Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

HUKUMAN ZINA MEMILIKI TIGA KEKHUSUSAN

Hukuman Zina memiliki Tiga Kekhususan

Allah mengkhususkan hukuman bagi perbuatan zina dibandingkan dengan hukuman-hukuman lainnya dengan tiga hal, yaitu :
Pertama: Hukuman zina adalah dibunuh (dirajam) dengan cara yang mengerikan, dalam hukuman zina yang ringan saja, Allah menggabungkan antara hukuman terhadap fisik dengan cambuk dan hukuman terhadap hati atau mentalnya dengan cara diasingkan dari negerinya selama satu tahun.

Kedua: Allah melarang hamba-hamba-Nya untuk merasa kasihan terhadap pelaku zina, sehingga mencegah mereka untuk memberlakukan hukuman kepada para pezina, sebab, Allah mansyari’atkan hukuman tersebut didasarkan atas kasih sayang dan rahmat-Nya kepada mereka, Allah sangat sayang kepada kalian, namun kasih sayang tersebut tidaklah mencegah Allah untuk memerintahkan memberlakukan hukuman ini, oleh karenanya janganlah kasih sayang yang ada di hati kalian menghalangi kalian untuk melaksanakan perintah Allah.

Hal ini walaupun sebenarnya juga berlaku pada seluruh macam hukuman (hudud) yang disyari’atkan, namun disebutkan dalam hukuman zina secara khusus, karena memang sangat penting untuk disebutkan di sini, sebab kebanyakan orang tidak mempunyai rasa marah dan sikap kasar terhadap pezina seperti sikap mereka pada pencuri, atau orang yang menuduh berbuat zina atau pemabuk.

Hati mereka cenderung lebih kasihan pada pezina ketimbang para pelaku dosa lainnya dan realita membuktikan hal itu. Oleh karena itu Allah melarang mereka, jangan sampai rasa kasihan mereka itu membuat tidak ditegakkannya hukuman Allah.

Mengapa rasa kasihan dan segan pada mereka itu timbul? Penyebabnya adalah karena perbuatan zina mungkin terjadi pada orang golongan atas, menengah dan bawah, kemudian, dalam jiwa manusia itu terdapat dorongan yang kuat untuk melakukannya dan orang yang melakukannya juga berjumlah banyak dan yang paling banyak menjadi penyebabnya adalah cinta, sementara tabiat hati manusia merasa kasihan terhadap orang yang sedang jatuh cinta, bahkan banyak di antara mereka yang siap memberikan bantuan kepada mereka, walaupun sebenarnya bentuk percintaan itu termasuk yang diharamkan dan hal ini tidak diperselisihkan lagi dan diakui oleh mayoritas manusia yang cara berfikir mereka tidak jauh berbeda dengan binatang ternak, seperti kisah cinta yang sering diceritakan para jongos dan budak wanita, selain itu juga, perbuatan dosa ini (zina) kebanyakan terjadi atas dasar suka dan rela dari kedua belah pihak, bukan dengan pemaksaan, penganiayaan dan pemerkosaan yang membuat jiwa orang-orang geram. Dalam hal ini, syahwat banyak berpengaruh, sehingga timbullah perasaan kasihan yang mungkin akan menghambat ditegakkannya hukuman Allah ini semua timbul dari iman yang lemah.

Kesempurnaan iman itu dicapai dengan adanya kekuatan yang dengan itu perintah Allah dapat ditegakkan, juga adanya rahmat (kasih sayang) terhadap orang yang dijatuhi hukuman tersebut, sehingga dia bisa sejalan dengan Allah dalam perintah dan rahmat-Nya.
 

Ketiga: Allah memerintahkan agar hukuman terhadap pelaku zina (baik itu cambuk ataupu rajam) hendaknya dilakukan di hadapan khalayak orang-orang mu’min, bukan ditempat yang sepi sehingga tidak ada orang yang dapat menyaksikannya. Hal ini dilakukan agar hal tersebut lebih efektif untuk tujuan “zajr” (membuat jera pelaku dan membuat takut orang lain melakukannya).

Hukuman bagi pezina yang “muhshan” (pernah menikah) diambil dari hukuman Allah terhadap kaum Nabi Luth As yang dilempar dengan batu, karena perbuatan zina dan liwath (homoseks yang dilakukan kaum Nabi Luth As) adalah sama-sama perbuatan fahisyah (keji dan kotor), keduanya dapat menimbulkan kerusakan yang bertentangan dengan hikmah Allah dalam penciptaan alam semesta.

Kerusakan dan bahaya yang ditimbulkan oleh praktek liwath (homoseks) itu sungguh sulit untuk dihitung, orang yang menjadi korban perbuatan tersebut lebih baik dibunuh daripada jadi objek homo, sebab dia telah tertular kerusakan yang tidak bisa diharapkan untuk baik kembali selamanya. Semua kebaikannya sudah hilang, bumi sudah menghisap habis rasa malu dari mukanya, sehingga dia tidak akan malu lagi kepada Allah, juga kepada makhluk-Nya. Hati dan jiwa orang tersebut sudah diracuni oleh sperma pelaku liwath seperti pengaruh racun dalam tubuh manusia.

