Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

ETIKA SEKSUAL TRADISIONAL

Bagi kaum Muslimin, lembaga perkawinan yang berdasarkan kepentingan dan kasih sayang antara pasangan suami istri merupakan suatu manifestasi yang luhur dari kehendak dan tujuan illahi, ini dapat di lihat dari ayat Al-Qur'an berikut ini : "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepada-Nya dan di jadikan-Nya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang." (Q.S. 30 :21).

Menurut sunah, perkawinan adalah tuntutan hidup yang hakiki, kehidupan membujang di pandang sebagai suatu kondisi yang penuh dengki dan cenderung kepada kejahatan.

Pendekatan Islam terhadap perkawinan dan moralitas berlainan dengan beberapa rumusan moral tradisional yang negatif, cukup mengejutkan, bahwa para moralis tradisional tertentu menganggap seks sebagai sesuatu yang pada dasarnya buruk, mereka memandang hubungan seks, sekalipun dengan istri atau suami yang sah, sebagai sesuatu yang kotor, jahat dan tidak baik, destruktif dan seolah-olah merupakan karakteristik orang yang berdosa.

Lebih mengejutkan lagi adalah pandangan yang jamak di Barat, bahwa dunia tradisional umumnya percaya akan takhayul yang memberikan konotasi jahat kepada segala sesuatu yang berhubungan dengan seks, bahkan filosof barat termasyhur, Bertrand Russell, tidak terkecuali dalam hal ini, dalam bukunya Marriage and Morals, ia membuat generalisasi demikian : unsur-unsur anti seks hidup berdampingan dengan unsur-unsur lain sejak masa yang sangat dini, namun, pada akhirnya, di mana saja agama Kristen atau agama Budha berkuasa, unsur-unsur anti seks ini memenangkan kejayaan yang sempurna atas lawan-lawannya.

Westermardx memberikan banyak contoh tentang apa yang di namakannya pandangan yang aneh bahwa ada sesuatu yang tidak suci dan mengandung dosa dalam perkawinan, sebagaimana dalam hubungan seks pada umumnya.

Di berbagai tempat di belahan bumi ini, yang jauh dari pengaruh Kristen atau Budha, ada ordo-ordo pendeta lelaki maupun perempuan yang bersumpah untuk hidup menunggal, di kalangan Yahudi, sekte Essena menganggap semua hubungan seks sangat kotor, pandangan ini nampaknya telah berpengaruh kuat di zaman kuno. Sesungguhnya terdapat suatu kecenderungan umum untuk hidup membujang dalam empirium Romawi, ketika Epicurianisme memudar, muncullah Stoicisme menggantikannya di kalangan orang Romawi yang terpelajar, kaum Neo Platonis hampir sama skeptisnya dengan orang-orang Kristen.

Doktrin yang mengatakan bahwa materi adalah jahat telah tersebar dari Persia sampai ke Barat, di iringi kepercayaan, bahwa semua hubungan seks adalah kotor, ini adalah pandangan Gereja, walaupun tidak dalam bentuknya yang ekstrim.

Sikap seksual yang negatif, selama berabad-abad, terus mempengaruhi massa rakyat yang terlalu mudah percaya, dalam bentuk penolakan yang teramat keras terhadap seks, banyaknya insiden psikosomatik dan penyakit rohani, sebagian besar dan secara unik, oleh sebagian psikoanalis, di hubungkan dengan pandangan yang negatif tentang seks yang berakar dalam dan tersebar luas.

Apakah kiranya faktor penyebab dalam konsepsi yang salah tentang seks ini? Apakah kiranya alasan manusia untuk mengharamkan diri dari kepuasan alami dan kesejahteraan psikosomatis yang berhubungan dengan seks yang sehat dan baik itu? Mengapa manusia harus hidup sedemikian rupa, sehingga mengutuk bagian dari kehidupan yang pada intinya sehat itu?

Ini adalah sebagian dari pertanyaan-pertanyaan yang kompleks, yang masih harus di jawab oleh para pemikir dengan cara yang meyakinkan dan berarti, namun, kita semua tahu, bahwa bisa terdapat banyak alasan dan sebab dari keengganan terhadap seksualitas.

Tampaknya, di antara alasan-alasan tersebut adalah prasangka terhadap nafsu dan hubungan seks, prasangka itu di bawa ke ujung yang esktrim di kalangan orang-orang Kristen, dalam organisasi Gereja dan sistem kependetaannya, kehidupan Yesus Kristus yang membujang memberi inspirasi kepada mereka, sedemikian rupa sehingga orang-orang suci dan para pendeta memandang perkawinan sebagai pengotoran terhadap kesucian dan keshalehan mereka, karena itulah Paus hanya di pilih dari kalangan pendeta yang tidak kawin.

