Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Adab-Adab Buang Hajat

Suatu ketika Salman Al-Farisi pernah ditanya oleh seorang musyrik: “Apakah benar Nabi kalian mengajarkan perkara-perkara agama ini hingga adab buang hajat? Salman menjawab dengan tegas: Benar! Beliau Saw melarang kita istinja dengan tangan kanan dan melarang kita untuk menghadap kiblat (saat buang hajat).”

Sebuah hadits yang agung menggambarkan betapa sempurnanya agama islam ini, tidak hanya menjelaskan perkara-perkara yang besar dan urgen, namun juga perkara yang sering disepelekan oleh kebanyakan orang yaitu Adab Buang hajat.

Berikut ini adab-adab dalam buang hajat yang coba kami rangkumkan, Semoga bermanfaat...

Tidak Di Sembarang Tempat
Membuang hajat disembarang tempat, tidak hanya mengotori dan mengganggu orang lain namun juga menyebabkan pelakunya mendapat laknat, Allah ّberfirman : “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan yang nyata.” (QS. Al-Ahzab/33: 58).

Rasulullah Saw bersabda : "Takutlah kalian dari dua perkara yang menyebabkan pelakunya mendapat laknat, para sahabat bertanya: "Apa dua perkara itu wahai Rasulullah? Rasulullah Saw menjawab: "Yaitu orang yang buang hajat ditempat-tempat yang dilalui manusia dan tempat perteduhan mereka." (HR. Imam Muslim 269, Abu Dawud 25 dan Imam Ahmad 8636).

Berkata Syaraful Haq 'Adzim Abadi, hadits ini menunjukkan haramnya buang hajat di jalan-jalan yang dilalui oleh manusia atau tempat perteduhan mereka, karena orang yang lewat akan merasa jijik dan terganggu dengan najisnya. (Aunul Ma’bud 1/31).

Larangan Kencing Pada Air Yang Tenang

Berdasarkan hadits : “Janganlah kalian kencing pada air yang tenang lagi tidak mengalir.” (HR. Bukhari 239 dan Imam Muslim 282).

Imam Nawawi berkata: “Jika airnya banyak dan mengalir, maka tidaklah diharamkan kencing didalamnya, akan tetapi menjauhinya lebih utama”. (Syarah Shahih Muslim 3/523).

Tidak Membawa Sesuatu Yang Bertuliskan Nama Allah

Yang demikian sebagai bentuk pemuliaan dan penjagaan nama Allah dari penghinaan, karena itu tidaklah layak bagi seorang muslim ketika buang hajat membawa sesuatu yang bertuliskan lafadz Allah, kecuali karena darurat.

Adapun mushaf Al-Qur'an tidak diragukan lagi larangannya untuk dibawa ketika buang hajat, dan inilah pendapat ahlu 'ilmi. ( Lihat Syarah Mumti’ 1/91 oleh Syaikh Ibnu Utsaimin).

Perhatian:
Hadits yang menjelaskan bahwasanya Nabi Saw apabila buang hajat beliau melepas cincinnya yang bertuliskan lafadz Allah, hadits ini adalah dha'if, riwayat Abu Dawud No.19 dan dia berkata: “Ini adalah hadits munkar”, At-Tirmidzi 1746, 47-Syamail, Ibnu Majah 303, An-Nasai 5210 dan dia berkata: “Hadits ini Ghairu Mahfudz‟ (Syadz), Al-Baihaqi 1/95, Hakim 1/187, Ibnu Hibban 1413, Qurthubi dalam Tafsirnya 10/88, Imam Nawawi berkata: “Hadits ini ditolak keabsahannya!” ( At-Talkhis 1/160).

Al-Albani berkata: “Apa yang dikatakan Abu Dawud adalah benar, karena jumhur ulama telah mendha'ifkan hadits ini”, (lihat Al-Misykah 343, Mukhtasar Syamail Muhammadiyah 75).

