SIKAPI MUSIBAH DENGAN BAIK
Umumnya manusia berprasangka apabila Allah Swt menurunkan suatu musibah atau ujian dan cobaan kepada dirinya, maka langsung saja dia menganggap itu adalah suatu pertanda bahwa Allah Swt menyusahkan dan menghinakan kehidupannya, lalu banyak pula manusia lain yang memusuhinya dan akan menuduh serta memperkatakannya dengan berbagai spekulasi kepada yang tertimpa musibah atau ujian dan cobaan tersebut, mereka akan berkata : ”Nah, itulah akibatnya yang menimpa bagi orang-orang yang dzalim, maka Allah Swt telah menyusahkannya dan menghinakannya.
Allah Swt berfirman: ”Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya, lalu memuliakannya dan diberinya kesenangan, maka dia berkata : ”Tuhanku telah memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya, maka dia berkata : ”Tuhanku menghinaku.” (Q.S Al-Fajr : 15-16).
Lebih parah lagi ada pula yang percaya bahwa penyebab musibah itu adalah daripada perbuatan seseorang manusia, musibah yang menimpa kita bukanlah karena buatan manusia yang memiliki kekuatan, kekuasaan atau ilmu tertentu, itu semua adalah datangnya dari Allah Swt bagi dengan tujuan adalah membawa kabar gembira dan kebaikan pada akhirnya bagi seseorang hamba, Dia sesungguhnya adalah senantiasa merahmati kita walau dengan berbagai ujian, cobaan dan musibah, bisa jadi jika kita tidak disentuh oleh sesuatu musibah, maka kita akan cepat lupa dan lalai akan Allah Swt dalam kehidupan kita, jika kita mengeluh, mengumpat dan merintih disebabkan hati yang hancur mengenangkan nasib, kemudian mengadu kepada Allah Swt dan percaya bahwa Dia akan menghapus luka itu dan menggantikan musibah itu dengan anugerah yang lebih baik, maka sesungguhnya saat-saat seperti ini iman dan keyakinan kita kepada Allah Swt telah berada di atas kedudukan yang mulia dan tinggi disisi-Nya.
Tiada yang lebih disenangi Allah Swt melainkan suatu saat ketika Dia mendengar tangisan penyesalan dan keluhan orang-orang yang mau meminta pertolongan kepada-Nya, Allah Swt suka melihat hamba-Nya mengaku lemah dan tidak berdaya, Allah Swt juga menyukai hamba-Nya yang mengaku bahwa kekuatan dan kekuasaan itu hanya milik Allah Swt, buatlah rencana dengan baik dan rapi, tetap mohon do’a pada-Nya, serahkan bahwasanya adalah kuasa dan kehendak Allah Swt yang menentukan.
Hadapi musibah dengan cara-cara berikut sesuai dengan kaidah syar’i, yaitu :
1. Percaya bahwa Allah Swt tidak sesekali akan mendzalimi diri kita, jika manusia mau menerima musibah itu dengan menganggap bahwa itu adalah suatu teguran, dia tidak cepat berputus asa, bahkan dia sanggup menerimanya sebagai suatu cambukan bagi membangkitkan semangatnya dalam memperbaiki diri, maka Allah Swt tidak akan sesekali mendzalimi hamba-Nya, ujian itu tujuannya adalah untuk membelai hati supaya lebih sensitif, peka dan waspada atas segala kesilapan yang dilakukan, Allah Swt sesungguhnya sayang kepada kita dan mau kita berada dekat disisi-Nya ketika lemah dan perlukan pertolongan pada-Nya.
2. Menyakini bahwasanya musibah itu adalah merupakan rahmat besar di sebalik musibah itu, Allah Swt akan menggantikan musibah itu dengan sesuatu yang lebih baik dan pasti akan menghapuskan kesakitan dengan kegembiraan, contohnya adalah musibah berat seperti ketika seseorang anak kita meninggal dunia, maka kita akan lebih menyayangi anak-anak kita yang lain, Allah Swt menggantikan kehilangan satu jiwa dengan menghidupkan jiwa anak-anak kita yang lain dengan iman, sebab kita menjaga dan mendidik mereka dengan lebih teliti lagi, saat sakit yang menghampirkan nyawa ke pengujung akhir kehidupan, kita tidak mengeluh menyalahkan Tuhan akan nasib malang menderita kesakitan yang teramat sangat, bahkan menelannya dengan ridha atas ketentuan-Nya sambil mengingat kembali terlalu banyak nikmat Allah Swt yang selama ini telah kita nikmati, apabila kembali sehat, maka bertambahlah rasa syukur itu, lantas kita melipat gandakan ibadat karena tidak mau kehilangan sesuatupun lagi di sepanjang usia kita, bukankah semua musibah itu adalah seseungguhnya sebagai rahmat Allah Swt pada hakikatnya? Bukannya sebagai siksaan dan kekejaman Tuhan? Sadarilah dengan baik dengan dasar iman dan keyakinan yang teguh.
