Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

RIYA’ DALAM BERIBADAH

Syarat di terimanya amal ibadah yang di lakukan adalah bersih dari sifat riya' dan sesuai dengan petunjuk ajaran Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Saw, orang yang beramal ibadah dengan maksud tertentu misalnya ingin di lihat orang lain dan ingin di sebut rajin ibadah adalah hal utama yang di namakan riya'. Jika melakukan hal sedemikian maka ia jelas telah terjerumus pada perbuatan syirik kecil dan amal itu jadi sia-sia belaka. 

Allah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas, mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan Allah dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (Q.S. An Nisaa' Ayat 142).

Demikian pula jika ia melakukan suatu amalan dengan tujuan agar di beritakan dan di dengar oleh orang lain, maka ia termasuk syirik kecil. Rasulullah memberikan peringatan kepada mereka pada sabdanya yang di riwayatkan oleh Ibnu Abbas Ra, “Barangsiapa melakukan perbuatan sum’ah (ingin di dengar oleh orang lain), niscaya Allah akan menyebarkan aibnya dan barang siapa melakukan perbuatan riya’, niscaya Allah akan menyebarkan aibnya.” 


Barang siapa melakukan suatu ibadah, tetapi ia melakukannya karena mengharap pujian manusia di samping ridha Allah, maka amalannya menjadi sia-sia belaka, seperti di sebutkan dalam hadits qudsi : “Aku adalah yang Maha Cukup, tidak memerlukan sekutu, barang siapa melakukan suatu amalan dengan di campuri perbuatan syirik kepada-Ku, niscaya Aku tinggalkan dia dan (tidak Aku terima) amal syiriknya." (H.R. Muslim).

Barang siapa melakukan suatu amal shaleh, tiba-tiba terdetik dalam hatinya perasaan riya’, tetapi ia membenci perasaan tersebut dan ia berusaha untuk melawan serta menyingkirkarnya dan segera bertaubat serta beristighfar mohon ampunan, maka amalannya tetap sah. 


Berbeda halnya jika ia hanya diam dengan timbulnya perasaan riya’ tersebut, tidak berusaha untuk menyingkirkan dan tidak segera bertaubat padahal ia tahu itu salah, bahkan malah menikmatinya, maka menurut jumhur (mayoritas) ulama, amal yang di lakukannya menjadi batal dan sia-sia.

Posting Komentar untuk "RIYA’ DALAM BERIBADAH"