Masuk Dengan Mendahulukan Kaki Kiri dan Berdoa
Berdasarkan hadits : "Dari Aisyah Ra dia berkata: Adalah Rasulullah Saw mencintai untuk mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, bersisir, bersuci dan pada perkara mulia lainnya." (HR. Bukhari 168 dan Imam Ahmad 6/187).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Telah tetap dalam kaidah syar'i bahwa perbuatan yang didalamnya mungkin untuk dilakukan antara kanan dan kiri, maka hendaklah mendahulukan yang kanan pada perkara-perkara yang baik dan mulia semisal: memakai sandal, masuk masjid, keluar WC dan lainnya, adapun perkara-perkara yang hina dan kotor seperti: masuk WC, keluar masjid, melepas sandal maka hendaklah kaki kiri didahulukan." (Majmu Fatawa 21/109).

Kemudian berdoa :
اَللُّ هّ م إِِّ نّْ أَعُْوذُبِ َ ك ِم َ ن اْلخُبُ ِ ث َو اْلخَبَائِ ِ ث
“Yaa Allah… Aku berlindung kepada-Mu dari gangguan Syaithan laki-laki dan Syaithan perempuan.” (HR. Bukhari 142 dan Imam Muslim 375).

Ibnu Batthal berkata: “Doa ini tidak hanya dibaca pada tempat-tempat buang hajat (semisal kakus, jamban, toilet), namun juga pada tempat-tempat lainnya”. (semisal tanah lapang, kebun). (lihat Subulus Salam 1/154).

Larangan Menghadap Kiblat

Dalam masalah ini ada beberapa hadits yang menjelaskan, hadits Abu Ayyub Al-Anshari, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda : إِذَا أَتَى أَ َ ح ُ دُ ك ْ م اْلغَائِ َ ط فَلاَ يَ ْ ستَ ْ قبِِ ل اْلِ قبْلَةَ َولاَ يَُوِّ لذَا ظَْ هَرهُ
“Apabila salah seorang diantara kalian buang hajat, maka janganlah ia menghadap kiblat atau membelakanginya!” (HR. Bukhari 144 dan Imam Muslim 264).

Dari Jabir bin Abdullah dia berkata : “Nabi Saw melarang kami menghadap kiblat ketika buang hajat, akan tetapi aku melihatnya menghadap kiblat setahun sebelum wafatnya.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah 325, Ibnu Khuzaimah, Imam Ahmad 5/515, Ibnu Hibban 1320, Ibnu Jarud).

Hadits Abdullah bin Umar dia berkata: “Sesungguhnya manusia berkata; apabila buang hajat janganlah menghadap kiblat atau baitul maqdis, padahal suatu hari aku pernah naik rumah saudara perempuanku (Hafshah) dan aku melihat Rasulullah Saw buang hajat dengan menghadap Baitul Maqdis.” (HR. Bukhari 145 dan Imam Muslim 266).

Hadits-hadits diatas nampaknya bertentangan satu sama lain, karena itu para ulama berselisih tajam dalam masalah ini, apakah hukum menghadap kiblat dan membelakanginya ketika buang hajat bersifat mutlak, baik pada bangunan maupun tanah lapang??!.

Hadits Abu Ayyub berfaidah larangan menghadap kiblat dan membelakanginya secara mutlak, sedangkan hadits Jabir menjelaskan bahwa akhir perkara Rasulullah Saw menunjukkan bolehnya menghadap kiblat, sementara hadits Abdullah bin Umar menunjukkan bolehnya membelakangi kiblat tidak menghadapnya pada bangunan atau yang semisalnya.

Yang benar dalam masalah ini, adalah pendapat jumhur ulama yang mengkompromikan dali-dalil yang ada, bahwa menghadap kiblat dan membelakanginya dilarang pada tanah lapang atau tempat yang tidak ada penutup dan pembatasnya, adapun pada bangunan atau tempat yang ada penutup dan pembatasnya maka dibolehkan.

Inilah pendapat yang dipilih oleh Al-Abbas bin Abdul Muthalib, Abdullah Bin Umar, Sya'bi, Ishaq Bin Rahawaih, Imam Malik dan Syafi'i. (Lihat Syarah Shahih Muslim 2/497).

Juga pendapat para ulama lainnya, seperti Imam Nawawi dalam Majmu’ Syarah Muhadzzab (2/93), Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (1/323), Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (1/221), As-Shan'ani dalam Subulus Salam (1/162), Syaikh Ibnu Baz dalam fatawanya(10/35), Lajnah Daimah (5/95, No. 4480) dan Ibnu Utsaimin dalam Fatawanya (11/111). Wallahu ‘Alam.