Dalam kenyataannya, para pendeta Katolik terikat dengan sumpah hidup membujang untuk bisa di sebut shaleh, Bertrand Russell selanjutnya mengatakan, dua atau tiga gambaran yang indah tentang lembaga perkawinan ini telah di singkirkan dari sejumlah besar tulisan para pendeta, namun pada umumnya sukar untuk menemukan sesuatu yang lebih kasar atau keji daripada cara para penulis tersebut memandangnya tujuan dari praktik asketik adalah untuk menarik manusia ke dalam kehidupan membujang, sebagai konsekwensinya perkawinan di pandang sebagai keadaan yang lebih rendah. "Menebang pohon perkawinan dengan kapak kebujangan" adalah bahasa yang energetik dari Santo jerome, orang suci terakhir. (Ibid Hal. 39-40).

Gereja membenarkan perkawinan untuk tujuan pengembangan keturunan, perlunya pembiakan manusia tidak di pandang sebagai sesuatu yang layak untuk mengangkat noda najis dari tindakan seksual, alasan lain di perbolehkannya perkawinan adalah untuk melenyapkan perzinaan antara laki-laki dan perempuan.

Lagi, kita kutip Bertrand Russell, agama Kristen, lebih khusus lagi Santo Paulus, memperkenalkan suatu pandangan yang sama sekali baru tentang perkawinan, bahwa perkawinan itu bukan bertujuan utama untuk melahirkan anak, melahirkan untuk mencegah dosa zina, gereja Katolik memandang perkawinan sebagai sesuatu yang amat suci dan suatu ikatan sampai akhir hayat, dengan begitu, pembubaran perkawinan atau perceraian, tidak di perbolehkan.

Larangan pembatalan perkawinan atau perceraian mungkin ada hubungannya dengan kemungkinan adanya hasrat untuk menebus dosa asal yang mengakibatkan terusirnya Adam dan Hawa dari syurga dalam keadaan tidak kawin.

Sikap yang tidak rasional terhadap wanita merata di kalangan sebagian bangsa kuno, termasuk pandangan bahwa wanita bukanlah manusia yang sempurna kedudukannya sebagai makhluk, mungkin terletak di antara derajat manusia dan hewan.

Wanita juga di anggap tidak mempunyai ruh, sehingga ia tidak mungkin masuk syurga, takhayul-takhayul lain yang serupa juga merata di masa lampau, tapi untunglah bahwa kepercayaan dan anggapan semacam itu tidak di bawa ke ujung yang ekstrim secara universal, batas-batas alami kewanitaan, sebagaimana di kenal dan di nilai di masa lampau, tidaklah di langgar.

Dampak apa pun dari pemikiran tradisional tidaklah lebih dari pemupukan rasa kebanggaan pada laki-laki dan penanaman rasa kurang harga diri di kalangan wanita dari generasi ke generasi, nampaknya, kepercayaan akan kejahatan yang lnheren dalam nafsu seksual dan hubungan kelamin membuat laki-laki dan perempuan secara mutlak sama-sama tertekan secara spiritual, tambahan pula, kepercayaan inl menimbulkan konflik, yang meruntuhkan moral, antara dorongan naluri yang alami dan kepercayaan keagamaan atau kesektean tentang kejahatan nafsu jasadi dan hubungan seksual.

Penderitaan rohani dan kesengsaraan yang timbul dari konflik yang sudah di sebutkan tadi yang meliputi ketidak serasian antara keinginan alami yang asli dan keengganan untuk memenuhinya yang di dorong secara sosial, masalah ini mencapai proporsi yang luar biasa, sehingga menjadi pokok penyelidikan yang intensif para psikolog dan psikoanalis.

Dalam konteks yang di sebutkan di atas, logika Islam yang revolusioner amat sangat menarik, Islam sama sekali tidak memberikan indikasi, betapa pun kecilnya, bahwa nafsu seksual adalah lahat dengan sendirinya atau pasti melibatkan konsekuensi yang buruk, sebaliknya, usaha Islam dalam hal ini bertujuan mengatur seksualitas manusia dalam suatu cara yang paling manusiawi.

