Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Ittishal

Apa itu Ittishal?

Ittishal maknanya adalah bersambung, sehubungan dengan ini Allah berfirman yang berkaitan dengan masalah ittishal (bersambung) ini, yaitu : "Kemudian dia mendekat dan bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)." (Q.S. An-Najm : 8-9), selanjutnya di sini juga akan di jelaskan tingkatan derajat ittishal, yaitu ittishal al-i'tisham, kemudian ittishal asy-syuhud.

Dalam memahami ayat ini, seakan-akan yang mendekat dan bertambah dekat lagi sehingga jaraknya seperti dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi adalah Allah Azza wa Jalla, sekalipun memang ada segolongan mufassir yang berpendapat seperti ini, tapi pendapat yang benar, bahwa yang mendekat itu adalah Jibril, karena Jibril As-lah yang di sifati sejak awal Surat An-Najm ini hingga ayat 13-14, "Dan, sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril As itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil-Muntaha."


Begitulah yang di tafsirkan Nabi Saw dalam hadits shahih, Aisyah Ra berkata, "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang ayat ini, maka beliau menjawab,"Dialah Jibril, yang tidak pernah kulihat rupa aslinya selain dari dua kali." Memang lafazh Al-Qur'an sendiri tidak menunjukkan yang demikian itu, tapi hal ini bisa di lihat dari beberapa sisi yang menguatkan pendapat di atas, yaitu :


1. Allah menjelaskan, "Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat." (Q.S. An-Najm : 5). Inilah yang Jibril As yang di sifati Allah dengan kekuatan, seperti firman-Nya yang lain, "Sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar firman (Allah yang di bawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan yang tinggi disisi Allah yang mempunyai 'Arsy." (Q.S. At-Takwir : 19-20).

2. Allah menggambarkannya memiliki akal yang cerdas dan mulia seperti yang di sebutkan dalam ayat di atas.

3. Allah menjelaskan keadaannya, "Sedang dia berada di ufuk yang tinggi." (Q.S. An-Najm : 7). Keberadaan Jibril As di ufuk yang tinggi, sedangkan keberadaan Allah di 'Arsy.


4. Allah befirman, "Kemudian dia mendekat dan bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)." (Q.S. An-Najm : 8-9). Yang mendekat ini adalah Jibril dan turun ke bumi, ke tempat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sedangkan mendekat yang di sebutkan di dalam hadits Mi'raj, ketika beliau berada di atas langit adalah mendekatnya Allah, mendekat yang di sebutkan di dalam ayat berbeda dengan mendekat di dalam hadits, sekalipun kata-kata yang di gunakan sama.

5. Allah berfirman, "Dan, sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil-Muntaha." Yang di lihat beliau di Sidratil-Muntaha adalah Jibril, seperti penjelasan beliau kepada Aisyah.

6. Semua kata ganti yang disebutkan di dalam ayat-ayat di atas adalah satu, maka antara yang menafsiri dan yang di tafsiri tanpa di sertai dalil tidak boleh berbeda.

7. Di dalam surat An-Najm ini Allah menyebutkan dua utusan yang mulia, jenis malaikat dan jenis manusia, utusan jenis manusia di jauhkan dari kesesatan dan tidak keliru, sedangkan utusan jenis malaikat di jauhkan dari sifat syetan yang buruk dan lemah, tapi dia kuat, mulia dan baik akhlaknya, hal ini serupa dengan sifat yang di sebutkan di dalam surat At-Takwir.

8. Allah mengabarkan di dalam Surat At-Takwir, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat Jibril As di ufuk yang terang dan di dalam Surat An-Najm di sebutkan, beliau melihatnya di ufuk yang tinggi, hal ini menunjukkan hal yang sama dan di sifati dengan dua sifat, terang dan tinggi.

9. Allah menjelaskan bahwa Jibril As adalah Dzu mirrah, artinya akhlak yang baik.

10. Kalaupun pengabaran ini tentang Allah, tentunya Al-Qur'an menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah melihat Allah dua kali, sekali di ufuk dan sekali di Sidratul-Muntaha, sekira-nya yang benar seperti ini, berarti ada perbedaan dengan apa yang di kabarkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada Abu Dzarr, saat dia bertanya kepada beliau, "Apakah engkau pernah melihat Rabb engkau?" Maka beliau menjawab, "Yang kulihat cahaya, mana mungkin aku bisa melihat-Nya?" Bahwa Al-Qur'an mengabarkan beliau pernah melihat-Nya dua kali, lalu bagaimana dengan sabda beliau, "Mana mungkin aku bisa melihat-Nya?" Perkataan seperti ini lebih tegas daripada, "Aku belum pernah melihatnya."

