Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

RAHASIA YANG TERAGUNG

Bukan manusia, jika sepanjang umur seseorang tidak pernah merenungkan tentang dirinya, yaitu dari manakah dia, mau kemana, lalu bagaimana kesudahannya? Apa yang bakal terjadi sesudah mati? Apakah segala sesuatu akan berakhir menjadi tanah? Apakah dirinya. hanya sekadar mainan? Ataukah semua itu merupakan rangkaian episoda yang terjalin dalam sebuah kisah? Sudah adakah kita sebelum di lahirkan? Siapa sebenarnya diriku ini? Hikmah apakah yang terkandung dalam wujudku ini? Seorang dirikah aku dalam mengembara di alam wujud ini? Atau, benarkah di sana ada yang selalu melihatku, memeliharaku, dan memperhatikan keadaan diriku? Bukan manusia jika seseorang tidak pernah berupaya memecahkan misteri ini, kemudian menjawab semua pertanyaan dan menganalisanya dengan penuh antusiasme atau mendengarkan orang yang bisa menjawab semua pertanyaan itu dengan penuh perhatian.Persoalannya bukan lantaran sok ingin berfilsafat, seperti di katakan oleh kaum materialis, tetapi, persoalan tersebut memang amat kompleks dan semuanya berporoskan pada masalah ini. Jika kaum materialis hanya sibuk dengan urusan perut, kawin dan kelezatan 'sementara, kemudian berpaling dari persoalan yang agung ini, maka amat jauhlah mereka dari rasa kemanusiaan. Dan ini sungguh merupakan sikap yang sangat nista. Anda pasti mendengar perkataan salah seorang dari mereka, sambil memalingkan muka dan menolaknya dengan isyarat tangan, "Ah, itu kan persoalan yang tidak perlu di bahas!” Bahkan mereka mengeluarkan slogan yang sudah begitu lekat di kalangan partai mereka. Slogan itu berisi larangan keras untuk mempersoalkan masalah ini, nereka ingin agar semua orang menjadi abdi-abdi perut. Seorang badawi yang amat lugu telah mengekspresikan gambaran yang ini tatkala berada di padang sahara. Ia memutar pandangm matanya seputar bumi dan langit, kemudian berkata pada dirinya sambil memperhatikan jejak-jejak untanya di pasir, “Tahi unta menunjukkan adanya jejak, dan jejak-jejak ini menunjukkan adanya perjalanan, bukankah keberadaan Langit yang penuh bintang, bumi yang terhampar dan laut yang berombak menunjukkan keberadaan Sang Pencipta Yang Maha Lembut lagi Maha Pencipta?"

Di sini, fitrah yang suci bersih sebersih udara yang bebas lepas, dengan sekilas pandang lelah, menemukan eksistensi hikmah dan tahanan yang rapi, dengan spontan ia mengingkari wujud penciptaan sebagai suatu mainan dan kini dirinya beroleh petunjuk ke arah hakikat yang sebenamya. Allah berfirman : "Sesungguhnya mereka (kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak mempedulikan hari yang akhir (hari akhirat)". (Q.S. 76 : 27). Bagaimana yang banyak di alam itu bisa ada dari Yang Satu? Lalu, apakah hubungan antara Allah dengan nama-nama-Nya? Apakah seluruh nama itu memang menunjukkan kepada-Nya, ataukah yang lain-Nya? Apakah kita sudah berwujud sebelum diturunkan ke dalam rahim‘? Di mana dan bagaimana, lalu apa yang terjadi sesudah mati? Apakah alam barzakh itu? Dan apa pula alam akhirat? Apakah di akhirat itu ada amalan dan derajatnya pun bertingkat-tingkat seperti di dunia? Apakah di alam akhimt jugs ada ibadah? Sampai kapan? Apakah kita bakal melihat Allah di akhirat? Mungkinkah kita melihat-Nya di dunia (bukn penulis yang berjudul Aku Melihat Allah, mengandung muqaddlimah yang panjang tentang rnasalah ini) Apakah rahasia qadar? Apakah yang di namakan Al-Fath terbuka jalan menuju Allah)? Dan ul-Kasyf (terbukanya hiiab, hingga dapat melihat Allah)? Apakah hijab (penghalang) ghaib itu bisa tersingkap dan bagaimana caranya? Apa yang terlihat oleh seseorang ketika hijab ghaib tersingkap? Dan siapa sebenamya Al-’Arif (yang mengetahui Allah) dan Al-KamiI (yang sempuma)? Tema perbincangan sekarang ini merupakan sebuah riset dan penelitian, yang dalam hal ini kami merujuk kepada para Arifin dan mengambil sumber dari pendapat para Auliya‘ Quthb yang besar dan sempuma keilmuannya. Mereka adalah Ahlu ’l-Kasyf dan Ahlu 'I-Fath yang tidak di ragukan lagi ilmu dan kejujuran mereka dalam beragama, seperti: Ibnu ’Arabi, Al-Ghazali, An-Nifarri, Al-Jailani, Abu ’I-Azairm. Kami juga mengambil sumber dari sebuah disertasi untuk meraih gelar Doktor yang di tulis oleh Dr. Muhammad Mushthafa, berjudul Ramziyyuhu (lsyarut Shufi). Menurut Ibnu ’Arabi, buku ini sangat berjasa dalam upaya memahami pribadi Ibnu ’Arabi sebagai Shufi yang agung, sekarang, kita telah berhimpun dengan Ahli Allah atau kekasih-kekasih-Nya yang telah terbuka hatinya untuk memahami rahasia-rahasia ketuhanan. Jadi, sekarang ini kita tidak lagi bersama-sama orang yang keras kepala dan sombong, yang juga ahli dalam bidang perbalahan dan tidak menggunakan metoda perbalahan atau penyanggahan semua hujjah. Pegangan adalah apa yang di katakana oleh Ibnu ’Arabi, bahwa prinsip Ilmu Tasawuf adalah “tidak ada pertentangannya”. Artinya, tidak menentang pendapat orang lain dan tidak pula memaksanya untuk tunduk melalui perbalahan.