Dalam perspektif Islam, hubungan seksual manusia hanya di batasi oleh kepentingan yang sesungguhnya dari generasi masyarakat sekarang atau yang akan datang, dalam hubungan ini, pendekatan Islam mengikuti garis-garis pedoman yang terkenal yang tidak meluruskan baik kepada rasa tertekan dan frustrasi seksual maupun kepada penindasan dan pelarangan dorongan seks.

Di sayangkan, bahwa para Ilmuwan seperti Bertrand Russell, yang telah mengevaluasi moral Kristen dan Budha, tidak memberikan komentar secara khusus tentang etika Islam dalam hal ini, dalam bukunya Marriage and Morals, Bertrand Russell menyebut secara sekilas tentang Islam, sebagai contoh, ia berkata : "Pemimpin-pemimpin agama besar, kecuali Nabi Muhammad Saw dan Konghucu, apabila ia dapat di sebut pemimpin agama pada umumnya, sangat tidak mempedulikan pertimbangan sosial dan politik, malah berusaha menyempurnakan jiwa lewat meditasi, disiplin dan penyangkalan diri."

Sekalipun demikian, memanglah benar bahwa dari segi pandang Islam, nafsu seksual bukan saja seksual dengan intelektualitas dan spiritualitas manusia, tetapi juga di nyatakan sebagai bagian dari watak dan temperamen para nabi.

Menurut hadis, cinta dan kasih sayang terhadap wanita adalah karakteristik dari perilaku moral para nabi (min akhlaaqil anbiyaa ‘ihubbun nisaa'i). Ada beberapa hadis dan riwayat lainnya yang menunjukkan pandangan Nabi tentang wanita, menurut sebagian hadis, Nabi Muhammad Saw dan para Imam suci pun telah menunjukkan secara terbuka kecintaan dan penghargaan mereka kepada istri dan kerabat wanita mereka.

Pada saat yang sama, mereka sangat mencela setiap kecenderungan manusia yang mengarah kepada kehidupan membujang atau hidup kebiaraan, salah seorang sahabat Nabi Saw, Utsman bin Mazh‘un, mengabdikan dirinya semata-mata kepada ibadah, setiap hari berpuasa dan setiap malam bangun untuk shalat, istrinya melaporkan hal itu kepada Nabi Saw, beliau memperlihatkan reaksi tidak senang dan segera menuju tempat di mana sahabat beliau itu berada, lalu berkata, "Wahai Utsman! Ketahuilah, Allah tidak mengutus aku untuk menganjurkan hidup kebiaraan, syari'atku adalah untuk mendorong dan memudahkan pemenuhan hajat manusia yang alami, aku sendiri mengerjakan shalat, berpuasa dan melakukan hubungan suami-istri, karena itu, mengikuti aku dalam Islam berarti menyesualkan diri dengan sunah yang kugariskan, yang meliputi tuntutan bahwa laki-laki dan wanita harus kawin dan hidup berkasih sayang secara harmonis.


Pandangan Islam seperti yang di sebutkan di atas menjelaskan bahwa seksualitas manusia tidaklah dengan sendirinya mengandung sesuatu yang jahat, tidak pula mesti mengandung konsekuensi-konsekuensi yang buruk, lebih lanjut, pandangan ini menjelaskan bahwa kejahatan telah di tempelkan secara tradisional kepada seksualitas manusia dalam proses penumbuhan moralitas religius di dunia barat, sekarang, dunia barat telah berbalik 180 derajat dari sikap moral tradisionalnya yang ekstrim itu.

Sekarang, dunia barat percaya pada keharusan menghormati dan membebaskan hawa nafsu seksual dan keterlibatan-keterlibatannya, dengan jalan membuang kekangan moral tradisional, dalam kenyataannya, banyak orang barat sekarang lebih menyukai kebebasan seksual, mereka menyatakan bahwa moralitas apa pun yang telah mereka warisi tidaklah membawa apa-apa selain konotasi religius.

Mereka mengklaim bahwa moralitas baru zaman sekarang bukan hanya di dasarkan pada pertimbangan filosofis, tetapi juga pada alasan ilmiah, sayangnya, seksualitas negatif yang berkembang di barat, baik yang tradisional maupun yang modern, telah menembus pula jaringan moral masyarakat kita, hal ini terjadi karena mudahnya komunikasi internasional saat ini, dengan peralatan komunikasi yang telah menlngkat serta kontak-kontak internasional yang teratur, pemikiran barat modern yang penuh spekulasi itu benar-benar telah terlanjur membanjiri masyarakat kita, maka tetap berpegang teguhlah pada ajaran Islam tentang hal ini.

Posting Komentar untuk "ETIKA SEKSUAL TRADISIONAL"