Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Tawassul

Hanya ibadah yang didasari ketaqwaan saja yang diterima di sisi Allah, sebagaimana yang ditegaskan dengan firman-Nya : "Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertaqwa". (Q.S. Al-Ma‘idah : 5/27).

Sungguhpun ukuran ketaqwaan hati seorang hamba hanya Allah yang dapat mengetahui, tetapi seorang hamba wajib berusaha mencapai dengan semampunya dan oleh karena itu, ibadah itu harus dilaksanakan dengan benar dan ikhlas semata-mata karena Allah.

Hanya mengharapkan ridla-Nya, artinya dilaksanakan secara utuh dan total, baik lahir maupun batin, semata-mata sebagai perwujudan pengabdian yang hakiki kepada-Nya.

Ibadah juga merupakan sarana komunikasi antara seorang hamba dengan Tuhannya, untuk mencurahkan kerinduan yang membara, melahirkan rasa syukur atas segala kenikmatan dan anugerah yang sudah diterima, memohon ampun atas segala dosa dan bertaubat dengan taubatan nasuha.

Secara lahiriah ibadah itu dilaksanakan dengan menyatukan antara dua indera lahir, yaitu kemauan emosional dan kemampuan rasional yang di dalam istilah agama disebut bashoro, dan secara batiniah dilaksanakan dengan indera batin, yakni dengan pancaran spiritual yang disebut bashiroh.

Secara qudroti, ketiga indera tersebut merupakan perangkat (instrumen) kehidupan manusia yang sesungguhnya memiliki pancaran kehidupan yang berbeda serta sulit dipersatukan, namun dengan pengendalian kekuatan rasional dan didukung penguasaan ilmu pengetahuan secara tepat dan benar serta latihan yang terbimbing, masing-masing perangkat tersebut harus menjadi satu dan menyatu.

Taubah Nasuha berarti kembali ke jalan yang diridlai Allah dengan sebenar-benarnya dan setulus-tulusnya, taubat yang penuh kesadaran dan penghayatan dengan cara-cara tertentu dan dengan syarat memohon ampunan, berjanji tidak akan mengulangi lagi dan menyesali segala dosa yang diperbuat yang terbagi dalam tiga tingkatan, taubat yang terdorong sikap takut akan siksa-Nya disebut Ta'ib, rasa sesal karena malu kepada-Nya disebut Munib dan taubat karena sikap pengagungan kepada-Nya disebut Awwab.

Jika seorang hamba telah bertaubat secara bersungguh-sungguh, dirinya terbebas dari dosa (tahliyah) kemudiaan secara otomat menghiasi diri dengan akhlak karimah dan pada akhirnya sampai pada terbukanya tabir (hijab) atau disebut tajliyah di dalam pelaksanaan sebuah ibadah.

Hal tersebut telah diisyaratkan Allah dengan firman-Nya : "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu." (Q.S. Al-Baqoroh : 2/208).
Manakala ketiga perangkat kehidupan manusia yang disebutkan di atas (emosionalitas, rasionalitas dan spiritualitas) tidak dapat disatukan dalam kesatuan ibadah yang sedang dilakukan, maka bisa jadi salah satunya atau bahkan ketiga-tiganya akan dijadikan sarana setan untuk masuk ke dalam hati seorang hamba, dengan sarana tersebut setan bisa membelokkan arah dan tujuan ibadah.

Untuk mencapai tujuan tersebut para ulama‘ adalah ahlinya, sebagai guru-guru ruhaniah (Mursyid), ia adalah Mursyid (Syaikh) merupakan guru spiritual terkait dengan ilmu tasawuf yang benar benar memiliki otoritas, artinya secara spiritual telah mendapat mandat dari mursyidnya untuk menjadi guru dan telah teruji secara praktis dalam kehidupan sehari-hari, di samping secara syar'i telah menguasai ilmunya dengan baik.

Ia mengajarkan para murid-murid dan para salik di jalan Allah untuk melaksanakan Tawasul, baik secara lahir maupun batin, dengan didasari ayat-ayat Al-Qur‘an Al-Karim dan Sunnah Nabi-Nya serta pengalaman pribadi, para ulama‘ sejati tersebut mengajarkan Tawasul sebagai jalan untuk memasuki fasilitas ibadah yang dibentangkan Allah.

Secara lahir Tawasul tersebut dilaksanakan untuk menyamakan amal ibadah lahir yang dilaksanakan oleh murid dengan gurunya, sedangkan secara batin untuk melaksanakan interaksi ruhaniah antara murid dengan para guru-guru mursyidnya baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat.

Posting Komentar untuk "Tawassul"