Sunnah-Sunnah Nabi Yang Ditetapkan Waktunya
Sunnah Rasulullah Saw Yang Ditetapkan Waktunya
Yang kami maksud disini adalah sunnah-sunnah yang waktu pelaksanaannya telah ditetapkan dalam satu hari satu malam, ini dibagi menjadi tujuh waktu, yaitu : Sebelum fajar, waktu fajar, waktu dhuha, waktu zuhur, waktu asar, waktu maghrib dan waktu isya.Pertama: Waktu Sebelum Fajar
Ini adalah awal waktu bangun tidur. Beberapa dalil menunjukkan ada sejumlah amalan yang dikerjakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu sebelum fajar.
Sunnah-sunnah pada waktu ini dapat diklasifikasi menjadi dua :
Bagian pertama:
Saat bangun tidur dan amal-amal yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesaat setelah bangun.
1. Menggosok gigi dengan siwak. Dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau bangun pada malam hari, beliau menggosok giginya dengan siwak.” (HR. Bukhari: 245 dan Imam Muslim: 255).
2. Membaca zikir bangun tidur. Dalam Shahih Bukhari, dari hadis Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu ia menuturkan, “Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak tidur, beliau mengucapkan, “Bismika Allahumma amuutu wa ahyaa”, (Dengan menyebut nama-Mu aku mati dan aku hidup) dan jika beliau bangun tidur beliau membaca, “Alhamdulillahil ladzii ahyaanaa ba’da maa amaatanaa wa ilaihin nusyuur.” (Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kita setelah mematikan kita dan kepada-Nya kita kumpulkan). (HR. Bukhari: 6324 dan Imam Muslim).
3. Mengusap kedua matanya.
4. Menatap langit.
5. Membaca sepuluh ayat terakhir surat Ali Imran
Tiga sunnah ini terdapat dalam hadis Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma dalam shahih Bukhari dan Muslim, “Ia menginap pada suatu malam di rumah Maimunah, istri Nabi dan ia adalah bibinya. Aku berbaring di sisi bantal, sementara Rasulullah dan istrinya berbaring di sepanjangnya. Rasulullah tidur, hingga pada waktu pertengahan malam, atau sedikit sebelumnya atau sedikit setelahnya, Rasulullah bangun, duduk dan mengusap kedua matanya dengan tangannya, lalu beliau membaca ayat-ayat penutup surat Ali Imran, lalu bangkit dan mengambil kantong air yang tergantung, lalu berwudhu menggunakan air tersebut dan memperbagus wudhunya, lalu berdiri dan shalat.”
Dalam riwayat Imam Muslim, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Allah bangun pada akhir malam, lalu keluar rumah dan menatap langit, kemudian membaca ayat, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,” (QS. Ali Imran: 190).
Dan dalam riwayat Muslim terdapat penjelasan apa yang dibaca beliau untuk siapa saja yang hendak mengamalkan sunnah ini, yaitu memulai dari ayat diatas sampai akhir surat Ali Imran.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat-ayat ini sebelum berwudhu, ini menjadi dalil bolehnya membaca Al-Qur`an dalam keadaan berhadas kecil.
6. Mencuci kedua tangan tiga kali. Ini sesuai hadis Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian bangun dari tidurnya, hendaknya ia tidak memasukkan tangannya ke dalam bejana, hingga ia membasuhnya tiga kali terlebih dahulu, karena ia tidak mengetahui di mana posisi tangannya ketika tidur.” (HR. Bukhari: 162 dan Imam Muslim: 278).
Para ulama berbeda pendapat dalam hukum mencuci kedua tangan tiga kali setelah bangun tidur kepada dua pendapat, yaitu :
Pendapat pertama : Ulama dari kalangan madzhab Hanbali, bahwa ia wajib, ini termasuk pendapat hanya dimiliki oleh kalangan madzhab Hanbali, meraka berdalil dengan hadis diatas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk memasukkan kedua tangan sebelum membasuhnya.
Secara asal, larangan menunjukkan pengharaman dan dalam hal ini tidak ada dalil lain yang memalingkannya dari pengharaman. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Apapun yang aku larang, maka jauhilah.” (HR. Bukhari: 7288 dan Imam Muslim: 1337).
Pendapat kedua : Hukumnya mustahab (sunnah), ini adalah pendapat mayoritas ulama, mereka berdalil dengan :
a. Keumuman firman Allah Ta’ala :“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu…” (QS. Al-Maidah: 6).
Sisi pendalilannya, Allah azza wa jalla memerintahkan untuk berwudhu tanpa membasuh kedua tangan terlebih dahulu, ayat ini bersifat umum, baik untuk yang baru bangun tidur pada malam hari atau selainnya.
b. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Karena ia tidak mengetahui dimana posisi tangannya ketika ia tertidur.” Ini merupakan ta’lil (rasiosinasi) yang menunjukkan kesunnahannya, karena najis yang ada dalam tangan tidak bersifat pasti dan pada asalnya tangan tersebut adalah suci.
Inilah yang bersifat yakin dan sesuatu yang yakin tidak dapat dihilangkan dengan keraguan, hendaknya seorang muslim lebih berhati-hati dan mengambil pendapat pertama, karena dalilnya cukup kuat dan karena tidak ada dalil yang memalingkannya dari hukum wajib.
Adapun ayat diatas, ia bersifat umum dalam wudhu, berbeda dengan dalil para ulama pendapat pertama, ia dalam kondisi khusus.
7. Istinsyaq (menghirup air dengan hidung) dan istinstar (membuang air dari hidung) sebanyak tiga kali.
Hal ini sesuai dengan hadis Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian bangun dari tidurnya, hendaknya ia beristintsar tiga kali, karena setan bermalam di lobang-lobang hidungnya.” (HR. Bukhari: 3295).
