Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah Saw Mendengarkan Pandangan Isteri

Laki-Laki Adalah Kepala Rumah Tangga
Makna menjadi kepala rumah tangga adalah mengemban tugas dan tanggung-jawab rumah tangga, tapi bukan bermakna sebagai otoritas tunggal dan kekuasaan mutlak.


Syariat telah menugaskan seorang suami untuk menjadi kepala rumah tangga, Allah Ta'ala telah menetapkannya sebagai pihak yang menerima amanat tersebut.

Allah Ta'ala berfirman : "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (Q.S. An-Nisa’/4:34).

Posisi tinggi suami ini menuntutnya untuk menjalankan fungsi ri'ayah (memberi perhatian dan mengurus), himayah (memberi perlindungan) dan ishlah (melakukan perbaikan) pada seluruh anggota keluarga, dengan target utama, selalu membawa biduk rumah tangganya dan anggota keluarganya menuju ke arah perwujudan dua kemaslahatan sekaligus, duniawi maupun ukhrawi.

Meski suami merupakan pemegang kendali utama dalam rumah tangga, ada baiknya bila ia mau mendengarkan masukan dari istrinya, orang yang paling dekat dalam rumah tangganya atau bahkan tak sungkan-sungkan meminta pertimbangan dari sang istri dan melibatkannya dalam memikirkan dan menyelesaikan urusan dan persoalan yang tengah dihadapi.

Musyawarah Termasuk Mempergauli Isteri Secara Patut
Mengajak istri bermusyawarah dalam menentukan suatu putusan dan menyimak pandangan dan pertimbangannya termasuk dalam bingkai makna mempergauli istri dengan cara yang patut yang telah diperintahkah oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya : "Dan bergaullah dengan mereka secara patut." (Q.S. An-Nisa’/4:19).

Mendengarkan usulan istri dan menerima pendapatnya yang memang baik bagi kemaslahatan keluarga juga akan menguatkan hubungan suami-istri, menentramkan perasaannya dan membekaskan pada dirinya peran pentingnya dalam rumah tangga dan tanggung-jawabnya terhadap keluarga.

Apalagi, bila seorang suami telah membuktikan istrinya seorang wanita yang bijak, teliti dalam menghadapi persoalan dan tidak terpengaruh dengan perasaannya.

Manfaat keputusan yang diambil bersama dan melalui musyawarah pasutri amatlah jelas, pasangan suami-istri akan merasa bertanggung-jawab dan masing-masing membantu yang lain untuk merealisasikannya.

Ke depan, tidak muncul kejadian saling menyalahkan yang pada gilirannya berpengaruh buruk pada keharmonisan hubungan pasangan tersebut.

Apabila pendapat yang diutarakan oleh sang istri berdasarkan analisa suami akan menimbulkan dampak yang tidak baik atau tampak kesalahannya, maka dengan lemah lembut suami mesti menolak apa yang disampaikan pasangan hidupnya tersebut dan menjelaskan sisi kekeliruan pandangannya, tanpa membodoh-bodohkan atau melecehkannya.



Rasulullah Saw Menerima Usulan Ummul Mukminin Ummu Salamah Ra

Mari perhatikan apa yang terjadi pada pasca Perjanjian Hudaibiyah yang terjadi pada tahun ke-6 H. Rasulullah Saw bersama 1400 kaum Muslimin hendak menunaikan umrah pada tahun tersebut, namun, kaum musyrikin menghalang-halangi mereka untuk mewujudkan niat suci mereka.

Ringkas cerita, disetujuilah perjanjian damai antara kedua belah pihak, perjanjian itu di antaranya berisi larangan kaum Muslimin memasuki Makkah pada tahun tersebut, hal ini menggoreskan kekecewaan yang dalam pada kalbu para sahabat, karena isi perjanjian yang dianggap merugikan kaum Muslimin dan mereka juga urung memasuki Makkah, padahal mereka sudah berada ditempat yang dekat dengan Makkah.

Usai menyelesaikan urusan penulisan perjanjian itu, Rasulullah Saw berkata kepada para sahabat : "Ayo bangkitlah, sembelihlah hewan-hewan kalian dan kemudian bercukurlah kalian."

Namun, tidak ada seorang pun dari mereka yang beranjak untuk melakukannya, hingga beliau mengulang-ulang perintahnya tiga kali, akan tetapi tetap saja tidak ada seorang pun yang bangkit, ketika tidak ada seorang pun dari mereka melaksanakannya, Nabi Saw menemui Ummu Salamah Ra, lalu menceritakan kepadanya situasi yang beliau hadapi dari orang-orang.