Menjaga Aurat
Berkata Imam Ibnu Qudamah berkata, "Disukai untuk menutup aurat ketika buang hajat, jika ia mendapati kebun, rerimbunan, pohon atau lainnya hendaklah ia menutup diri dengannya, jika tidak maka hendaklah ia menjauh hingga tidak dilihat seorangpun.” (Al-Mughni 1/222).

Dari Abdullah Bin Ja'far dia berkata: “Rasulullah Saw pernah memboncengku pada suatu hari dan beliau menceritakanku sebuah hadits yang tidak aku ceritakan kepada seorangpun, bahwasanya beliau paling suka untuk menjaga aurat ketika buang hajat dengan pergi ketempat yang tinggi atau yang sepi.” (HR. Imam Muslim 342, Abu Dawud 2549, Ibnu Majah 340).

Juga berdasarkan hadits : Dari Mughirah Bin Syu'bah dia berkata: “Adalah Rasulullah Saw apabila buang hajat, menjauh ketempat yang sepi.” (HR.Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, An-Nasai, Ad-Darimi).

Imam Nawawi berkata: "Didalam hadits terdapat anjuran untuk menjaga aurat ketika buang hajat, baik ditempat sepi, terlindung atau yang lainnya, yang dapat menutupi dari pandangan orang." (Syarah Shahih Muslim 3/29).

Kalau Kencing Berdiri?
Dari Aisyah Ra, dia berkata: “Barang siapa yang menceritakan kalian bahwasanya Nabi Saw kencing berdiri janganlah dipercaya! Tidaklah Nabi kencing kecuali dengan duduk.” (HR. At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah dan Imam Ahmad 6/192).

Hudzaifah bin Yaman Ra berkata: “Aku pernah pergi bersama Nabi Saw, kemudian beliau berhenti pada suatu tempat dan kencing dengan berdiri." (HR. Bukhari 226, Imam Muslim 273).

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: Yang dzhahir bahwa perbuatan nabi diatas menunjukkan bolehnya hal itu, sekalipun beliau paling sering kencing dengan duduk, adapun perkataan Aisyah hanya sebatas pengetahuannya didalam rumah, yang dia tidak tahu pada selainnya. (Fathul Bari 1/430).

Kesimpulannya: kencing dengan berdiri atau duduk dibolehkan, yang terpenting adalah aman dari percikan air kencingnya. (lihat As-Shahihah 1/393).

Perhatian:
Hadits yang berbunyi: Dari Umar dia berkata: “Nabi melihatku kencing dengan berdiri, maka beliaupun menegurku seraya berkata: Hai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri!” (HR. At-Tirmidzi 12, Ibnu Majah 308, Ibnu Hibban 135, Al-Baihaqi 1/102).

Ini adalah hadits yang dha'if, didha'ifkan oleh At-Tirmidzi dalam sunan-nya, Al-Albani dalam Ad-Dha'ifah 934.

Larangan Menggunakan Tangan Kanan
Imam Ibnu Qayyim berkata: "Adalah Nabi Istinja dan Istijmar dengan tangan kirinya". (Zaadul Ma’ad 1/166).

Dari Abu Qatadah dari bapaknya bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Apabila salah seorang diatara kalian kencing, maka janganlah ia memegang kemaluannya dan beristinja dengan tangan kanannya." (HR. Bukhari 154 dan Imam Muslim 267).

Imam Nawawi berkata: "Ulama bersepakat atas haramnya beristinja dengan tangan kanan". (Syarah Shahih Muslim 2/498).

Apa Itu Istinja
Istinja adalah bersuci dengan menggunakan air, batu atau yang lainnya, hal ini wajib dilakukan untuk mensucikan segala sesuatu yang keluar dari dua jalan [seperti air kencing, berak, madzi]. (Lihat Al-Mughni 1/206, Majmu’ Syarah Muhadzzab 2/110).

Adapun dalil istinja dengan air, berdasarkan hadits : Dari Anas Bin Malik Ra, dia berkata: Adalah Nabi Saw apabila hendak buang hajat, maka aku dan seorang anak sebayaku membawakan seember air untuknya." (HR. Bukhari 150).