Dalam riwayat Bukhari, “Jika salah seorang diantara kalian bangun dari tidurnya, hendaknya ia berwudhu dan beristintsar tiga kali.” (HR. Bukhari: 3295).
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum istintsar tiga kali setelah bangun tidur kepada dua pendapat :
Pendapat pertama: mereka mengatakan sunnah, karena illat (alasan hukum) yang tertera dalam hadis, “Karena setan bermalam dilobang-lobang hidungnya.” Sisi pendalilannya, karena bermalamnya setan disini tidak mendatangkan najis sehingga seseorang diharuskan untuk menghilangkannya.
Pendapat kedua: istintsar hukumnya wajib, karena perintah pada asalnya menunjukkan wajib, dan tidak ada dalil yang memalingkan perintah tersebut dari hukum wajib, sementara apa yang disebutkan oleh penganut pendapat pertama bukanlah dalil yang memalingkan perintah itu dari hukum wajib, karena hikmah dari perintah untuk melakukan istintsar bisa jadi bersifat tersembunyi dan bukan karena
adanya najis.
Dimungkinkan pula dalil yang bersifat mutlak difahami dengan dalil yang bersifat muqayyad (terikat), dalam hadis ini terkandung perintah untuk istintsar sebanyak tiga kali saat bangun tidur, sementara dalam riwayat Bukhari perintah itu dikerjakan saat berwudhu, maka, bisa saja dalil yang mutlak itu dibawa kepada dalil yang muqayyad, sehingga maksud perintah dalam hadis ini adalah ketika berwudhu atau kedua hadis itu diamalkan seluruhnya, sehingga kedua istintsar itu menjadi wajib. Wallahu a’lam.
Faedah :
Sabda beliau, “Sesungguhnya setan bermalam di lobang-lobang hidungnya.” Para ulama berbeda pendapat tentang maknanya, ada yang mengatakan, bermalamnya setan dalam hadis ini bukanlah secara hakiki, namun yang dimaksud adalah kotoran-kotoran yang ada dalam hidung yang seperti setan.
Ada juga yang mengatakan, hadis itu sebagaimana apa adanya, artinya setan memang benar-benar bermalam, hal itu karena hidung merupakan salah satu jalur masuk kedalam jasad yang mengantarkan ke hati, seluruh jalur tertutup, kecuali hidung dan kedua telinga, maka setan dapat masuk melaluinya.
Dan dalam hadis Ibnu Mas'ud Muttafaq ‘alaih, diriwayatkan, “Disebutkan dihadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang laki-laki yang tidur sepanjang malam sampai pagi hari. Beliau bersabda, “Orang itu, kedua telinganya (atau telinganya) telah dikencingi setan.” (HR. Bukhari: 3270 dan Imam Muslim: 774).
Adapun mulut, ia dapat tertutup. Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk menahan mulut saat hendak menguap, agar setan tidak masuk, dalam Shahih Muslim dari hadis Abu Sa’id Al-Khudri secara marfu’ disebutkan, “Jika salah seorang diantara kalian hendak menguap, maka tahanlah dengan tangannya, karena setan dapat masuk.” (HR. Imam Muslim: 2995).
Dalam riwayat lain, “hendaknya ia tahan semampunya.” (HR. Imam Muslim: 2994). Dalam riwayat muttafaq ‘alaih dari hadis Abu Hurairah, “Hendaknya ia melawannya sekemampuan, karena jika salah seorang diantara kalian berucap ‘haa’, maka setan akan tertawa.” (HR. Bukhari: 6226 dan Imam Muslim: 2994).
Bagaimana pun, wajib atas setiap muslim beriman, membenarkan, melaksanakan dan taat, baik ia mengetahui hakikat dan hikmah dari suatu perintah atau ia tidak mengetahuinya, sehingga hal itu termasuk sesuatu yang tersembunyi baginya dari ilmu Allah yang meliputi dengan segala sesuatu.
8. Wudhu
Hal ini sesuai hadis Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu yang telah lalu, tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak shalat, beliau bangkit menuju kantong air yang tergantung, lalu berwudhu dengannya.
Dan dalam masalah wudhu, kita akan bahas beberapa sunnah dalam berwudhu secara ringkas dalam bentuk poin-poin saja dan tidak terperinci, untuk menyempurnahkan sunnah.
Diantara sunnah wudhu adalah :
a. Bersiwak
Bersiwak dilakukan sebelum berwudhu atau sebelum berkumur-kumur, dan ini adalah keadaan kedua dimana kita disunnahnya untuk bersiwak, maka disunnahkan untuk orang yang hendak berwudhu bersiwak terlebih dahulu.
Sebagaimana dalam hadis Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Andai aku tidak memberatkan umatku, sungguh aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu.” (HR. Imam Ahmad: 9927).
Juga hadis Aisyah Radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Kami menyiapkan untuk beliau siwak dan air wudhunya. Allah menidurkan beliau sampai yang dikehendakinya pada malam hari, lalu beliau bersiwak, berwudhu dan shalat..” (HR. Imam Muslim: 746).
b. Membaca basmalah
Ini sesuai dengan hadis Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu secara marfu, “Tidak ada wudhu bagi orag yang tidak menyebut nama Allah.” (HR. Imam Ahmad: 11371, Abu Dawud: 101 dan Ibnu Majah: 397).
Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, “Nampaknya, keseluruhan hadis-hadis ini mencipta satu kekuatan yang menunjukkan bahwa masalah ini memiliki sumber yang benar.”
Jika hadis tersebut dapat dijadikan hujjah, maka hadis tersebut menunjukkan kesunnahan, ini adalah pendapat mayoritas ulama rahimahumullah. