CACI MAKI, FITNAH DAN SALING HAJAR
Pada masa ini dan bagaimana agar selamat dari hal-hal saling caci, saling fitnah dan saling hajar, yang mana hal ini sudah lumrah terjadi pada zaman ini, mulai dari kalangan rakyat biasa, netizen, pejabat, para kaum intelektual sampai pada kancah perpolitikan mayoritas bersikap sedemikian di atas, sibuknya sebagian mereka terhadap urusan sebagian yang lainnya, sikap saling caci dan saling tahzir (waspada), hal demikian telah menimbulkan perpecahan dan perselisihan serta sikap saling hajar dan saling fitnah dan di kenal sekarang aadalah hoax, padahal sepantasnya yang ada di antara mereka bahkan suatu keharusan adalah saling kasih dan saling sayang dan mereka menyatukan barisan mereka dalam menghadapi para ahli bid’ah dan ahli ahwa’ (pengikut nafsu sesat), ulama yang bernafsu untuk berkuasa sangat mudah di temui saat ini, sebagian malah menggunakan ayat-ayat dan hal keagamaan untuk memuluskan kepentingan tersebut.
Hal yang demikian secara umum di sebabkan oleh dua sebab, yaitu :
Pertama, sebahaqian mereka pada masa ini ada yang kebiasaan dan kesibukkannya mencari-cari dan menyelidiki kesalahan-kesalahan, baik lewat pantauan, blusukan, pemberitaan, karangan-karangan atau lewat media dan ini malah lebih produktif dalam hal menyebarkan keburukan, kemudian mentahzirnya (peringatan untuk di jauhi), barangsiapa terdapat darinya suatu kesalahan, bahkan di antara kesalahan tersebut yang membuat seseorang bisa di cela dan di tahzir yang di sebabkan ia bekerja sama padanya untuk kepentingan tertentu yang tak lebih daripada menurutkan nafsu kekuasaan belaka, lalu berbuat dengan salah satu badan sosial agama berupa jam'ah yang berikutnya memberikan ceramah secara kontroversial, ini adalah sangat merusak tatanan kehidupan beragama, bagaimana mau selamat dunia dan akhirat jika bersikap seperti ini, padahal
Allah berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mengolok-olok kumpulan yang lain, boleh jadi yang di tertawakan itu lebih baik dari mereka dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang di rendahkan itu lebih baik dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan, seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (Q.S. Al-Hujuraat Ayat 11).
Allah melarang perbuatan lisan dan tulisan untuk mengolok-olok orang lain, yakni mencaci, mencela, mencari-cari kesalahan dan menghina, sebagaimana yang di katakan Rasulullah dalam hadits shahih, yaitu beliau bersabda : “Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” Dalam riwayat lain di sebutkan : “Dan meremehkan orang lain.”
Apakah seseorang layak untuk di cela karena ia melakukan satu hal yang sudah di fatwakan oleh dua orang ulama besar? Tentang apapun itu dalam hal perbedaan pendapat, adalah lebih baik bagi seseorang menyalahkan pendapatnya terlebih dulu dari pada menyalahkan pendapat orang lain, terlebih-lebih apabila pendapat tersebut di fatwakan oleh para ulama besar yang terlihat ada maksud tertentu di dalamnya, oleh sebab itu sebagian para sahabat Nabi Saw selepas perjanjian Hudaibiyah berkata : “Wahai para manusia! Hendaklah kalian mengkoreksi pendapat akal (arro'yu) bila bertentangan dengan perintah agama." Bahkan di antara orang-orang yang di cela tersebut memiliki manfa’at yang cukup besar, baik dalam hal memberikan pelajaran-pelajaran atau melalui karya tulis atau saat berceramah atau kala berkhutbah, ia di tahzir cuma karena gara-gara ia tidak pernah di ketahui berbicara tentang si pulan atau jama’ah tertentu umpamanya, bahkan celaan dan tahziran tersebut sampai merembet kepada kebahagiaan yang lainnya di sekitarnya dari orang-orang yang manfaatnya menyebar sangat luas dan perjuangnya cukup besar dalam menegakkan dan menyebarkan sunnah serta berda’wah kepadanya, tidak ragu lagi bahwa mentahzir seperti mereka tersebut adalah sebuah tindakan menutup jalan bagi para penuntut ilmu dan orang-orang yang ingin mencari faedah dari mereka dalam mempelajari ilmu dan akhlak yang mulia dan juga tentang politik dan pemerintahan.
