Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

CENDERA MATA (SOUVENIR) DAN HADIAH

CENDERA MATA (SOUVENIR) DAN HADIAH

Banyak para pedagang dan pengusaha membuat cendera mata dalam bentuk kalender, gantungan kunci, cangkir, buku catatan harian, pena dan alat tulis serta lain sebagainya untuk di bagikan secara gratis kepada setiap pembeli dan pelanggan sebagai kenang-kenangan dan untuk mempromosikan usaha atau barang mereka.
Pada saat penerima hadiah membutuhkan barang atau jasa yang di promosikan, mereka langsung ingat dan akan menghubungi pemberi hadiah, karena alamat lengkap perusahaan pemberi hadiah tertera pada cindera mata yang di bagikan.

Hadiah jenis ini termasuk hibah, sebab itu, hadiah jenis ini boleh di terima kecuali hadiah di gunakan untuk kepentingan haram, seperti asbak rokok dan kalender yang bergambar wanita yang tidak menutup aurat atau hadiah tersebut berasal dari perusahaan yang bergerak di bidang haram, seperti kalender dari bank riba karena hadiah tersebut bagian dari promosi untuk menggunakan barang atau jasa pemberi hadiah yang mengandung unsur riba yang memeang di larang agama Islam.

HADIAH PROMOSI
Hadiah promosi terkadang di berikan oleh sebuah perusahaan sebelum pembelian barang dalam bentuk contoh barang (sampel) dengan tujuan memperkenalkan barang dagangannya kepada calon konsumen, andai kata konsumen menginginkan barang dalam jumlah besar, dia telah melihat contohnya.

Hukum hadiah ini boleh karena termasuk hadiah (hibah) yang di bolehkan, apabila calon pembeli berpedoman kepada contoh dan tidak menyaksikan barang yang akan di belinya, apakah jual beli ini di bolehkan?
Para ulama berbeda pendapat tentang jual beli barang berdasarkan contoh sebagai berikut :

Pendapat pertama adalah jual beli ini tidak sah, karena termasuk jual-beli yang mengandung unsur gharar, di mana barang yang di beli tidak tampak atau tidak di saksikan dalam akad dan contoh yang di perlihatkan belum tentu sama seperti barang yang di beli, ini merupakan pendapat yang terkuat di dalam madzhab Hanbali.

Pendapat kedua: jual beli ini hukumnya boleh, ini merupakan pendapat mayoritas para ulama madzhab, sebab, unsur ketidak jelasan (gharar) dalam barang yang merupakan objek akad telah tiada dengan cara melihat barang contohnya, syaratnya, barang yang hendak di jual harus sama persis spesifikasinya dengan contoh yang di perlihatkan.

Wallahu a'lam, pendapat yang membolehkan jual beli barang berdasarkan contoh adalah pendapat yang terkuat, sebab, untuk dewasa ini, kesamaan barang dengan contoh telah menjadi ukuran mutu sebuah barang, dengan demikian, unsur gharar dalam barang objek akad dapat di minimalkan.

Dan terkadang hadiah promosi diberikan oleh sebagian supermarket dan toko besar dengan menjanjikan bagi pembeli jika berbelanja di toko mereka di atas nominal tertentu akan di beri hadiah menarik yang tidak di jelaskan ciri-ciri fisiknya.

Hal ini bertujuan untuk menarik pembeli sebanyak mungkin, setelah konsumen berbelanja di atas nominal yang di syaratkan, pembeli menunjukkan lembaran tanda pembayaran ke bagian yang bersangkutan dan menukarnya dengan hadiah.

Hadiah yang di berikan terkadang berupa piring, cangkir dan peralatan rumah tangga Iainnya, para ulama kontemporer berbeda pendapat tentang hukum hadiah ini.

Pendapat pertama: Sebagian ulama kontemporer, seperti Asy-Syaikh Dr. Abdullah Al-Jibrin dan Asy-Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan mengharamkan pemberian hadiah dengan cara ini.

Dalil pendapat ini adalah harga dari hadiah yang di janjikan telah di hitung pada saat pembayaran barang yang di beli, andai kata nominal yang di syaratkan Rp.500.000,-, maka hakikatnya dia membeli barang seharga Rp.480.000,- dan Rp.20.000,- lagi di sisihkan untuk harga hadiah yang di janjikan.

Dengan demikian, sesungguhnya hadiah adalah bagian dari barang yang di beli dan bukan murni hadiah dan ini termasuk jual beli gharar karena hadiah (barang yang di beli) tidak jelas, bisa jadi berbentuk piring, gelas, sendok, baju kaos dan sebagainya, karena hadiah bentuk ini termasuk jual beli gharar, hukumnya pun haram.

Selain mengandung gharar, cara ini juga dapat merugikan pedagang lain yang tidak memberikan hadiah promosi, terutama pedagang kecil. Rasulullah Saw bersabda : "Tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat mudharat bagi orang lain, baik permulaan ataupun balasan." (H.R. Ibnu Majah).

Tanggapan kita adalah, hadiah yang di berikan tidak di ambil dari pembayaran barang karena nilai barang pada saat pembagian hadiah dan pada saat tidak ada hadiah tetap, tidak berubah.

Ini berarti bahwa hadiah tidak di tarik harganya dari barang yang di beli, adapun cara ini dapat merugikan pedagang lain yang tidak memberikan hadiah maka tidak dapat di benarkan, sebab, setiap pedagang memiliki cara tersendiri untuk menarik para pelanggan, mungkin dengan cara mengantar barang ke alamat tanpa di tarik imbalan atau fasilitas barang yang di beli dapat di kembalikan dalam tenggang waktu tertentu yang di namakan khiyar syarat dan Iain-lain, jadi, hadiah bukanlah satu-satunya cara untuk menarik pembeli.

Sebagaimana khiyar syarat tidak dapat di haramkan karena merugikan pedagang lain yang tidak menggunakannya, hadiah juga tidak dapat di haramkan karena pada dasarnya hadiah hukumnya mubah.

Pendapat kedua dari Asy-Syaikh Muhammad Al-Utsaimin membolehkan pemberian hadiah dengan cara ini, beliau berkata, "Apabila harga barang yang di jual oleh pedagang yang menjanjikan hadiah untuk pembeli yang nominal belanjanya di atas sekian sama dengan harga yang di jual oleh pedagang lain yang tidak memberikan hadiah, maka hukumnya boleh."

Pendapat ini di dasarkan pada hukum mu'amalat, bahwa pada prinsipnya halal, kecuali terdapat hal-hal yang di haramkan, di dalam pemberian hadiah cara ini tidak terdapat larangan karena hadiah yang di berikan murni hadiah dan tidak mengapa terdapat gharar dalam akad hadiah? Wallahu a’lam, dari tinjauan dalil, pendapat yang membolehkan memberi dan menerima hadiah dengan cara ini lebih kuat

Posting Komentar untuk "CENDERA MATA (SOUVENIR) DAN HADIAH"