Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Pembahasan Hukum Perayaan Haul

Di tanah air kita Indonesia ini, perayaan haul seorang syaikh, wali, sunan, kiai, habib atau tokoh lainnya bukanlah lagi suatu hal yang asing bagi kebanyakan kita.

Di pinggir-pinggir jalan sering dipajang spanduk, biasanya bertuliskan "Hadirilah acara peringatan haul Syaikh fulan yang ke sekian kalinya."


Acara haul sudah merupakan upacara ritual seremonial yang biasa dilakukan oleh umumnya masyarakat Indonesia untuk memperingati hari kematian seseorang.


Awalnya, acara ini biasanya diselenggarakan setelah proses penguburan, kemudian berlanjut setiap hari sampai hari ke-7.

Lalu diselenggarakan lagi pada hari ke-40 dan ke-100. Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun di hari kematian si mayit atau yang masyhur dikenal dengan 'haul' yang berarti 'tahun' dalam bahasa Arab.

Perayaan haul dalam Islam dengan berbagai variasi acaranya cukup memukau banyak kalangan, dihadiri oleh para tokoh agama dan petinggi daerah.

Masyarakat pun berjubel-jubel antusias menghadirinya dengan berbagai macam keyakinan dan tujuan hingga tanpa disadari acara ini seakan menjadi suatu kelaziman.

Konsekuensinya, bila ada yang tidak menyelenggarakan acara tersebut, berarti telah menyalahi adat dan akibatnya diasingkan dari masyarakat.

Bahkan, lebih jauh lagi, acara tersebut seolah-olah membangun opini yang bermuatan hukum, yaitu sunnah atau wajib dikerjakan dan sebaliknya bid‘ah dan salah bila ditinggalkan.

Hal yang sangat mengherankan adalah kurangnya usaha banyak orang untuk mencari kebenaran tentang status hukum perayaan ini ditinjau dari sudut pandang syari‘at Islam yang mulia, oleh karena itu, penting sekali adanya penjelasan secara ilmiah dan komprehensif tentang masalah yang menjadi pro dan kontra ini, sehingga tidak menyisakan celah-celah perdebatan dan keraguan pada masyarakat kaum muslimin tentang hakikat perayaan haul ini.



Islam Telah Sempurna

Di antara nikmat terbesar yang Allah anugerahkan kepada umat ini adalah disempurnakannya agama ini sebagaimana dalam firman-Nya : "Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam sebagai agamamu." (Q.S. Al-Ma'idah [5]:3).

Al-Imam Ibnu Katsir Asy-Syafi‘i Rahimahullah berkata, "Ini merupakan kenikmatan Allah yang terbesar kepada umat ini, dimana Allah telah menyempurnakan agama mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan agama selainnya dan (tidak membutuhkan) nabi selain nabi mereka.

Oleh karena itu, Allah menjadikannya sebagai penutup para nabi dan mengutusnya kepada jin dan manusia, maka tidak ada sesuatu yang halal selain apa yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang beliau haramkan, tidak ada agama selain apa yang beliau syari‘atkan dan setiap apa yang beliau beritakan adalah benar dan jujur, tiada kedustaan didalamnya.

Tidaklah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam meninggalkan dunia ini melainkan telah meninggalkan kaum muslimin dalam jalan yang terang-benderang, malamnya seperti siangnya.

Semua permasalahan yang dibutuhkan oleh hamba telah dijelaskan dalam syari‘at Islam, hingga permasalahan yang dipandang remeh oleh kebanyakan manusia seperti adab buang hajat.

Dengan sempurnanya Islam, maka segala perbuatan bid‘ah dalam agama dinilai sebagai kelancangan terhadap syari‘at dan ralat terhadap pembuat syari‘at bahwa masih ada permasalahan yang belum dijelaskan.

Al-Imam Malik bin Anas Rahimahullah mengeluarkan perkataan emas tentang ayat ini. Beliau berkata : "Barang siapa melakukan bid‘ah dalam Islam dan menganggapnya baik (bid‘ah hasanah), maka sesungguhnya dia telah menuduh Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam mengkhianati risalah, karena Allah Ta‘ala berfirman, "Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu.‘ Karena itu, apa saja yang di hari itu (pada zaman Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam) bukan sebagai agama, maka pada hari ini juga tidak termasuk agama." (Al-I'tisham 1/64–65 Al-Imam Asy-Syatibi (tahqiq: Salim Al-Hilali).

Bersambung ke Hukum Perayaan Haul Dalam Islam...

Posting Komentar untuk "Pembahasan Hukum Perayaan Haul"