Kedua, sebahagian dari mereka apabila ia melihat salah seorang melakukan kesalahan, spontan ia menulis sebuah bantahan terhadapnya, kemudian orang yang di bantahpun membalas dengan menulis bantahan pula, hal ini umumnya di lakukan via media dan panggung-panggung aksi yang tak jelas manfaatnya kecuali hanya untuk kepentingan terselubung yang biasanya hal sedemikian adalah niat buruk, kemudian masing-masing dari keduanya saling sibuk membaca tulisan yang lainnya atau ceramah serta menonton viideo yang sudah lama demi untuk mengumpulkan berbagai kesalahan dan aibnya, boleh jadi sebahagiannya berbentuk keteledoran lidah, ia melakukan hal tersebut dengan sendirinya atau orang lain yang melakukan hal itu untuknya, kemudian masing-masing keduanya berusaha mencari pendukung untuk membelanya sekaligus untuk meremehkan pihak lain, kemudian pendukung dari kedua belah pihak berusaha memberikan dukungan terhadap pendapat orang yang di dukungnya dan mencela pendapat lawannya dan memaksa setiap orang yang mereka temui untuk menunjukkan pendirian terhadap orang yang tidak di dukungnya, jika tidak menunjukan pendiriannya ia di bid’ahkan mengikuti bagi penbid'ahan terhadap pihak lawannya, kemudian hal yang demikian di lanjutkan dengan perintah untuk menghajarnya (mengucilkannya).
Pertama, tentang hal yang berhubungan dengan caci maki dan tahzir, perlunya memperhatikan hal yang berikut ini :
1. Hendaknya orang yang menyibukkan dirinya dengan mencela para ulama dan para generasi muda serta mentahzir terhadap mereka tersebut hendaklah ia merasa takut kepada Allah, lebih baik ia menyibukkan diri dengan memeriksa aib-aibnya sendiri supaya ia terlepas dari aibnya tersebut, dari pada ia sibuk denga aib-aib orang lain dan menjaga kekekalan amalan baiknya jangan sampai ia membuangnya secara sia-sia dan membagi-bagikannya kepada orang yang di cela dan di cacinya, sedangkan ia sangat butuh dari pada orang lain terhadap amal kebaikan tersebut pada hari yang tiada bermanfaat pada hari itu harta dan anak keturunan kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang suci.
2. Hendaklah ia menyibukkan dirinya dengan mencari ilmu yang bermanfaat dari pada ia sibuk melakukan celaan dan tahziran, giat serta bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu tersebut supaya ia mendapat faedah dan memberikan faedah, mendapat manfa,at dan bermanfa’at, maka di antara pintu kebaikan bagi seorang manusia adalah bahwa ia sibuk dengan ilmu, belajar, mengajar, berda’wah dan menulis, apabila ia mampu melakukan hal yang demikian, maka hendaknya ia menjadi golongan yang membangun bukan yang merusak serta tidak menyibukkan dirinya dengan saling mencela satu sama lain, serta menutup jalan yang menghubungkan untuk mengambil faedah dari mereka sehingga ia menjadi golongan penghancur, orang yang sibuk dengan celaan seperti ini, tentu ia tidak akan meninggalkan sesudahnya ilmu yang dapat memberi manfaat serta manusia tidak akan merasa kehilangan atas kepergiannya sebagai seorang ulama yang memberi mereka manfaat, justru dengan kepergiannya mereka merasa selamat dari kejahatannya.
3. Bahwa ia menganjurkan kepada para generasi muda dari kalangan masyarakat pada tiap lapisan generasi atau kalangan, pada setiap tempat untuk menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, membaca kitab-kitab yang bermanfaat dan mendengarkan ceramah pengajian yang berimbang dari para ulama Ahlus yang baik yang tidak ikut berpolitik dari pada menyibukan diri mereka dengan menelepon si pulan dan si pulan untuk bertanya apa pendapat engkau tentang si pulan atau si pulan? dan apa pula pandanganmu terhadap perkataan si pulan terhadap sipulan dan perkataan si pulan terhadap sipulan.
4. Hendaknya ketika seseorang selalu bertanya tentang hal orang-orang yang menyibukan dirinya dengan ilmu hendaklah pertanyaan tersebut di ajukan kepada tim komisi pemberi fatwa yang netral dalam posisinya untuk bertanya tentang hal mereka tersebut, apakah mereka tersebut berhak untuk di mintai fatwanya dan boleh menuntut ilmu darinya atau tidak? Tidak di ragukan lagi, bahwa seharusnya badan resmi yang netrallah sebagai tempat rujukan dari berbagai persoalan yang membutuhkan fatwa dalam hal mengetahui tentang siapa yang boleh di mintai fatwanya dan di ambil darinya ilmu dan janganlah seseorang menjadikan dirinya sebagai rujukan dalam seperti hal-hal yang penting ini, sesungguhnya di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak menjadi urusannya.
