Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

MASALAH SEPUTAR PERWALIAN DALAM NIKAH

Ada baiknya kita mencoba membahas seringkas mungkin beberapa permasalahan yang sering terjadi di tengah masyarakat :

A. Sahkah perwalian seorang wali yang dianggap ahli bid'ah atau walinya tidak shalat?
Sesuai pendapat yang terkuat; 'sifat adil' adalah sifat pendukung dalam perwalian nikah, bukan merupakan syarat sah, sehingga selama bid'ahnya bukan bid'ah mukaffrah dan orang tersebut amanah terhadap putrinya, maka dia sah menjadi wali. Adapun wali yang tidak shalat, maka sebaiknya dia tidak menjadi wali, bahkan apabila calon mempelai lelaki
berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat kafir, maka dia tidak boleh menerimanya sebagai wali nikah untuk calon isterinya. Wallahu a'lam.

B. Bila sebuah akad pernikahan berlangsung tanpa sepengetahuan atau tanpa persetujuan sang wali, sahkah pernikahan tersebut?
Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa wali dalam nikah merupakan syarat mutlak bagi calon mempelai wanita, oleh karenanya bila sebuah akad pernikahan berlangsung tanpa sepengetahuan wali atau tanpa persetujuannya, maka nikah tersebut dianggap batal dan
tidak ada, sebagaimana sabda Nabi Saw yang telah lalu : "Siapapun wanita yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal,"

C. Jika akad pernikahan sudah terjadi, lalu wali baru mengetahui namun dia menyetujui, bagaimana hukum pernikahan tersebut?
Hukum pernikahan tersebut tetap batal dan tidak sah, sebagaimana sabda Nabi Saw yang telah disebutkan di atas, yang artinya, "Siapapun wanita yang tidak dinikahkan oleh walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal". Sehingga ketika si wali akhirnya menyetujuinya, maka harus dilakukan akad nikah baru lagi. Wallahu a'lam.

D. Perwalian bagi anak diluar nikah?
Anak perempuan hasil perzinaan, secara syari'at dia tidak bisa dinasabkan kepada ayah biologisnya.sehingga nasabnya terputus, karena nasabnya terputus, maka si
ayah biologis tidak berhak menjadi walinya, sedang ibunya, tidak boleh juga menjadi walinya, dikarenakan dia wanita, begitu pula kerabatnya dari pihak ibu, sebagaimana bila putri tersebut bukan anak zina, oleh karena itu.yang berhak menjadi wali nikah bagi
wanita yang dilahirkan di luar nikah adalah wali hakim atau wali sulthan, sebagaimana telah lalu sabda Nabi Saw yang artinya, "Sulthan (penguasa) adalah wali nikah bagi siapapun (wanita) yang tidak memiliki wali nikah."

E. Perwalian dari anak yang kehilangan orang tua, apakah langsung ke hakim, ataukah kepada wali berikutnya?
Bila seorang putri kehilangan ayahnya, maka wali nikahnya adalah wali yang terdekat berikutnya, bukan langsung ke wali hakim, hal ini didasarkan pada sabda Nabi Saw yang artinya, "Sulthan (penguasa) adalah wali nikah bagi siapapun (wanita) yang tidak memiliki wali nikah". Berdasarkan ini, selama masih ada wali berikutnya, maka merekalah yang lebih berhak menjadi wali nikahnya, bukan langsung ke sulthan dan bila wali yang berikutnya khawatir dituntut dengan gugatan melanggar hak wali yang hilang, maka hendaklah dia mengangkat perkara tersebut kepada hakim agar dia mendapatkan ikrar dari hakim untuk
menjadi wali nikahnya, tujuannya tidak lain agar kemungkinan perselisihan bisa dihindari.

Posting Komentar untuk "MASALAH SEPUTAR PERWALIAN DALAM NIKAH"