Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

SEGALA SESUATU TELAH DI TENTUKAN, MANUSIA HANYA DI BERI PILIHAN

Apakah pokok perbuatan telah di takdirkan? Apakah manusia di beri kebebasan memilih (punya kebebasan) cara pelaksanaannya? Sebagai contoh apabila Allah telah mentakdirkan seorang hamba untuk membangun masjid, maka dia pasti membangun masjid, akan tetapi Dia (Allah) membiarkan akalnya untuk memilih cara membangun, begitu juga, apabila Allah telah mentakdirkan kema'siatan, maka manusia sudah barang tentu melakukannya, akan tetapi Dia membiarkan akalnya untuk memilih cara melaksanakannya, ringkasnya manusia itu di beri kebebasan memilih cara melaksanakan sesuatu yang telah di takdirkan kepadanya, apakah itu benar?

Masalah ini adalah di namakan dengan qadar, memang hal ini selalu jadi pusat perdebatan di kalangan umat manusia sejak zaman dahulu, oleh karena itu, dalam hal ini mereka dapat di klasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu dua kelompok saling kontroversial dan satu kelompok sebagai penengah, yaitu :

Kelompok pertama memandang pada keumuman Qadar Allah, sehingga dia buta tentang kebebasan memilih hamba. Dia mengatakan : "Sesungguhnya dia di paksa dalam segala perbuatannya dan tidak mempunyai kebebasan memilih jalannya sendiri, maka jatuhnya seseorang dari atap bersama angin dan sebagainya sama dengan turun dari atap tersebut dengan tangga sesuai dengan pilihannya sendiri.

Kelompok kedua, memandang bahwa seorang hamba melakukan dan meninggalkan sesuatu dengan pilihannya sendiri, sehingga dia buta dari Qadar Allah. Dia mengatakan bahwa seorang hamba bebas memilih semua perbuatannya dan tidak ada hubungannya dengan Qadar Allah.

Kelompok penengah, maka mereka melihat dua sebab, mereka memandang pada keumuman Qadar Allah dan sekaligus kebebasan memilih hamba-Nya, maka mereka mengatakan : "Sesungguhnya perbuatan hamba terjadi karena Qadar Allah dan dengan pilihan hamba itu sendiri. Dia tentu tahu perbedaan antara jatuhnya seseorang dari atap karena angin dan semisalnya dengan turun melalui tangga atas pilihannya sendiri, yang pertama adalah orang yang melakukannya di luar pilihannya dan yang kedua dengan pilihannya sendiri, masing-masing dari keduanya terjadi karena Qadha‘ dan Qadar Allah yang tidak akan terjadi dalam kerajaan-Nya apa yang tidak Dia kehendaki, akan tetapi sesuatu yang terjadi dengan pilihan seorang berhubungan dengan taklif (pembebanan/hukum) dan dia tidak punya alasan Qadar dalam melanggar apa yang telah di bebankan kepadanya, baik berupa perintah maupun larangan, karena dia melakukan sesuatu yang menyalahi (hukum Allah) dan ketika melakukannya dia belum tahu apa yang di takdirkan kepadanya, maka perlakuan tersebut menjadi sebab siksaan, baik di dunia maupun di akhirat, oleh karena itu, ketika dia di paksa oleh seseorang untuk melakukan sesuatu yang menyalahi (hukum Allah), maka tidak ada hukum dan siksaan atas perbuatan tersebut karena keterpaksaannya, apabila manusia mengetahui bahwa melarikan diri dari api ke tempat yang lebih aman