Ada perbedaan pendapat di antara sebagian orang, apakah orang yang menjadi objek liwath bisa masuk syurga atau tidak? Dalam hal ini ada dua pendapat. Ibnu Taimiyah pernah mengungkapkan dua pendapat ini, mereka yang mengatakan tidak akan masuk surga memberikan hujjah dengan beberapa hal, yaitu : Rasulullah Saw bersabda : “Anak zina tidak akan masuk syurga." (H.R. Imam Bukhari).

Bila nasib dan kondisi anak hasil zina sudah demikian, padahal dia tidak mempunyai dosa apa-apa, hanya saja dia dicurigai sebagai tempat berbagai kejelekan dan kotoran, serta dia pantas untuk tidak mendatangkan kebaikan apapun selamanya, disebabkan karena dia tercipta dari nuthfah (sperma) yang nista, bila tubuh yang tumbuh menjadi besar dengan barang yang haram saja sangat pantas untuk masuk neraka, maka bagaimana lagi dengan tubuh yang memang tercipta dari sperma yang haram? Mereka mengatakan, "orang yang menjadi objek liwath itu lebih jelek dari anak hasil zina, lebih hina dan lebih dina pula. Dia itu memang pantas untuk tidak mendapat hidayah kebaikan. Dia juga pantas dihalangi mendapatkan hidayah tersebut. Dan setiap kali dia melakukan amal yang baik, maka Allah akan menggandengkannya dengan amalan lain yang dapat merusaknya, sebagai hukuman baginya.

Dan memang jarang kita dapati bahwa orang yang pernah jadi objek liwath di masa kecilnya, kecuali dia akan lebih parah dimasa tuanya. Dia tidak berhasil mendapatkan ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih dan taubat yang nasuha, namun setelah diteliti, yang lebih tepat untuk dikatakan dalam masalah ini, yaitu bahwa bila orang tersebut bertaubat dan kembali kepada Allah, kemudian mendapatkan karunia taubat yang nasuha serta amal yang shalih, lalu kondisinya di masa tua lebih baik dari kondisi di masa kecilnya, lalu merubah perbuatan-parbuatan jeleknya dengan berbagai macam kebaikan serta mencuci aibnya dengan beragam ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah, juga menjaga pandangan matanya, menjaga kemaluannya dari yang haram dan benar-benar jujur kepada Allah dalam amalannya, maka orang yang semacam ini akan mendapat ampunan dan dia akan termasuk penduduk syurga.

Bila taubat itu kita ketahui dapat menghapus segala macam dosa, sampai dosa syirik kepada Allah, membunuh para Nabi dan para wali Allah atau sihir, kufur dan lain sebagainya, maka kita tidak boleh membatasi penghapusan terhadap dosa yang satu ini, padahal, dengan keadilan dan karunia yang Maha Kuasa, hikmah Allah menetapkan bahwa : “Orang yang bertaubat dari dosanya sama seperti orang yang tidak berdosa” (H.R. Ibnu Majah).

Dan Allah sendiri telah memberikan jaminan bahwa barangsiapa yang bertaubat dari perbuatan syirik, pembunuhan jiwa dan zina, Allah akan mengganti perbuatan-perbuatan jeleknya dengan kebaikan-kebaikan dan ini adalah ketentuan hukum yang umum mencakup setiap orang yang bertaubat dari berbagai macam dosa.

Allah berfirman : “Katakanlah, Wahai hamba-hamba-Ku yang aniaya terhadap diri mereka, janganlah kalian putus asa akan rahmat Allah, sesungguhnya Allah akan mengampuni seluruh dosa, sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Pengasih.” (Q.S. Az-Zumar : 53).

Dan tidak akan keluar dari keumuman ayat ini satu macam dosa pun. Namun hal ini hanya khusus bagi mereka yang bertaubat, bila ternyata orang yang menjadi objek liwath di masa tuanya lebih jelek dari masa kecilnya, tidak mendapatkan karunia taubat nasuha dan amal shalih, tidak segera mengganti ketaatan yang dia tinggalkan dan tidak pula mau menghidupkan apa yang sudah ia matikan, juga tidak mengubah perbuatan-perbuatan jeleknya dengan kebaikan, maka orang semacam ini sulit untuk mendapatkan husnul khatimah yang dapat memasukkannya ke dalam syurga di saat akan meninggal kelak.

Hal itu sebagai hukuman atas perbuatan yang jelek dengan kejelekan lainnya, sehingga bertumpuklah hukuman perbuatan jelek yang akan diterimanya, sebagaimana Allah juga memberikan ganjaran bagi sebuah perbuatan baik dengan perbuatan baik selanjutnya.

Posting Komentar untuk "HUKUMAN ZINA MEMILIKI TIGA KEKHUSUSAN"