Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Keutamaan Niat Daripada Amalan

Makna Kaidah Niat
Kaidah ini menjelaskan keberkahan dan nilai pahala yang besar dalam niat, karena niat semata sudah termasuk kategori ibadah yang diberi pahala oleh Allah Ta'ala, di antara yang menyebabkan timbangan amal kebaikan seseorang bertambah dan derajatnya naik di akhirat adalah niat yang shalih.


Barangsiapa berniat baik maka ia akan mendapatkan pahala, meskipun dia belum mampu merealisasikannya dengan amalan, apabila niat baik itu disertai dengan amalan, maka ia meraih dua pahala, yaitu pahala niat dan pahala amalan.

Oleh karena itu, niat lebih mendalam dan lebih utama daripada amalan, apabila kedua terpadu, maka itu cahaya di atas cahaya, Imam Ibnul Qayyim berkata, "Adapun niat, maka ia adalah pokok dan tiang seluruh perkara.

Niat juga adalah asas dan pondasi yang terbangun di atasnya segala perkara, sesungguhnya niat adalah ruh amalan, pemimpin dan pengendalinya, sedangkan amalan sekedar mengikuti, amalan menjadi sah sesuai keabsahan niat dan menjadi rusak dengan rusaknya niat, dengan niat tersebut akan didapatkan taufiq, adapun ketiadaan niat akan mendatangkan kehinaaan, dengan niat pula bertingkat-tingkatlah derajat manusia di dunia dan akhirat." (I’lam al-Muwaqqi'in, 6/105).

Dalil yang Mendasari
Banyak dalil yang menunjukkan eksistensi kaidah ini, di antaranya hadits Jabir bin Abdullah Ra, ia berkata, "Kami pernah bersama Nabi Saw dalam suatu peperangan, kemudian Beliau Saw bersabda : "Sesungguhnya di Madinah ada beberapa laki-laki yang mana tidaklah kalian menempuh perjalanan, tidak pula melewati lembah melainkan mereka bersama kalian, sakit telah menghalangi mereka." Dalam riwayat yang lain "Melainkan mereka berserikat dengan kalian dalam pahala." (H.R. Al-Bukhari No.4423 dan Imam Muslim No. 1911).

Juga hadits Abu Kabsyah Al-Anmari Ra yang pernah mendengar Rasulullah bersabda : "Sesungguhnya dunia itu untuk 4 (empat) orang :
(Pertama), Seorang hamba yang Allah berikan rezeki berupa harta dan ilmu, kemudian dia bertaqwa kepada Rabbnya pada rezeki itu. Dia berbuat baik kepada kerabatnya dan ia mengetahui hak Allah padanya, hamba ini berada pada kedudukan terbaik. 

(Kedua), Seorang hamba yang Allah beri ilmu namun tidak diberi harta, orang ini memiliki niat yang baik dan mengatakan, "Seandainya aku memiliki harta, aku akan berbuat seperti perbuatan si Fulan". Dengan niatnya yang baik itu, maka pahala keduanya sama.
(Ketiga), Seorang hamba yang Allah beri harta namun tidak diberi ilmu, kemudian dia berbuat sembarangan dengan hartanya tanpa ilmu, dia tidak bertaqwa kepada Rabbnya dalam masalah harta itu, tidak berbuat baik kepada kerabatnya dengan hartanya dan tidak mengetahui hak Allah pada harta itu. Hamba ini berada pada kedudukan yang terburuk.
(Keempat), Dan seorang hamba yang Allah tidak memberinya harta maupun ilmu, kemudian dia mengatakan, "Seandainya aku memiliki harta aku akan berbuat seperti perbuatan si Fulan (orang ketiga)". Maka dengan niatnya itu maka keduanya mendapatkan dosa yang sama." (H.R. At-Tirmidzi No. 2325 dan Ibnu Majah No. 4228).

Sisi pendalilan dari hadits ini yaitu berkaitan dengan orang kedua yang diberi ilmu namun tidak diberi harta, ia mendapatkan pahala sebagaimana orang pertama, karena ia memiliki niat jujur dan tekad kuat untuk melakukan amalan orang pertama, apabila ia diberi harta, ini menunjukkan bahwa niat itu lebih penting daripada sekedar amalan.

Contoh Penerapan Kaidah
Di antara contoh penerapan kaidah yang mulia ini adalah sebagai berikut :

1. Seseorang yang ingin memberikan zakat kepada orang fakir dan ia telah berusaha untuk mencarinya, kemudian ia mendapatkan seseorang yang menurut perkiraan kuatnya dia adalah orang fakir, lalu ia memberikan zakat kepadanya, ternyata orang tersebut adalah orang kaya, maka menurut pendapat yang shahih adalah kewajiban zakatnya telah gugur, karena perkiraan kuat itu telah cukup dalam mengerjakan amalan, bahkan ia mendapatkan pahala semisal orang yang menyerahkan zakat kepada yang berhak menerimanya, meskipun realitanya ia memberikan kepada orang kaya, hal tersebut dikarenakan niatnya yang shalih.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Saw dalam hadist Abu Hurairah Ra yang diriwayatkan oleh Imam Muslim No. 1022 tentang kisah seorang pembayar zakat.

2. Seorang wanita yang di malam hari berniat untuk melaksanakan puasa Arafah atau puasa Asyura' esok harinya, ternyata kemudian terhalangi karena haid, maka Insya Allah dicatat baginya pahala melaksanakan puasa tersebut.

3. Seseorang yang berniat melaksanakan shalat malam dan telah mempersiapkan segala yang bisa membantunya bangun malam, namun ternyata ia tidak terbangun, maka dengan niat yang shalih tersebut Insya Allah ia dicatat melaksanakan shalat malam.

4. Seseorang yang berniat untuk mengeluarkan zakat dan telah mempersiapkan hal-hal yang berkaitan untuk bisa melaksanakannya, akan tetapi kemudian harta yang akan dizakati itu terbakar, bukan karena keteledorannya, maka sesungguhnya telah gugur kewajiban zakat darinya.

Bahkan diharapkan ia mendapat pahala mengeluarkan zakat karena ia telah berniat dan bertekad untuk menunaikannya, hanya saja muncul perkara yang menghalangi, sehingga tidak bisa mewujudkan niatnya itu, sedangkan niat lebih utama dari sekedar amalan, demikian sebagian contoh penerapan kaidah yang mulia ini, sekaligus menggambarkan betapa pentingnya niat dan betapa besar pahala yang bisa didapatkan dengan niat yang baik, maka sudah seharusnya bagi kita untuk senantiasa memperhatikan perkara niat dan hendaklah kita berusaha meniatkan kebaikan disetiap ucapan dan perbuatan yang kita lakukan. (Diangkat dari Risalah fi Tahqiq Qawa'id An-Niyyah, Syaikh Walid bin Rasyid As-Sa'idan, Kaidah Keenam).

Posting Komentar untuk "Keutamaan Niat Daripada Amalan"