Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Membagi Waktu Untuk Belajar Agama Berat?

Ini mudah saja jawabannya, sebab belajar agama akan menjadikan siapa pun untuk menjadi lebih baik, sedangkan ilmu dunia bisa membawa kebaikan dan menjadikan baik juga, semua itu tergantung daripada ilmu yang dipelajari dan tujuan ketika memanfaatkan ilmu tersebut.

Tentang keutamaan ilmu agama, ada hadits dari Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (H.R. Bukhari, No. 71 dan Muslim, No. 1037).

Ibnu Hajar Rahimahullah menyatakan, “Dapat disimpulkan dari hadits tersebut bahwa siapa yang tidak memahami agama, enggan mempelajari dasar-dasar Islam dan cabang-cabangnya, maka ia diharamkan untuk mendapatkan kebaikan.” (Fath Al-Bari, 1:165).

Berarti dengan mendalami ilmu diin barulah bisa jadi baik, tanpa belajar dan tanpa mendatangi majelis ilmu, tentu tidak bisa meraih kebaikan yang diharap.

Jawaban kedua adalah dengan mempelajari ilmu agama akan membuat kedudukan seorang mukmin menjadi mulia di dunia dan akhirat. Kita bisa mengambil pelajaran dari ayat berikut, “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Mujadilah: 11).

Ketika membawakan ayat di atas, Ibnu Katsir Rahimahullah dalam kitab tafsirnya menyebutkan riwayat dari Imam Ahmad, bahwa Naf’ bin ‘Abdul Harits pernah menemui ‘Umar bin Al-Khaththab di ‘Usfan. ‘Umar ketika itu memerintahkan pada Naf’ agar bertanggungjawab pada kota Makkah. ‘Umar lantas bertanya kepada Naf’, “Siapa yang engkau tunjuk untuk memimpin wilayah lembah ini?” Naf’ menjawab, “Aku memerintahkan kepada Ibnu Abza untuk bertanggungjawab pada wilayah tersebut.” ‘Umar bertanya, “Siapa gerangan Ibnu Abza?” Naf’ menjawab,“ Ia adalah di antara bekas budak kami.” ‘Umar bertanya, “Kenapa sampai engkau menunjuk seorang bekas budak menjadi pemimpin?” Naf’ menjawab, “Wahai Amirul Mukminin. Ia itu paham kitabullah dan sangat mengilmui faraidh (masalah waris), ia juga seorang qadhi.”

Setelah mendengar itu, ‘Umar berkata, Nabi kalian Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Sesungguhnya Allah mengangkat dengan kitab ini suatu kaum, dan merendahkan yang lain karena kitab ini (yaitu Al-Qur’an).” Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan pula oleh Muslim dari jalur lainnya, dari Az-Zuhri. Lihat Shahih Muslim, No. 817.

Tentang Surah Al-Mujadilah Ayat 11, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di Rahimahullah berkata, “Allah mengangkat orang yang berilmu dan beriman beberapa derajat sesuai dengan keistimewaan ilmu dan iman yang Allah anugerahkan untuknya.”

Orang Sangat Sibuk, Bagaimana Kiat Dalam Belajar Agama?

Kuncinya sebenarnya mudah yaitu pada manajemen waktu yang baik.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.” (H.R. At-Tirmidzi, No. 2317; Ibnu Majah, No. 3976).

Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih). Berarti hal-hal yang tidak manfaat ditinggalkan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam kitabnya “Kitab Al-‘Ilmi” menyebutkan ada tiga hal yang menyebabkan penuntut ilmu agama banyak membuang-buang waktu :

• Enggan mengulang dan muraja’ah apa yang telah ia baca dan pelajari.
• Duduk dan nongkrong dengan teman-teman yang menghabiskan waktu tanpa faedah.
• Sibuk dengan membicarakan orang dan membicarakan sesuatu yang tidak jelas.

Kiat Dalam Manajemen Waktu

1. Buat batasan waktu untuk setiap aktivitas setiap harinya.
2. Yang sangat membantu dalam manajemen waktu adalah meninggalkan aktivitas yang sia-sia dan berlebihan dari yang sewajarnya.
3. Jangan punya kebiasaan menunda-nunda, berkata, “Ah, nanti sajalah.” Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah berkata, “Hati-hati dengan sikap menunda-nunda. Engkau sekarang berada di hari ini dan bukan berada di hari besok. Jika besok tiba, engkau berada di hari tersebut dan sekarang engkau masih berada di hari ini. Jika besok tidak menghampirimu, maka janganlah engkau sesali atas apa yang luput darimu di hari ini.” (Dinukil dari Ma’alim fi Tariq Tolab Al-‘Ilmi, hlm. 30).