Ummu Salamah Ra berkata kepada Nabi Saw : "Wahai Nabi Allah, apakah engkau ingin mereka melakukannya? Silahkan engkau keluar dulu, kemudian janganlah berbicara dengan siapapun, sampai engkau menyembelih untamu, memanggil orang yang akan mencukur rambutmu."
Kemudian Rasulullah Saw keluar tanpa berbicara dengan siapapun, lalu beliau menyembelih untanya dan memanggil tukang cukur, lalu mencukur kepala beliau, begitu menyaksikan hal tersebut, orang-orang pun langsung menyembelih unta-unta mereka dan sebagian dari mereka mencukur sebagian yang lain, hingga seakan-akan mereka saling membunuh karena riuhnya. (H.R. Al-Bukhari dalam Shahih Al-Bukhari Kitab Asy-Syuruth No.2732).

Hadits diatas menunjukkan, bahwa Rasulullah Saw menerima usulan sang istri Ummu Salamah Ra dan ternyata usulan tersebut mujarab, tanpa aba-aba lagi, para sahabat langsung melakukan apa yang telah diperbuat oleh Rasulullah Saw.

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, "Dalam hadits ini terdapat petunjuk tentang keutamaan bermusyawarah dan bolehnya bermusyawarah dengan wanita yang memiliki keutamaan." (Fathul Bari 5/409-41 Tahqiq 'Abdul Qadir Al-Hamd).

Maka, suami tidak perlu malu atau merasa rendah diri untuk menerima masukan istri ketika sang istri melontarkan pandangan yang lebih baik dari pikiran yang ada dibenaknya, seorang pemimpin yang baik akan menghargai dan menjalankan pendapat dan usulan cerdas lagi baik yang mendatangkan kemaslahatan yang lebih besar.

Justru, meremehkan usulan yang brilian merupakan bentuk kesombongan dan kebodohan, Rasulullah Saw telah mencontohkan teladan baik dengan menerima sumbangan pikiran istri dalam kejadian di atas, mengapa ada suami yang begitu arogan dihadapan istrinya, tidak memberinya kesempatan untuk mengutarakan pandangan dan mengesampingkan seluruh pikirannya!!??

Di sisi lainnya, ada tipe suami takut istrinya, ia menyerahkan stir rumah tangganya kepada istri, entah karena istri lebih sukses, berpenghasilan lebih maupun alasan-alasan lainnya, apapun yang dikatakan dan diperbuat istri, suami tidak bisa berkutik dan mengiyakan saja, meskipun membahayakan dunia akhirat mereka.

Bahkan ia menaati kata-kata istri untuk bermaksiat kepada Allah Ta'ala dan mengabaikan ajaran-ajaran-Nya yang lurus, suami seperti ini sudah menanggalkan fungsi qawamah yang Allah Ta'ala amanatkan kepada dirinya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas sikapnya menyia-nyiakan amanat tersebut pada Hari Perhitungan.

Hadist Bathil Bahaya Mengikuti Pendapat Isteri
Ada sebagian orang menolak mengikuti pendapat maupun pandangan istri dengan menggunakan dalih dari 'hadits' yang diriwayatkan melalui jalur lbnu 'Umar Ra.

Hadits yang dimaksud berbunyi : "Bermusyawarahlah dengan mereka (kaum wanita) dan selisihilah mereka."

Hadits di atas tidak boleh dijadikan hujjah dan landasan untuk menolak usulan maupun pendapat istri. Sebab, hadits tersebut tidak benar bersumber dari Rasulullah Saw, Az-Zarqani menilainya, "Batil, tidak ada asal usulnya." (Mukhatasharu Al-Maqashidil Hasanah hlm.123).

Sedang Al-Albani mengatakan, "Tidak ada asalusulnya secara marfu." (Adh-Dhaifah 1/429).

Dan kandungan hadits tersebut bertentangan dengan firman Allah : "Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya." (Q.S. Al-Baqarah/2:233).

Ayat ini menunjukkan disyariatkannya seorang kepala rumah tangga untuk meminta pendapat sang istri perihal anak mereka berdua yang masih menyusu, dan ia boleh bersepakat dengan istrinya untuk menyapih (bayi mereka) setelah musyawarah tersebut. Sedangkan hadits yang batil diatas menunjukkan keharusan sang suami untuk tidak memperhitungkan apapun pendapat istrinya secara mutlak, meskipun setelah bermusyawarah dengannya.!!

Semoga Allah Ta'ala memberikan taufik kepada seluruh kepala keluarga untuk menjalankan fungsi dan kewajibannya dengan baik, sehingga akan terbentuk masyarakat Islami dari keluarga-keluarga yang mereka pimpin, yang benar-benar mencintai Allah Ta'ala dan mengagungkan petunjuk Rasul-Nya Saw, Amiiin. Wallahu a'lam.

Posting Komentar untuk "Rasulullah Saw Mendengarkan Pandangan Isteri"