Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Pengaruh Ketaatan Terhadap Perilaku Seorang Muslim

Hal tersebut diambil dari potongan hadits : "Dan senantiasa seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah, hingga Aku mencintainya, jika Aku mencintainya jadilah aku sebagai pendengarnya yang ia gunakan untuk mendengar dan sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan”.

Kata-kata “senantiasa” menunjukkan bahwa amalan tersebut berkesinambungan yang lebih dikenal dalam istilah syar'i “Istiqamah” dalam melakukan amalan-amalan tersebut, oleh sebab itu dalam hadits lain disebutkan : "Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus (dilakukan) meskipun sedikit".

Tapi sebagian orang sering melakukan amalan pada suatu saat saja, kemudian lalu ditinggalkan, maksud hadits ini adalah bila seseorang istiqamah dalam melakukan amalan-amalan sunnah, ia mendapat peringkat mahabbah dari Allah, orang yang memperoleh peringkat ini Allah menuntun orang tersebut untuk menjauhi kemaksiatan, bukan berarti ia maksum dari kesalahan dan memberikan taufiq dan inayah kepadanya untuk melakukan kebaikan dan keta'atan, sehingga mata seseorang tersebut terjaga dari melakukan maksiat, dari melihat kepada sesuatu yang diharamkan Allah, seperti melihat foto-foto porno dan film-film porno dan sebagainya, tetapi dipergunakannya kepada hal yang bermanfaat, baik untuk kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat, seperti membaca Al-Qur'an atau membaca buku-buku agama dan buku ilmu lainnya seperti ilmu kesehatan, teknik, pertanian dan seterusnya.

Kemudian Allah juga menjaga telinganya dari mendengar kata-kata yang kotor atau cumbu rayu dan nyanyi-nyanyian, tetapi dipergunakanya untuk kemaslahatan duniawi atau kemaslahatan ukhrawi, seperti mendengarkan nasehat agama atau pelajaran dikampus dan disekolah.

Begitu pula tangannya akan dijaga Allah dari melakukan sesuatu yang haram baik dari melakukan pencurian, pembunuhan, penganiayaan, KKN dan sebagainya, tetapi tangannya akan dituntun Allah untuk melakukan hal-hal yang positif baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain, maka dapat kita simpulkan disini bahwa amal shaleh dapat menuntun seseorang kepada segala hal yang baik sebaliknya menjaga seorang muslim dari keterjerumusan kepada kemaksiatan.

Sebaliknya orang yang lengket hatinya kepada maksiat, Allah membiarkannya tenggelam dalam kemaksiatan tersebut, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla: “Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah palingkan betul hati Mereka”. (QS. Ash Shaaf/61: 5).

Hal ini juga diterangkan Rasulullah dan sabda beliau Shallallahu 'alaihi wasallam: “Sesungguhnya kejujuran menunjukan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukan kepada surga. Sesungguhnya seseorang senantiasa berlaku jujur hingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang paling jujur dan sesungguhnya kebohongan menunjukkan kepada kemaksiatan dan sesungguhnya kemaksiatan itu menunjukkan kepada neraka, sesungguhnya seseorang senantiasa berbohong sampai dicatat disisi Allah sebagai seorang yang paling bohong”. (H.R. Bukhari No: 5743 dan Muslim No: 2607).

Dalam hadits lain: “Sesungguhnya balasan (suatu amalan) sesuai dengan amalan itu sendiri”. Maka jika amalannya baik, maka balasannya pun baik dan sebaliknya bila amalan tersebut jelek maka balasannyapun jelek, oleh sebab itu sebagian ulama mengatakan sebaik-baik balasan sebuah amal shaleh adalah amal shaleh yang mengiringinya, suatu hal yang menunjukkan bahwa sebuah amalan diterima disisi Allah adalah ketaatan yang diiringi oleh ketaatan.

Kekeliruan orang sufi dalam memahami makna hadits ini, sebagian orang justru memahami makna hadits dengan keliru, seperti kelompok ekstrim dari orang-orang sufi, mereka memahaminya bahwa Allah menjelma dalam pandangan, pendengaran dan tangan serta kaki mereka.

Kebatilan paham ini sangat jelas sekali bagi orang yang berakal dan orang yang membaca Al-Qur'an dan Sunnah, sebab tidak mungkin pendengaran seseorang, penglihatan dan tangan serta kakinya akan memiliki sfat-sifat ketuhanan.

Kalau begitu bila kakinya terjepit atau tangannya terjepit, maka yang terjepit adalah tuhan?!. Begitu pula kalau pendengaran dan penglihatannya kabur berarti yang kabur adalah tuhan?!.

Pandangan seperti ini membawa kepada kekufuran, bila ada seseorang perpandangan seperti ini maka tidak perlu diragukan lagi atas kekafirannya, karena kekhususan sifat-sifat ketuhanan tidak boleh diberikan kepada makhluk, begitu pula sebaliknya kekhususan sifat-sifat makhluk tidak boleh diberikan kepada Allah.

Kalau benar apa yang mereka prediksi tentu tidak ada disana lagi istilah hamba dan khlaik. berarti makluk adalah tuhan, tuhan adalah makhluk! ini adalah kekafiran yang amat nyata.

Tentu akan dipahami dari kelanjutan hadits tersebut yang berdoa adalah hamba dan yang mengabulkan permintaannya adalah ia sendiri. Sungguh amat nyata kekeliruan paham seperti ini karena mereka mengingkari akan keberadaan makhluk atau menyatukan antara keberadaan makhluk dengan keberadaan Khalik.

Hal ini dibantah oleh kandungan hadits itu sendiri karena dalam hadits tersebut disebut ada dua faktor yang saling berhubungan: Seperti yang terdapat di penghujung hadits bahwa Allah, "Dan jika ia : berfirman meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya dan jika ia memohon perlindungan dari-Ku pasti Aku akan melindunginya”.

Jadi jelas ada disana dua pelaku yaitu hamba yang meminta dan Allah yang memperkenangkan permintaannya, begitu pula ada hamba yang memohon perlindungan dan Allah yang memberi perlindungan kapadanya, oleh sebab itu telah berkata sebagian ulama: Bila seseorang berdalil untuk kebatilannya dengan Al-Qur'an atau hadits shahih, maka sesungguhnya dalam dalil itu sendiri sudah ada jawaban untuk menunjukkan kebatilannya.

Posting Komentar untuk "Pengaruh Ketaatan Terhadap Perilaku Seorang Muslim"