adalah pilihannya sendiri dan bahwa kedatangan ke rumah bagus, luas dan layak tinggal juga merupakan pilihannya, di sisi lain dia juga meyakini bahwa melarikan diri dan kedatangan tersebut terjadi karena Qadha' dan Qadar Allah, sedangkan tetap tinggal (di rumah tersebut) sehingga di telan api dan ketelatannya untuk menempati rumah, dapat di katakan menyia-nyiakan kesempatan yang berakibat penyesalan, maka kenapa dia tidak memahami ini dalam hal kecerobohannya dengan meninggalkan sebab-sebab yang bisa menyelamatkan dirinya dari neraka akhirat dan menggiringnya untuk masuk jannah? Adapun gambaran bahwa ketika Allah telah mentakdirkan seorang hamba untuk membangun masjid, maka dia pasti akan membangun masjid, akan tetapi Dia (Allah) membiarkan akalnya dalam menentukan cara membangun, adalah gambaran yang kurang tepat, karena gambaran tersebut mengindikasikan bahwa cara membangun adalah kebebasan akal dan tidak terkait dengan Qadar Allah di dalamnya dan sumber pikiran (untuk membangun) semata-mata karena kekuasaan Qadar dan tidak ada kaitannya pilihan (hamba) di dalamnya.

Hal yang benar adalah sumber pikiran membangun merupakan bagian dari pilihan manusia karena dia tidak di paksakan, sebagaimana dia tidak di paksa untuk merenovasi rumahnya atau membongkarnya, akan tetapi munculnya pikiran tersebut, sebenarnya telah di takdirkan oleh Allah tanpa ia sadari, karena dia belum tahu bahwa Allah telah mentakdirkan apapun kecuali setelah terjadinya, karena Qadar itu rahasia dan tertutup yang tak dapat di ketahui kecuali melalui petunjuk Allah dalam bentuk wahyu atau kejadian nyata, begitu juga cara membangun tetap dalam Qadar Allah, karena Allah telah menetapkan segala sesuatu, baik secara global maupun rinci dan tidak mungkin menusia bisa memilih sesuatu yang tidak di kehendaki dan di tetapkan Allah, akan tetapi bila seseorang memilih sesuatu dan melakukannnya maka dia baru tahu dengan yakin bahwa hal tersebut telah di tetapkan Allah, dengan demikian, manusia di beri kebebasan memilih berbagai sebab nyata yang telah di tetapkan Allah sebagai sebab terjadinya perbuatan dan ketika melakukannya manusia tidak merasa di paksa oleh siapapun, akan tetapi, bila dia telah melakukan perbuatan tersebut berdasarkan sebab-sebab yang telah di jadikan Allah sebagai sebab, maka kita baru tahu dengan yakin bahwa Allah telah menetapkannya (mentakdirkan), baik secara global maupun rinci.

Demikian juga, kami bisa berbicara tentang perbuatan ma'siat manusia, di mana mengatakan : "Sesungguhnya Allah telah mentakdirkan kepadanya perbuatan ma'siat, sehingga dia pasti melakukannya, akan tetapi Dia (Allah) membiarkan (menyerahkan) kepada akalnya tentang cara pelaksanaannya." Maka dalam hal ini, kami katakan sebagaimana yang telah kami sampaikan dalam hal pembangunan masjid di atas.

Sesungguhnya Qadar Allah kepadanya untuk melakukan ma'siat tidak berarti menghilangkan kebebasan memilihnya, karena ketika dia memilih perbuatan tersebut (ma'siat) dia belum tahu apa yang di takdirkan Allah kepadanya, lalu dia melakukan perbuatan tersebut sesuai dengan pilihannya dan tidak merasa di paksa oleh siapapun, akan tetapi ketika dia telah melakukannya, maka kita baru mengetahui bahwa Allah telah mentakdirkan perbuatan tersebut kepadanya, begitu juga, cara pelaksanaan ma'siat dan proses menuju ke sana yang terjadi dengan pilihan manusia tidak berarti menghilangkan Qadar Allah, karena Allah telah mentakdirkan segala sesuatu, baik secara global maupun rinci dan telah menetapkan sebab-sebab menuju ke sana dan seluruh