4. Memanfaatkan setiap detik waktu untuk kebaikan dan ibadah. Coba lihat contoh para ulama di masa silam, mereka adalah orang-orang yang sangat memperhatikan waktu dengan baik.

Contoh-contohnya adalah :

a. Salim Ar-Razi, seorang ulama Syaf’iyah pernah mengatakan, “Aku telah membaca
satu juz kitab selama perjalananku.” Itu ia lakukan dalam perjalanan pergi dan
pulang ke rumahnya.

b. Al-Hafzh Adz-Dzahabi ketika menjelaskan biograf Al-Khatib AlBaghdadi, ia berkata, “Sudah biasa Al-Khatib itu berjalan dan ada satu juz kitab di tangannya untuk ia telaah.”

c. Anak dari Ibnu ‘Asakir pernah menceritakan tentang bapaknya, bahwa sejak 40 tahun ia selalu sibuk bersama kitab ilmu, mushaf Al-Qur’an yang ia baca dan ia pun sibuk menghafal.

d. Abul Wafa’ ‘Ali bin Aqil menyatakan bahwa ia sampai tidak ingin mensia-siakan satu detik dari umurnya. Jika ia tidak mengulang pelajaran, tidak pula memanfaatkan matanya untuk menelaah, ia berpikir di waktu rehatnya.

e. Ibnul Qayyim berkata bahwa ia mengetahui sendiri ada ulama yang sakit, pusing atau sakit demam, saat itu kitab masih berada di sisi kepalanya. Jika sadar, ia membaca buku tersebut. Jika ia tak sadarkan diri, buku tersebut tergeletak.

5. Membuat jadwal belajar. Jadwal belajar itu mulai dari Shubuh hari.

Hal-hal yang disarankan oleh para ulama sebagai berikut :
a. Waktu shubuh adalah waktu untuk menghafal, lebih-lebih menghafal AlQur’an Al-Karim. Waktunya adalah ketika waktu sahur (menjelang Shubuh) dan setelah Shubuh, sebab ketika itu pikiran masih jernih. Menghafal saat itu sangat-sangat mudah. Cara yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan shalat Shubuh di masjid, lalu diam hingga waktu syuruq (matahari terbit). Waktu tersebut digunakan untuk menghafal dan mengulang hafalan (muraja’ah). Jika selesai dari menghafal Al-Qur’an, bisa juga digunakan untuk menghafal matan berbagai cabang ilmu seperti menghafal hadits, fiqh, ilmu ushul dan bahasa Arab.

b. Jika punya waktu untuk bekerja atau belajar di sekolah saat pagi, maka tekunilah aktivitas tersebut. Jika tidak, maka hafalan bisa dilanjutkan hingga mendekati Zhuhur. Lantas sebelum Zhuhur, ambillah waktu untuk melakukan qailulah (tidur siang sejenak).

c. Setelah ‘Ashar digunakan untuk muthala’ah (menelaah), membaca, belajar, menghadiri majelis ilmu, atau mengulang hafalan yang telah dihafal.

d. Setelah Maghrib digunakan untuk menghadiri majelis ilmu. Sedangkan ba’da Isya’ digunakan untuk mengulang pelajaran atau menelaah suatu pelajaran. Namun penjadwalan di atas berbeda untuk setiap orang. Seorang pekerja dengan seorang yang masih jadi pelajar atau mahasiswa, tentu berbeda manajemen waktunya. Seorang yang telah menikah dan yang masih bujang, juga berbeda. Orang yang super sibuk dengan yang biasa saja, tentu berbeda pembagian waktunya.

Bagaimana Caranya Mendalami Ilmu Agama?

Ini beberapa saran dari Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, No. 10324.

1. Mulai dari menghafalkan dan memahami Al-Qur’an semampunya.
2. Mempelajari aqidah.
3. Mempelajari fkih dari kitab dasar dalam madzhab.
4. Mempelajari ilmu-ilmu alat seperti nahwu dan sharaf (kaidah bahasa Arab), ilmu ushul fiqh dan ilmu hadits.
5. Menghiasi diri dengan mempelajari akhlak dan adab.

Posting Komentar untuk "Membagi Waktu Untuk Belajar Agama Berat?"