Hal yang demikian secara umum di sebabkan oleh dua sebab, yaitu :
Pertama, sebahaqian mereka pada masa ini ada yang kebiasaan dan kesibukkannya mencari-cari dan menyelidiki kesalahan-kesalahan, baik lewat pantauan, blusukan, pemberitaan, karangan-karangan atau lewat media dan ini malah lebih produktif dalam hal menyebarkan keburukan, kemudian mentahzirnya (peringatan untuk di jauhi), barangsiapa terdapat darinya suatu kesalahan, bahkan di antara kesalahan tersebut yang membuat seseorang bisa di cela dan di tahzir yang di sebabkan ia bekerja sama padanya untuk kepentingan tertentu yang tak lebih daripada menurutkan nafsu kekuasaan belaka, lalu berbuat dengan salah satu badan sosial agama berupa jam'ah yang berikutnya memberikan ceramah secara kontroversial, ini adalah sangat merusak tatanan kehidupan beragama, bagaimana mau selamat dunia dan akhirat jika bersikap seperti ini, padahal
Allah berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mengolok-olok kumpulan yang lain, boleh jadi yang di tertawakan itu lebih baik dari mereka dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang di rendahkan itu lebih baik dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan, seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.” (Q.S. Al-Hujuraat Ayat 11).
Allah melarang perbuatan lisan dan tulisan untuk mengolok-olok orang lain, yakni mencaci, mencela, mencari-cari kesalahan dan menghina, sebagaimana yang di katakan Rasulullah dalam hadits shahih, yaitu beliau bersabda : “Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” Dalam riwayat lain di sebutkan : “Dan meremehkan orang lain.”
Apakah seseorang layak untuk di cela karena ia melakukan satu hal yang sudah di fatwakan oleh dua orang ulama besar? Tentang apapun itu dalam hal perbedaan pendapat, adalah lebih baik bagi seseorang menyalahkan pendapatnya terlebih dulu dari pada menyalahkan pendapat orang lain, terlebih-lebih apabila pendapat tersebut di fatwakan oleh para ulama besar yang terlihat ada maksud tertentu di dalamnya, oleh sebab itu sebagian para sahabat Nabi Saw selepas perjanjian Hudaibiyah berkata : “Wahai para manusia! Hendaklah kalian mengkoreksi pendapat akal (arro'yu) bila bertentangan dengan perintah agama." Bahkan di antara orang-orang yang di cela tersebut memiliki manfa’at yang cukup besar, baik dalam hal memberikan pelajaran-pelajaran atau melalui karya tulis atau saat berceramah atau kala berkhutbah, ia di tahzir cuma karena gara-gara ia tidak pernah di ketahui berbicara tentang si pulan atau jama’ah tertentu umpamanya, bahkan celaan dan tahziran tersebut sampai merembet kepada kebahagiaan yang lainnya di sekitarnya dari orang-orang yang manfaatnya menyebar sangat luas dan perjuangnya cukup besar dalam menegakkan dan menyebarkan sunnah serta berda’wah kepadanya, tidak ragu lagi bahwa mentahzir seperti mereka tersebut adalah sebuah tindakan menutup jalan bagi para penuntut ilmu dan orang-orang yang ingin mencari faedah dari mereka dalam mempelajari ilmu dan akhlak yang mulia dan juga tentang politik dan pemerintahan.
Kedua, sebahagian dari mereka apabila ia melihat salah seorang melakukan kesalahan, spontan ia menulis sebuah bantahan terhadapnya, kemudian orang yang di bantahpun membalas dengan menulis bantahan pula, hal ini umumnya di lakukan via media dan panggung-panggung aksi yang tak jelas manfaatnya kecuali hanya untuk kepentingan terselubung yang biasanya hal sedemikian adalah niat buruk, kemudian masing-masing dari keduanya saling sibuk membaca tulisan yang lainnya atau ceramah serta menonton viideo yang sudah lama demi untuk mengumpulkan berbagai kesalahan dan aibnya, boleh jadi sebahagiannya berbentuk keteledoran lidah, ia melakukan hal tersebut dengan sendirinya atau orang lain yang melakukan hal itu untuknya, kemudian masing-masing keduanya berusaha mencari pendukung untuk membelanya sekaligus untuk meremehkan pihak lain, kemudian pendukung dari kedua belah pihak berusaha memberikan dukungan terhadap pendapat orang yang di dukungnya dan mencela pendapat lawannya dan memaksa setiap orang yang mereka temui untuk menunjukkan pendirian terhadap orang yang tidak di dukungnya, jika tidak menunjukan pendiriannya ia di bid’ahkan mengikuti bagi penbid'ahan terhadap pihak lawannya, kemudian hal yang demikian di lanjutkan dengan perintah untuk menghajarnya (mengucilkannya).