11. Tidak pernah di sebutkan kata ganti yang kembalinya kepada Allah dalam firman-Nya, "Kemudian mendekat dan bertambah dekat lagi", kata ganti ini kembali kepada hamba-Nya dan tidak layak di kembalikan kepada-Nya.

12. Bagaimana mungkin kata ganti di kembalikan kepada sesuatu yang tidak pernah di sebutkan sebelumnya, sementara yang di sebutkan justru di abaikan, padahal dialah yang lebih layak.

13. Di dalam At-Takwir di sebutkan kata Shahibakum (temanmu), yang kata gantinya kembali kepada yang sesuai, kemudian di sebutkan pula syadidul-qawiyyu, yang kata gantinya kembali kepada yang sesuai dengannya, semua pengabaran yang menunjukkan dua penafsiran ini adalah utusan dari jenis malaikat dan utusan dari jenis manusia.

14. Yang mendekat dan bertambah dekat lagi ini berada di ufuk yang tinggi, yaitu ufuk langit, sementara mendekatnya Allah dari atas 'Arsy, bukan ke bumi, menurut kaidah, ada tiga derajat ittishal, yaitu ittishal al-i'tisham, kemudian ittishal asy-syuhud, kemudian ittishal al-wujud.

Ittishal al-i'tisham artinya meluruskan tujuan, kemudian mensucikan kehendak, kemudian keadaan, dua macam ittishal yang pertama tidak ada masalah, karena yang pertama merupakan kedudukan iman dan yang kedua merupakan kedudukan ihsan, semua jenis ittishal yang benar setelah itu juga di sebut ihsan, sedangkan ittishal wujud tidak mempunyai hakikat sama sekali, maka harus ada keterangan lebih lanjut apa yang di maksudkan dengan ittishal ini dan apa maksud ittishal seperti yang di kehendaki para ateis, yang mengatakan tentang kesatuan wujud. Tentang ittishal al-i'tisham, Allah telah befirman, yaitu : "Dan berpeganglah kalian pada tali Allah. Dia adalah Pelindung kalian, maka Dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong." (Q.S. Al-Hajj : 78).

Itisham (berpegang) kepada Allah ini ada dua macam, yakni :
- I'tisham yang berarti tawakkal, pasrah diri, memohon pertolongan dan kembali dan bersandar kepada-Nya.
- I'tisham kepada wahyu-Nya, yaitu menjadikan wahyu sebagai pengadil dengan mengabaikan pendapat, qiyas, pikiran dan perkataan manusia, siapa yang tidak melakukannya, berarti dia lepas dari i'tisham ini.

Ittishal asy-syuhud adalah penguatan kedudukan ihsan, ittishal yang pertama merupakan ittishal ilmu dan amal, sedangkan ittishal yang kedua adalah merupakan ittishal keadaan dan ma'rifat.

Wujud seperti dalam perkataan ini adalah tentang ittishal al-wujud, artinya keberuntangan mendapatkan hakikat sesuatu, tapi tentunya kita tidak mengartikan hal ini, bahwa wujud hamba bersambung dengan wujud Allah, sehingga masing-masing di antara keduanya menjadi satu wujud seperti anggapan para ateis, kekufuran orang-orang Nasrani termasuk bagian dari kufur semacam ini, sekalipun ada hamba yang paling jahat dan paling fasik, tapi wujudnya tetap bersambung dengan wujud Allah, bahkan dia merupakan wujud Allah, menurut mereka tidak ada perbedaan antara hamba dan Rabb, yang di maksudkan adalah, dengan ittishal al-wujud di sini, bahwa seorang hamba mendapatkan kembali Rabb-nya setelah dia kehilangan, hal ini seperti seseorang yang mencari harta simpanannya yang sekian lama tidak di dapatkannya, lalu dia berhasil mendapatkannya, sehingga dia tidak perlu lagi mencari-carinya, inilah yang di sebut pula dengan ittishal al-wujud, seperti yang di katakan dalam sebuah atsar, "Carilah Aku, niscaya kamu akan mendapatkan Aku, jika kamu sudah mendapatkan Aku, maka kamu akan mendapatkan segala sesuatu dan jika kamu tidak mendapatkan, maka kamu tidak akan mendapatkan segala sesuatu."

Mendapatkan di sini bisa bermacam-macam, tergantung dari keadaan dan kedudukan hamba, orang yang bertaubat secara tulus, maka akan mendapatkan Allah Maha Pengampun dan Maha Pengasih, orang yang tawakkal dengan sebenarnya akan mendapatkan Allah Maha Pemberi kecukupan dan perlindungan, orang yang takut kepada-Nya dengan cara kembali kepada-Nya, akan mendapatkan Allah melindunginya dari rasa takut, orang yang mengharapkan, jika benar-benar dalam harapannya, akan mendapatkan Allah ada dalam persangkaannya.

Posting Komentar untuk "Ittishal"