Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

HUKUM RIDHA DAN DO'A BISA MERUBAH KETENTUAN QADAR

Hukum ridha terhadap Qadar dan apakah do'a itu bisa juga menolak atau merubah Qadha? Ridha pada Qadar hukumnya wajib, karena ha itu termasuk kesempurnaan ridha akan Rububiyah Allah, maka setiap mu'min harus ridha pada Qadha’ Allah, akan tetapi sesuatu yang di qadha' masih perlu di rinci lagi, karena sesuatu yang di qadha berbeda dengan Qadha itu sendiri, Qadha adalah perbuatan Allah, sedangkan sesuatu yang di qadha’ adalah sesuatu yang di kenai Qadha’, maka Qadha’ yang merupakan perbuatan Allah harus kita relakan dan dalam kondisi apapun kita tidak boleh membencinya selamanya. Adapun sesuatu yang di qadha‘ terbagi menjadi tiga macam, yaitu :
  1. 1. Wajib di relakan,
  2. 2. Haram di relakan,
  3. 3. Di sunnahkan untuk di relakan.
Sebagai contoh, perbuatan ma'siat adalah sesuatu yang di qadha oleh Allah dan ridha pada kema'siatan hukumnya haram, sekalipun dia terjadi atas Qadha Allah, maka barangsiapa melihat pada kema'siyatan, maka dia harus rela dari sisi Qadha’ yang telah lakukan Allah dan harus mengatakan bahwa Allah Maha Bijaksana dan kalau Kebijakan-Nya tidak menentukan ini, maka dia tidak akan pernah terjadi, adapun dari sisi sesuatu yang di qadha’, maka perbuatan tersebut wajib tidak di relakan dan wajib menghilangkan kema'siatan tersebut dari dirimu sendiri dan orang lain, sebagian dari sesuatu yang di qadha‘ harus di relakan, seperti kewajiban syar'iyah, karena Allah telah menentukannya secara riil dalam syar'iyah, maka kita harus merelakannya, baik dari sisi Qadha'nya maupun sesuatu yang di qadha‘.

Bagian ketiga di sunnahkan untuk merelakannya dan di wajbkan bersabar karenanya, yaitu berbagai musibah yang terjadi, maka semua musibah yang terjadi, menurut para ulama, di sunnahkan untuk merelakan dan tidak di wajibkan, akan tetapi wajib bersabar karenanya.

Perbedaan antara sabar dan rela adalah bahwa dalam sabar seseorang tidak menginginkan apa yang terjadi, akan tetapi dia tidak mencoba sesuatu yang menyalahi syara' dan menghilangkan kesabaran, sedangkan rela adalah seseorang tidak membenci apa yang terjadi, sehingga terjadinya atau tidak terjadinya baginya sama saja, inilah perbedaan antara rela dengan sabar, oleh karena itu, para ulama Jumhur mengatakan :

"Sesungguhnya sabar itu wajib, sedangkan rela itu di sunnahkan." Adapun pertanyaan : "Apakah do'a itu dapat menolak Qadha", maka jawabnya demikian, sebenarnya do'a merupakan sebab dapat di raihnya sesuatu yang di cari dan dalam kenyataannya, do'a dapat menolak Qadha dan tidak dapat menolaknya sekaligus, artinya terdapat dua sisi pandang dalam do'a, sebagai contoh orang sakit terkadang berdo‘a kepada Allah untuk supaya di sembuhkan, kemudian sembuh, maka dalam hal ini, seandainya ia tidak berdo'a, maka dia akan tetap sakit, akan tetapi dengan do'a tersebut dia menjadi sembuh, hanya saja kita dapat mengatakan bahwa Allah telah menetapkan, sembuhnya penyakit tersebut dengan lantaran do‘a dan ini telah tertulis atau tersurat, maka do'a

tersebut secara lahir dapat menolak Qadar, di mana manusia meyakini bahwa kalau tidak ada do'a tersebut, maka penyakit tersebut akan tetap di derita, akan tetapi, hakikatnya, do'a tersebut tidak menolak Qadha‘, karena pada dasarnya do'a tersebut juga telah tertulis atau telah di takdirkan dan kesembuhan tersebut akan terjadi dengannya.

lnilah Qadar yang sebenarnya telah tertulis di zaman azali, demikianlah, sehingga segala sesuatu pasti melalui sebab dan sebab tersebut telah di jadikan Allah sebagai sebab teraihnya dan sesuatu itu semua telah tertulis sejak zaman azali sebelum terjadi.

Do'a bisa berpengaruh untuk merubah apa yang telah tertulis untuk manusia sebelum kejadian, tidaklah di ragukan lagi, bahwa do‘a sangat besar pengaruhnya dalam merubah apa yang telah tertulis, akan tetapi perubahan itupun sudah di gariskan juga melalui do'a, janganlah pula kita menyangka bila kita berdo'a, berarti meminta sesuatu yang belum tertulis, bahkan do'a kita juga telah tertulis dan apa yang terjadi karenanya juga tertulis, terkesan rumit juga ya, oleh karena itu ini ada contoh yang senada dengan hal yang di maksud, kita menemukan seseorang yang mendo'akan orang sakit, kemudian sembuh dan ada juga kisah mengenai hal ini yaitu sekelompok sahabat yang di utus Nabi Saw singgah bertamu kepada suatu kaum, akan tetapi kaum tersebut tidak mau menjamu mereka, kemudian Allah mentakdirkan seekor ular menggigit tuan mereka, lalu mereka mencari orang yang bisa membaca do'a kepadanya supaya sembuh, kemudian para sahabat mengajukan persyaratan upah tertentu untuk hal tersebut, kemudian mereka (kaum tersebut) memberikan sepotong daging kambing, maka berangkatlah seorang dari sahabat untuk membacakan Surah Al-Fatihah untuknya, maka hilanglah racun tersebut seperti unta terlepas dari talinya, maka bacaan do'a tersebut berpengaruh menyembuhkan orang yang sakit.

Dengan demikian, do'a mempunyai pengaruh, namun tidak merubah Qadar, akan tetapi kesembuhan tersebut telah tertulis dengan lantaran do'a yang juga telah tertulis.

Segala sesuatu terjadi karena Qadar Allah, begitu juga segala sebab mempunyai pengaruh terhadap musababnya dengan izin Allah, maka semua sebab telah tertulis dan semua musabab juga telah tertulis, ini adalah jawaban secara ringkas dan padat tentang qadar atau takdir kita.

Posting Komentar untuk "HUKUM RIDHA DAN DO'A BISA MERUBAH KETENTUAN QADAR"