3. Banyaklah mengingat akan nikmat Allah Swt yang telah dinikmati, ketika waktu bersedih atas sesuatu ujian, cobaan atau musibah, maka sebaiknya kita membaca Surah Adh-Dhuha yang bisa sebagai sarana memohon kepada Allah Swt untuk menghapus rasa sedih dan putus asa, Rasulullah Saw pernah bersedih karena terputusnya wahyu dengan waktu yang agak lama, Suatu hari Ummu Jamil, isteri Abu Lahab mencela Rasulullah Saw dengan kata-katanya yaitu : ”Nampaknya kawan kamu itu telah meninggalkan kamu dan memboikot kamu.” Lalu Allah Swt menurunkan Aurah Adh-Dhuha dengan firman-Nya yang bermaksud : ”Tuhanmu tidak sesekali meninggalkanmu dan tidak pula membencimu.” Maka dengan sedemikian, mengapa pula kita merasa Allah Swt meninggalkan dan membenci kita ketika musibah datang? Perasaan ini sebenarnya berasal daripada hasutan syaithan supaya kita berputus asa dari rahmat-Nya. Lalu Firman-Nya lagi dalam Surah Adh-Dhuha dapat kita lihat yang berbunyi : ”Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu dari kehidupan dunia, dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu lalu kamu ridha.” Ayat ini seolah-olah membujuk kita supaya tabah dan menganggap kecil segala urusan dunia jika dibandingkan dengan akhirat, Ia juga menyuruh kita untuk yakin dengan janjinya Allah Swt yang akan menggantikan kesusahan dunia dengan kesenangan akhirat yang abadi, kemudian Allah Swt berfirman lagi dalam Surah Adh-Dhuha yang bermaksud : ”Bukankah Dia mendapatimu sebagai anak yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang kehilangan arah lalu memberi petunjuk bagimu. Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang serba kekurangan lalu mencukupimu.” Maka dengan memahami akan hal ini, hati kita pasti kembali disentuh dengan kalimah-kalimah yang begitu menenangkan perasaan, betapa Allah Swt amat mengasihani diri yang tidak memiliki apa-apa ini, jika kita fikirkan yang manakah lebih banyak, musibah atau nikmat yang kita rasai di dunia ini? Sungguh terlalu lidah yang pernah berkeluh-kesah dan hati yang tidak mau bersyukur di atas segala ketentuan dan kenikmatan yang diberikan-Nya.
4. Segala sesuatu itu adalah sesungguhnya akibat dari perbuatan kita sendiri yang dzalim dan menganiaya diri sendiri, apakah dosa kita sehingga harus menerima musibah ini? Ini bukannya bermaksud untuk tidak ridha dengan ketentuan Allah Swt, tetapi lebih kepada sikap mencari kesalahan diri dan mau bermuhasabah atau instropeksi untuk lebih meningkatkan iman dan amal shaleh serta mempertahankan sikap sabar, tabah dan tegar dalam menghadapi sesuatu ujian, cobaan dan musibah, sudah pasti setiap sesuatu menyimpan hikmah di sebaliknya, hanya saja gaib bagi kita manusia, semua terpulang kepada diri sendiri dan bertanyalah pada diri sendiri melalui muhasabah dan tafakkur, apakah menerima musibah sebagai suatu peringatan dari Allah Swt atau langsung membutakan mata dan hati atas kesilapan yang pernah dilakukan? Lidah boleh menafikan sekeras-kerasnya, tetapi hati dapat merasa di manakah salah silap langkah dan perbuatan kita, hanya orang yang kuat imannya yang mampu menjawab setiap hikmah di sebalik setiap musibah, tiada manusia yang lepas dari ujian, cobaan atau musibah, termasuk para Nabi dan Rasul, bahkan para Nabi dan Rasul telah menerima ujian yang jauh lebih berat dan tidak mampu dipikul oleh manusia biasa, bukanlah bermaksud bahwasanya makna ujian itu adalah untuk merendahkan iman seseorang, bahkan ia akan menaikkannya ke tempat yang paling tinggi dan mulia jika mampu melewati dan menyikapinya dengan keimanan.
Jadi sungguh berbahagialah orang-orang yang diuji jika mampu ridha dan tidak sedikitpun berubah hati, akal dan fikirannya serta keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah Swt, kita perlu membuktikan kepada Allah Swt, bahwa diri kita ini tidak akan pernah berubah di dalam mencintai, mentaati dan mengabdi pada-Nya, walaupun dalam kondisi apapun juga, waktu susah ataupun senang, waktu sakit ataupun sehat, waktu kaya ataupun miskin, semuanya tidak berubah dan tetap bertaqwa kepada Allah Swt dengan segenap keimanan dan ketaatan sepanjang hidup.