Tindakan para pendukung dari kedua belah pihak termasuk sebagai penyebab yang paling utama dalam muncul dan semakin menyebarnya fitnah dalam bentuk skala luas dan keadaan semakin bertambah parah lagi apabila setiap pendukung kedua belah pihak menyebarkan celaan tersebut melalui internet, kemudian generasi muda dari mereka di berbagai kalangan bahkan di berbagai daerah menjadi sibuk mengikuti perkembangan yang tersebar di website masing-masing kedua belah pihak tentang kata ini kata itu yang tidak membuahkan kebaikan tapi hanya membawa kerusakan dan perpecahan, hal itu telah membuat pendukung kedua belah pihak yang bertikai untuk selalu mojok di depan kaca iklan untuk mengetahui berita apa yang sedang tersebar, tak ubahnya seperti orang yang terfitnah oleh club-club olahraga yang mana masing-masing pendukung memberikan support untuk clubnya, sehingga hal yang demikian telah menimbulkan di antara mereka persaingan, keberingasan dan pertengkaran. Jalan untuk selamat dari fitnah ini adalah dengan mengikuti beberapa langkah berikut ini, yaitu :
Pertama, tentang hal yang berhubungan dengan caci maki dan tahzir, perlunya memperhatikan hal yang berikut ini :
1. Hendaknya orang yang menyibukkan dirinya dengan mencela para ulama dan para generasi muda serta mentahzir terhadap mereka tersebut hendaklah ia merasa takut kepada Allah, lebih baik ia menyibukkan diri dengan memeriksa aib-aibnya sendiri supaya ia terlepas dari aibnya tersebut, dari pada ia sibuk denga aib-aib orang lain dan menjaga kekekalan amalan baiknya jangan sampai ia membuangnya secara sia-sia dan membagi-bagikannya kepada orang yang di cela dan di cacinya, sedangkan ia sangat butuh dari pada orang lain terhadap amal kebaikan tersebut pada hari yang tiada bermanfaat pada hari itu harta dan anak keturunan kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang suci.
2. Hendaklah ia menyibukkan dirinya dengan mencari ilmu yang bermanfaat dari pada ia sibuk melakukan celaan dan tahziran, giat serta bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu tersebut supaya ia mendapat faedah dan memberikan faedah, mendapat manfa,at dan bermanfa’at, maka di antara pintu kebaikan bagi seorang manusia adalah bahwa ia sibuk dengan ilmu, belajar, mengajar, berda’wah dan menulis, apabila ia mampu melakukan hal yang demikian, maka hendaknya ia menjadi golongan yang membangun bukan yang merusak serta tidak menyibukkan dirinya dengan saling mencela satu sama lain, serta menutup jalan yang menghubungkan untuk mengambil faedah dari mereka sehingga ia menjadi golongan penghancur, orang yang sibuk dengan celaan seperti ini, tentu ia tidak akan meninggalkan sesudahnya ilmu yang dapat memberi manfaat serta manusia tidak akan merasa kehilangan atas kepergiannya sebagai seorang ulama yang memberi mereka manfaat, justru dengan kepergiannya mereka merasa selamat dari kejahatannya.
3. Bahwa ia menganjurkan kepada para generasi muda dari kalangan masyarakat pada tiap lapisan generasi atau kalangan, pada setiap tempat untuk menyibukkan diri dengan menuntut ilmu, membaca kitab-kitab yang bermanfaat dan mendengarkan ceramah pengajian yang berimbang dari para ulama Ahlus yang baik yang tidak ikut berpolitik dari pada menyibukan diri mereka dengan menelepon si pulan dan si pulan untuk bertanya apa pendapat engkau tentang si pulan atau si pulan? dan apa pula pandanganmu terhadap perkataan si pulan terhadap sipulan dan perkataan si pulan terhadap sipulan.
4. Hendaknya ketika seseorang selalu bertanya tentang hal orang-orang yang menyibukan dirinya dengan ilmu hendaklah pertanyaan tersebut di ajukan kepada tim komisi pemberi fatwa yang netral dalam posisinya untuk bertanya tentang hal mereka tersebut, apakah mereka tersebut berhak untuk di mintai fatwanya dan boleh menuntut ilmu darinya atau tidak? Tidak di ragukan lagi, bahwa seharusnya badan resmi yang netrallah sebagai tempat rujukan dari berbagai persoalan yang membutuhkan fatwa dalam hal mengetahui tentang siapa yang boleh di mintai fatwanya dan di ambil darinya ilmu dan janganlah seseorang menjadikan dirinya sebagai rujukan dalam seperti hal-hal yang penting ini, sesungguhnya di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak menjadi urusannya.
Posting Komentar untuk "CACI MAKI, FITNAH DAN SALING HAJAR"
Terimakasih atas kunjungan anda...