Dalam hal ini, Ibnu ’Arabi berkata,”Saya belum pernah menentang pendapat orang lain. Setiap kelainan yang timbul dariku adalah pelajaran dan bukan pertentangan, karena sesungguhnya diriku belum pernah merasa berada dalam tekanan keperkasaan Tuhan dan tidak pernah pula berada dalam kekuasaan hukum-Nya."

Dalam hal ini, dia merasa sangat kecewa sambil mengucapkan firman Allah : "Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat Petunjuk." (Q.S. 2 : 272). "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang di kehendaki-Nya." (Q.S. 28 : 56). "Karena hanyalah pemberi perirqgatan bagi siapa yang takut kepadanya (hari berbangkit).” (Q.S. 79 : 45). "Kewajiban Rasul tidak Iain hanyalah menyampaikan." (Q.S. 5 : 59). "Jagalah dirimu, tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk-Ku.” (Q.S. 5 : 105). Orang yang berjalan bersama dalam kebaikan dengan cara sufi ini, akan menjumpai perjalanan ini amat berat dan lebih sulit, sebab sarat misteri, hingga terkadang in sulit untu memahami, atau mungkin tidak bisa sama sekali. Jika ingin melampaui cakrawala langit dan bumi, menembus batas ruang dan waktu, untuk meraba hakikat Al-Muthlaq (Allah), saat itu, kata-kata tidak bisa lagi mengungkapkannya dan kalbu pun tak menemukan kata-kata atau kalimat yang paling sesuai untuk melahirkannya, lantaran berada di luar batas kemampuan huruf untuk mengungkapkan makna-makna yang ada (begitulah selamanya dalam menyelami lautan makrifat illahiyah) menurut keterangan para Arif Billah (kaum sufi)`

Imam Abu ’l’Azaim pernah berkata,”Sesungguhnya kalimat (ibarat) itu tidak akan cukup untuk menjelaskan sekelumit saja dari perkataan ‘Arifin (Aulia), begitulah, karena sesungguhnya hal itu merupakan nur-nur (cahaya-cahaya) dan isyarat-isyarat (illahi), sedang jiwa ini hanya bisa mengecap makna sesuai dengan kemampuan yang telah di anugerahkan Allah kepadanya." Kemudian, beliau melanjutkan perkataannya,"Kalimat (ibarat) ticlak akan bisa mengungkapkan hakikat (Allah) yang sebenamya, andaikan bisa tentulah di muka bumi ini tidak ada orang kafir.” An-Nifarri berkata, “Kalimat adalah hijab dan huruf pun hijab.“

Ibnu ’Arabi berkata, “Allah tidak akan menampakkan Dzat-Nya dalam bentuk yang sama di hadapan dua orang yang sedang kasyf dan tidak pula dalam satu bentuk dalam dua kali kasyf. Dia menampakkan Dzat-Nya dalam bentuk yang tidak ada misalnya. Karenaitu, ikhwal-Nya mustahil di garnbarkan dan kata-kata pun tidak akan mampu mengungkapkan-Nya, lantaran sifat Allah adalah : "Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.“ (Q.S. 42 : 11). Lantaran tidak ada yang menyamai-Nya, maka mustahil istilah-Lstilah mengungkapkan-Nya dan mustahil pula membahas perkara ini macam apa adanya, di mana semua orang akan bisa memahaminya, hanya Allah yang mengetahui hikmah dan rahasia hal ini. Allah Maha Agung, Dia bukan seperti jalan (pintu) yang bisa dengan mudah di lalui (di datangi) oleh setiap warid (pencari ilmu/hamba), tetapi, Dia-Lah yang mendatangi mereka satu per satu.

Di antara sifat-sifat Allah ialah, Maha Perkasa dan Maha Pencegah, Dia tidak akan mengizinkan rahasia-rahasia-Nya di tampakkan, kecuali kepada orang yang benar-benar berhak menerimanya dan di kehendaki-Nya. Karena itu, Dia bukan rnerupakan jalan (pintu) yang bisa di tempuh dengan mudah oleh setiap warid. Rasulullah pernah bersabda : "Jangan engkau Iemparkan mutiara-mutiara hikmah di hadapan babi-babi, maka berarti engkau telah berbuat zhalim terhadapnya Dan jangan engkau menghalanginya dari orang yang berhak menerimanya, maka engkau telah berbuat zhalim terhadap mereka." Ilmu ini (tasawuf), di sebut sebagai ilmu yang langka, hingga karenanya boleh di katakan sebagai ilmu yang khusus dan hanya di berikan kepada orang yang khusus pula. Mengingat hal itu, maka di khususkan hanya bagi orang-orang yang peka dan berkeinginan terhadap masalah ini, bukam sembarang orang. Barangsiapa mentok di tengahnya, maka memang hanya sampai di situlah pengetahuannya. Tiap pelajar memang hanya bisa memahami kalimat-kalimatnya sesuai dengan kadar kemampuan dan pengetahuannya.

Barangsiapa di anugerahi oleh Allah dan penginderaan yang tajam, rnaka ia akan berhasil menangkap isyarat tersebut. Dan barangsiapa tidak di anugerahi indra ruhaniah, maka jangan harap bisa menangkap isyarat tersebut, rnalahan permasalahannya bertambah sarat misteri, hingga akhirnya, keringlah semua pena dan lembaran-lembaran pun di tutup dan menjadi bosan.

Posting Komentar untuk "RAHASIA YANG TERAGUNG"