Allah Swt berfirman: ”Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya, lalu memuliakannya dan diberinya kesenangan, maka dia berkata : ”Tuhanku telah memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya, maka dia berkata : ”Tuhanku menghinaku.” (Q.S Al-Fajr : 15-16).
Lebih parah lagi ada pula yang percaya bahwa penyebab musibah itu adalah daripada perbuatan seseorang manusia, musibah yang menimpa kita bukanlah karena buatan manusia yang memiliki kekuatan, kekuasaan atau ilmu tertentu, itu semua adalah datangnya dari Allah Swt bagi dengan tujuan adalah membawa kabar gembira dan kebaikan pada akhirnya bagi seseorang hamba, Dia sesungguhnya adalah senantiasa merahmati kita walau dengan berbagai ujian, cobaan dan musibah, bisa jadi jika kita tidak disentuh oleh sesuatu musibah, maka kita akan cepat lupa dan lalai akan Allah Swt dalam kehidupan kita, jika kita mengeluh, mengumpat dan merintih disebabkan hati yang hancur mengenangkan nasib, kemudian mengadu kepada Allah Swt dan percaya bahwa Dia akan menghapus luka itu dan menggantikan musibah itu dengan anugerah yang lebih baik, maka sesungguhnya saat-saat seperti ini iman dan keyakinan kita kepada Allah Swt telah berada di atas kedudukan yang mulia dan tinggi disisi-Nya.
Tiada yang lebih disenangi Allah Swt melainkan suatu saat ketika Dia mendengar tangisan penyesalan dan keluhan orang-orang yang mau meminta pertolongan kepada-Nya, Allah Swt suka melihat hamba-Nya mengaku lemah dan tidak berdaya, Allah Swt juga menyukai hamba-Nya yang mengaku bahwa kekuatan dan kekuasaan itu hanya milik Allah Swt, buatlah rencana dengan baik dan rapi, tetap mohon do’a pada-Nya, serahkan bahwasanya adalah kuasa dan kehendak Allah Swt yang menentukan.
Hadapi musibah dengan cara-cara berikut sesuai dengan kaidah syar’i, yaitu :
1. Percaya bahwa Allah Swt tidak sesekali akan mendzalimi diri kita, jika manusia mau menerima musibah itu dengan menganggap bahwa itu adalah suatu teguran, dia tidak cepat berputus asa, bahkan dia sanggup menerimanya sebagai suatu cambukan bagi membangkitkan semangatnya dalam memperbaiki diri, maka Allah Swt tidak akan sesekali mendzalimi hamba-Nya, ujian itu tujuannya adalah untuk membelai hati supaya lebih sensitif, peka dan waspada atas segala kesilapan yang dilakukan, Allah Swt sesungguhnya sayang kepada kita dan mau kita berada dekat disisi-Nya ketika lemah dan perlukan pertolongan pada-Nya.
2. Menyakini bahwasanya musibah itu adalah merupakan rahmat besar di sebalik musibah itu, Allah Swt akan menggantikan musibah itu dengan sesuatu yang lebih baik dan pasti akan menghapuskan kesakitan dengan kegembiraan, contohnya adalah musibah berat seperti ketika seseorang anak kita meninggal dunia, maka kita akan lebih menyayangi anak-anak kita yang lain, Allah Swt menggantikan kehilangan satu jiwa dengan menghidupkan jiwa anak-anak kita yang lain dengan iman, sebab kita menjaga dan mendidik mereka dengan lebih teliti lagi, saat sakit yang menghampirkan nyawa ke pengujung akhir kehidupan, kita tidak mengeluh menyalahkan Tuhan akan nasib malang menderita kesakitan yang teramat sangat, bahkan menelannya dengan ridha atas ketentuan-Nya sambil mengingat kembali terlalu banyak nikmat Allah Swt yang selama ini telah kita nikmati, apabila kembali sehat, maka bertambahlah rasa syukur itu, lantas kita melipat gandakan ibadat karena tidak mau kehilangan sesuatupun lagi di sepanjang usia kita, bukankah semua musibah itu adalah seseungguhnya sebagai rahmat Allah Swt pada hakikatnya? Bukannya sebagai siksaan dan kekejaman Tuhan? Sadarilah dengan baik dengan dasar iman dan keyakinan yang teguh.
