Nabi Sw, dalam hal ini kita pun di sunnahkan bahkan bisa wajib untuk mengerjakan persis seperti apa yang di kerjakan oleh beliau sebatas kemampuan kita.
Adapun pada sunnah tarkiyyah, kita di tuntut untuk meninggalkan suatu bentuk ritual di karenakan ritual tersebut di tinggalkan atau tidak di kerjakan oleh Nabi Saw di masanya, padahal sangat memungkinkan untuk di kerjakan di masa beliau.


Contohnya adalah kumandang adzan saat shalat Id, adzan shalat Istisqa' (minta hujan) dan adzan untuk jenazah, ini semua di tinggalkan atau tidak di kerjakan oleh Nabi Saw, maka bagi kita umatnya, meninggalkan ritual-ritual (seperti adzan yang tidak pada tempatnya) tersebut juga termasuk sunnah yang sifatnya wajib, yang di sebut sebagai sunnah tarkiyyah.
Asy-Syaikh Ali ibn Hasan Al-Halabi berkata : "Kesempurnaan mengikuti sunnah adalah dengan meninggalkan apa yang di tinggalkan dan mengerjakan apa yang di kerjakan dan jika tidak maka pintu bid'ah akan terbuka." 


Hadits tentang kisah tiga orang shahabat yang bertanya kepada istri-istri Nabi Saw, perihal keseharian ibadah yang di kerjakan oleh beliau. Anas pembantu sekaligus sahabat Rasulullah Saw, mengisahkan : "Datang tiga orang menuju rumah para istri Nabi Saw, mereka bertanya tentang ibadah Nabi Saw, manakala mereka di kabari perihal ibadah-ibadah yang di lakukan oleh Nabi Saw, seakan-akan mereka menganggapnya sedikit, maka mereka berkata : "Kita ini di mana jika di bandingkan dengan Nabi Saw, (wajar saja), beliau telah di ampuni dosa-dosanya, baik yang telah lampau dan yang akan datang." Salah seorang di antara mereka lantas berkata : "Adapun aku, sungguh aku akan shalat malam selamanya (tidak tidur)." Berkata lagi yang lain : "Aku akan berpuasa dahr (setahun penuh) dan tidak akan berbuka (puasa setiap hari tanpa jeda)." Dan yang satu lagi berkata : "Aku akan menjauhi wanita, aku tidak akan menikah selamanya." Maka Nabi Saw datang, lantas berkata (sambil marah) : "Kalian yang berkata begini dan begitu? Adapun aku, demi Allah, aku orang yang paling takut kepada Allah daripada kalian dan aku yang paling taqwa kepada-Nya daripada kalian! Namun demikian, aku ini berpuasa, tapi juga berbuka (ada hari jeda). Aku shalat (malam) dan aku juga tidur. Dan aku menikahi wanita, maka barangsiapa yang tidak suka sunnahku (lebih memilih yang lain), maka dia bukan golonganku." (H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim).


Tiga orang ini tidak menganggap adanya sunnah tarkiyyah, maka Rasulullah Saw mengingkari mereka dan menjelaskan bahwa siapa yang menyelisihi sunnah tarkiyyah, maka dia telah menyelisihi sunnah beliau Saw.


Dari Abu Wail dia berkata : "Aku duduk bersama Syaibah di atas sebuah kursi di dalam Ka‘bah, lalu dia berkata : "Ini adalah tempat duduknya Umar, yang dia berkata : "Sungguh aku berusaha keras untuk tidak meninggalkan benda kuning (emas) ataupun benda putih (perak) kecuali aku akan membagikannya." Aku katakan : "Kedua sahabatmu (Abu Bakr Ash-Shiddiq dan Nabi Saw) tidak pernah melakukan hal itu!" Umar berkata : "Mereka berdua adalah dua orang yang aku ikuti." (H.R. Imam Bukhari).

Posting Komentar untuk "PENGERTIAN SUNNAH TARKIYYAH"