Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

HUKUM MENGERASKAN BACAAN SHALAT SIRRIYAH ATAU SEBALIKNYA

Apakah di syaratkan untuk mengeraskan suara pada shalat-shalat jahriyah dan bagaimana hukumnya jika seseorang mengeraskan suara pada raka'at pertama, kedua dan melirihkan pada raka'at ketiga dan keempat?” Melirihkan bacaan dan mengeraskan bacaan pada ketika shalat hukumnya sunnah dan tidak wajib, karena yang wajib adalah membaca, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw, yaitu : “Tidak sah shalat orang yang tidak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah)." (H.R. Bukhari dan Imam Muslim).
Jika seseorang mengeraskan suara pada shalat yang sunnahnya melirihkan atau dia melirihkan pada shalat yang sunnahnya mengeraskan, jika bertujuan untuk menyelisihi As-Sunnah, maka tidak di ragukan lagi, bahwa ini adalah perkara yang haram, namun jika dia melakukannya karena tujuan yang Iain, apakah semata-mata karena meremehkan As-Sunnah atau karena sebuah sebab yang mengharuskan untuk melirihkannya atau mengeraskan suara dalam situasi kondisi yang menuntut demikian, kita tidak mampu untuk membatasinya di sini, maka tidak mengapa, bahkan seandainya seseorang sengaja tidak melirihkan pada shalat yang sunnahnya melirihkan atau tidak mengeraskan pada shalat yang sunnahnya mengeraskan dengan syarat hal itu bukan karena membenci As-Sunnah dan meninggalkannya, maka dia tidak berdosa, hanya saja dia terluput dari pahala yang sempurna menurut syarat dan rukun shalat tersebut.

Terdapat riwayat di dalam Ash-Shaihain yang menyebutkan, bahwa Rasulullah Saw pada shalat sirriyah, beliau terkadang mengeraskan ayat yang beliau baca, hingga para sahabat yang menjadi ma’mum di belakang beliau bisa mendengarnya, jadi jika seorang imam terkadang melakukan hal itu, maka tidak masalah bagi imam, adapun bagi para ma’mum, maka mereka tidak boleh mengeraskan bacaan, karena hal itu akan mengganggu jama‘ah yang lain. Pernah Nabi Saw keluar menuju para sahabat ketika mereka sedang membaca Al-Qur’an dan mengeraskan bacaannya, maka beliau bersabda : “Janganlah sebagian kalian mengeraskan Al-Qur’an terhadap sebagian yang lain." (H.R. Ash-Shahihain). Atau dalam riwayat lain jangan mengeraskan bacaannya, jadi kapan saja tindakan mengeraskan suara akan mengganggu yang lain maka hal itu di larang.
Pada kesempatan ini juga mengingatkan, bahwa sebagian orang ada yang melakukan perbuatan yang mengganggu orang lain, padahal maksud mereka adalah baik iInsya Allah, yaitu ketika mereka melaksanakan shalat jama’ah, maka sebagian mereka ada yang menghidupkan pengeras suara yang ada di menara, sehingga dapat di jumpai mereka mengganggu masjid-masjid lain yang ada di dekatnya dan juga orang-orang yang mengerjakan shalat di rumah (para wanita dan orang-orang yang mendapatkan udzur). Terkadang mereka juga mengganggu orang lain yang ingin istirahat karena mereka telah menunaikan kewajiban mereka, jadi kita anggap misalnya di rumah-rumah penduduk, sebagian mereka ada yang sakit yang telah mengerjakan shalat dan ingin beristirahat, maka suara-suara dari masjid ini bisa mengganggu mereka, jika suara-suara ini hanya mengganggu masjid-masjid yang lain maka, sesungguhnya hadits yang telah kami isyaratkan tadi yang di riwayatkan oleh Imam Malik dalam Kitab AI-Muwaththa‘ dan di nilai shahih oleh lbnu Abdil Barr, tepat untuk di terapkan pada keadaan semacam ini, yaitu sabda Nabi Saw yang berbunyi : “Janganlah sebagian kalian mengeraskan Al-Qur’an terhadap sebagian yang lain.” Atau dalam riwayat lain jangan mengeraskan bacaannya, kemudian sesungguhnya mengeraskan suara di atas menara bisa menyebabkan kemalasan dan sikap menunda-nunda, karena orang-orang yang di rumah yang mendengarnya, terkadang salah seorang dari mereka ada yang mengatakan dalam hati : “Shalat masih berlangsung, saya masih bisa mendapatkan raka'at terakhir atau masih ada lantunan ayat suci, sebentar lagi baru pergi ke masjid.” Jika perkaranya seperti, itu maka terkadang dia bisa saja tidak mendapatkan shalat berjama’ah, karena ketika dia mendengar suara imam, sering di jumpai dia meremehkan dan jiwanya mengajak kepada kemalasan, adapun jika dia tidak mendengar suara imam, maka semuanya masih bisa mendengar adzan, sehingga seseorang akan segera bersiap-siap menuju shalat. Jadi, dalam masalah ini, shalat jangan di keraskan dengan pengeras suara di atas menara, hal ini berdasarkan hadits yang telah di sebutkan dan juga karena sebab-sebab lain yang menuntut untuk tidak mengeraskan shalat di atas menara, adapun adzan dan iqamah untuk menyeru shalat dengan pengeras suara di atas menara, maka hal ini tidak mengapa, walaupun sebagian orang ada yang membantah dengan dalih bahwa mengeraskan iqamah di atas menara juga akan menyebabkan kemalasan, karena jika seseorang mendengar adzan maka dia akan
menunggu dan mengatakan : “Saya tunggu sampai iqamah." Inilah persepsi-persepsi yaang timbul di akibatkan oleh pengeras suara, ambil sisi yang baik dan pertengahan saja.
Rasulullah bersabda : “Jika kalian mendengar iqamah, maka berjalanlah menuju shalat dalam keadaan tenang dan jangan terburu-buru.“ (H.R. Bukhari). 
lni merupakan dalil yang menunjukkan bahwa iqamah pada masa Nabi Saw terdengar dari luar masjid, jika ada yang mengatakan : “Terkadang jama'ah banyak, sementara masjidnya luas dan suara imam lemah, sehingga tidak terdengar oleh sebagian ma’mum." Maka kita katakan, bahwa bisa dengan menggunakan pengeras suara di dalam masjid saja, jadi tidak perlu dengan yang ada di menara, karena tujuannya bisa tercapai. Rasulullah Saw pernah membaca Ummul Kitab (Al-Fatihah) dan dua surat pada shalat Zhuhur di dua raka'at pertama dan pada dua raka'at yang terakhir beliau membaca Ummul Kitab dan mengeraskan bacaannya, hingga kami mendengarnya, beliau memanjangkan bacaan pada raka'at pertama dan tidak memanjangkannya pada raka'at kedua, demikian juga pada shalat Ashar dan juga pada shalat Shubuh.” (H.R. Bukhari).

Posting Komentar untuk "HUKUM MENGERASKAN BACAAN SHALAT SIRRIYAH ATAU SEBALIKNYA"