perbuatan-Nya tidak terlepas dari Qadar-Nya dan begitu juga perbuatan hamba-Nya, baik yang bersifat ikhtiyar (sesuai pilihan) maupun idhthirari (terpaksa), Allah berfirman : "Apakah kamu belum tahu bahwa AIlah mengetahui apa yang ada di langit dan bumi, sesungguhnya hal itu telah ada dalam Kitab, sesungguhnya itu bagi Allah sangat mudah." (Q.S. Al-Hajj Ayat 70). Allah juga berfirman : "Begitu juga Aku telah menjadikan bagi setiap Nabi musuh yang berupa syetan-syetan dari bangsa Manusia dan Jin, yang sebagian menyampaikan kepada sebagian lain ucapan palsu dan apabila Rabb-mu menghendaki, maka mereka tidak melakukannya (kebohongan), maka tinggalkanlah mereka dan kebohongannya." (Q.S. Al-An‘am Ayat 12). Allah juga berfirman : "Begitu juga Allah telah menghiasi kebanyakan orang-orang musyrik dengan pembunuhan anak-anak mereka kepada teman-teman mereka untuk menarik mereka dan meremangkan agama mereka, apabila Allah menghendaki, maka mereka tidak melakukannya, maka tinggalkanlah mereka dan kebohongan mereka." (Q.S. Al-An'am Ayat 137).

Dia juga berfirman : "Kalau Allah menghendaki, maka tidaklah saling membunuh orang-orang setelah mereka setelah datang penjelasan kepada mereka, akan tetapi mereka saling berselisih, sehingga sebagian mereka ada yang beriman dan sebagian ada yang kafir, kalau Allah menghendaki, maka mereka tidak saling membunuh." (Q.S. Al-Baqarah Ayat 253). Setelah itu, maka sebaiknya seseorang tidak membicarakan dengan diri sendiri atau dengan orang lain tentang persoalan seperti ini yang akan berakibat gangguan dan menimbulkan prasangka adanya pertentangan antara syari'ah dengan qadar, karena hal itu bukanlah merupakan kebiasaan sahabat, padahal mereka orang yang paling semangat untuk mengetahui berbagai kebenaran dan lebih dekat dengan nara sumber (Nabi Saw) dan pemecahan kesedihan. 


Di sebutkan dalam Shahihul Bukhari dari Ali bin Abi Thalib Ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda : "Tak seorangpun dari kamu kecuali telah tertulis tempatnya di syurga atau tempatnya di neraka." Kemudian (sahabat) bertanya : "Ya Rasulullah, apakah kita tidak menyerah saja." (dalam suatu riwayat di sebutkan : "Apakah kita tidak menyerah saja pada catatan kita dan meninggalkan amal). Beliau menjawab : "Jangan, beramallah, setiap orang di permudah (menuju takdirnya) (dalam suatu riwayat di sebutkan : "Beramallah, karena setiap orang di permudah menuju sesuatu yang telah di ciptakan untuknya). Orang yang termasuk ahli kebahagian, maka dia di permudah menuju perbuatan ahli kebahagiaan. Adapun orang yang termasuk ahli celaka, maka dia di permudah menuju perbuatan ahli celaka, kemudian beliau membaca ayat : "Adapun orang yang memberi dan bertaqwa dan membenarkan kebaikan, maka Aku akan mempermudahnya menuju kemudahan, adapun orang yang bakhil dan menumpuk kekayaan dan mebohongkan kebaikan, maka Aku akan mempermudahnya menuju kesulitan."

Dari hadits di atas, jelaslah bahwa Nabi Saw melarang sikap menyerah pada catatan (takdir) dan meninggalkan beramal, karena tak ada peluang untuk mengetahuinya dan beliau menyuruh hamba untuk berbuat semampu mungkin, yang berupa amal, beliau mengambil dalil dengan ayat yang menunjukkan bahwa orang yang beramal shalih dan beriman, amal dia akan di permudah menuju kemudahan, ini merupakan obat yang berharga dan mujarab, di mana seorang hamba akan mendapatkan puncak kesejahteraan dan kebahagiaannya dengan mendorong untuk beramal shalih yang di bangun di atas landasan iman dan dia akan bergembira dengannya karena ia akan di dekatkan dengan taufiq menuju kemudahan di dunia dan akhirat.

Posting Komentar untuk "SEGALA SESUATU TELAH DI TENTUKAN, MANUSIA HANYA DI BERI PILIHAN"