3. Banyaklah mengingat akan nikmat Allah Swt yang telah dinikmati, ketika waktu bersedih atas sesuatu ujian, cobaan atau musibah, maka sebaiknya kita membaca Surah Adh-Dhuha yang bisa sebagai sarana memohon kepada Allah Swt untuk menghapus rasa sedih dan putus asa, Rasulullah Saw pernah bersedih karena terputusnya wahyu dengan waktu yang agak lama, Suatu hari Ummu Jamil, isteri Abu Lahab mencela Rasulullah Saw dengan kata-katanya yaitu : ”Nampaknya kawan kamu itu telah meninggalkan kamu dan memboikot kamu.” Lalu Allah Swt menurunkan Aurah Adh-Dhuha dengan firman-Nya yang bermaksud : ”Tuhanmu tidak sesekali meninggalkanmu dan tidak pula membencimu.” Maka dengan sedemikian, mengapa pula kita merasa Allah Swt meninggalkan dan membenci kita ketika musibah datang? Perasaan ini sebenarnya berasal daripada hasutan syaithan supaya kita berputus asa dari rahmat-Nya. Lalu Firman-Nya lagi dalam Surah Adh-Dhuha dapat kita lihat yang berbunyi : ”Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu dari kehidupan dunia, dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu lalu kamu ridha.” Ayat ini seolah-olah membujuk kita supaya tabah dan menganggap kecil segala urusan dunia jika dibandingkan dengan akhirat, Ia juga menyuruh kita untuk yakin dengan janjinya Allah Swt yang akan menggantikan kesusahan dunia dengan kesenangan akhirat yang abadi, kemudian Allah Swt berfirman lagi dalam Surah Adh-Dhuha yang bermaksud : ”Bukankah Dia mendapatimu sebagai anak yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang kehilangan arah lalu memberi petunjuk bagimu. Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang serba kekurangan lalu mencukupimu.” Maka dengan memahami akan hal ini, hati kita pasti kembali disentuh dengan kalimah-kalimah yang begitu menenangkan perasaan, betapa Allah Swt amat mengasihani diri yang tidak memiliki apa-apa ini, jika kita fikirkan yang manakah lebih banyak, musibah atau nikmat yang kita rasai di dunia ini? Sungguh terlalu lidah yang pernah berkeluh-kesah dan hati yang tidak mau bersyukur di atas segala ketentuan dan kenikmatan yang diberikan-Nya.
4. Segala sesuatu itu adalah sesungguhnya akibat dari perbuatan kita sendiri yang dzalim dan menganiaya diri sendiri, apakah dosa kita sehingga harus menerima musibah ini? Ini bukannya bermaksud untuk tidak ridha dengan ketentuan Allah Swt, tetapi lebih kepada sikap mencari kesalahan diri dan mau bermuhasabah atau instropeksi untuk lebih meningkatkan iman dan amal shaleh serta mempertahankan sikap sabar, tabah dan tegar dalam menghadapi sesuatu ujian, cobaan dan musibah, sudah pasti setiap sesuatu menyimpan hikmah di sebaliknya, hanya saja gaib bagi kita manusia, semua terpulang kepada diri sendiri dan bertanyalah pada diri sendiri melalui muhasabah dan tafakkur, apakah menerima musibah sebagai suatu peringatan dari Allah Swt atau langsung membutakan mata dan hati atas kesilapan yang pernah dilakukan? Lidah boleh menafikan sekeras-kerasnya, tetapi hati dapat merasa di manakah salah silap langkah dan perbuatan kita, hanya orang yang kuat imannya yang mampu menjawab setiap hikmah di sebalik setiap musibah, tiada manusia yang lepas dari ujian, cobaan atau musibah, termasuk para Nabi dan Rasul, bahkan para Nabi dan Rasul telah menerima ujian yang jauh lebih berat dan tidak mampu dipikul oleh manusia biasa, bukanlah bermaksud bahwasanya makna ujian itu adalah untuk merendahkan iman seseorang, bahkan ia akan menaikkannya ke tempat yang paling tinggi dan mulia jika mampu melewati dan menyikapinya dengan keimanan.
Jadi sungguh berbahagialah orang-orang yang diuji jika mampu ridha dan tidak sedikitpun berubah hati, akal dan fikirannya serta keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah Swt, kita perlu membuktikan kepada Allah Swt, bahwa diri kita ini tidak akan pernah berubah di dalam mencintai, mentaati dan mengabdi pada-Nya, walaupun dalam kondisi apapun juga, waktu susah ataupun senang, waktu sakit ataupun sehat, waktu kaya ataupun miskin, semuanya tidak berubah dan tetap bertaqwa kepada Allah Swt dengan segenap keimanan dan ketaatan sepanjang hidup.
Posting Komentar untuk "SIKAPI MUSIBAH DENGAN BAIK "
Terimakasih atas kunjungan anda...