Imam Asy-Saukani berkata: "Hadits ini menunjukkan tetapnya istinja dengan air" (Nailul Authar 1/96, lihat pula Al-Mugni 1/208).

Apa Itu Istijmar
Termasuk keindahan agama islam, bahwasanya agama ini datang dengan membawa kemudahan dan menghilangkan kesukaran, Allah berfirman :
يُِ ري ُ د ا ّ للَُّ بِ ُ كمُ الْيُ ْ سَر َولاَ يُِ ري ُ د بِ ُ كمُ الْعُ ْ سَر
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah/2:185).

Diantara kemudahan tersebut adalah bolehnya bersuci dengan menggunakan air, batu, daun atau selainnya, adapun Istijmar adalah bersuci dengan menggunakan batu, orang yang akan beristijmar hendaklah ia menjauhi tulang dan kotoran, berdasarkan hadits : Dari Abu Hurairah Ra, dia berkata: “Suatu ketika aku pernah berjalan dibelakang Rasulullah Saw tatkala ia hendak buang hajat, maka beliaupun berkata: "Carikanlah untukku beberapa batu yang aku dapat bersuci dengannya! Dan janganlah engkau memberiku tulang atau kotoran, maka akupun memberinya beberapa batu dengan ujung bajuku, yang aku letakkan disisinya, tatkala aku berpaling, maka Rasulullah-pun memakai batu-batu tersebut." (HR. Bukhari 155).

Sunnahnya Istijmar Dengan Bilangan Ganjil
Berdasarkan hadits: Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Saw bersabda : “Apabila salah seorang diantara kalian istijmar, maka istijmarlah dengan bilangan yang ganjil.” (HR. Bukhari 161, Imam Muslim 237).

Dan hendaklah bilangan tersebut tidak kurang dari tiga, berdasarkan hadits : Dari Salman, bahwasanya dia ditanya seorang musyrik: “Apakah Nabi kalian mengajarkan segala sesuatu hingga adab buang hajat?” Salman menjawab: “Ya! Sungguh beliau melarang kami ketika buang hajat untuk menghadap kiblat, istinja dengan tangan kanan, istinja kurang dari tiga batu, istinja dengan kotoran atau tulang.” (HR. Imam Muslim 262, At-Tirmidzi 16, Abu Dawud 7 dan Ibnu Majah 316).

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Berdasarkan hadits ini, Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Ahli hadits mensyaratkan bahwa istijmar tidak boleh kurang dari tiga, dengan tetap menjaga kebersihannya, bila kurang bersih boleh lebih dari tiga dan disunnahkan ganjil. (Fathul Bari 1/336 lihat pula Al-Mughni 1/209, Majmu’ Syarah Muhadzzab 2/120 Tuhfatul Ahwadzi 1/67).

Di Bencinya Berbicara Ketika Buang Hajat
Berdasarkan hadits : Dari Abdullah Bin Umar dia berkata: “Adalah seorang laki-laki memberi salam kepada Rasulullah Saw tatkala beliau kencing, maka beliaupun tidak menjawabnya.” (HR. Imam Muslim 370, Abu Dawud 16, At-Tirmidzi 90, An-Nasa'i 37, Ibnu Majah 353, Lihat Al-Irwa 54).

Berkata Imam Nawawi: “Didalam hadits ini terdapat faidah bahwasanya seorang muslim yang sedang buang hajat tidak wajib menjawab salam dan faidah yang lain adalah dibencinya berbicara ketika buang hajat terkecuali ketika terpaksa.” (Syarah Shahih Imam Muslim 3/51).

Doa Keluar WC
Ketika selesai buang hajat, hendaklah keluar dengan mendahulukan kaki kanan seraya berdoa : “Yaa… Allah aku mohon ampunan-Mu.” (HR. At-Tirmidzi 7, Abu Dawud 30, Ibnu Majah 300, Imam Ahmad 24694, Ibnu Sunni dalam Amal Yaum wa Lailah 23, Al-Hakim 1/158, Al-Baihaqi 1/97).

Demikianlah pembahasan kali ini, semoga Allah menjadikannya ikhlas mengharap wajah-Nya dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin. Wallahu ‘Alam.

Posting Komentar untuk "Adab-Adab Buang Hajat"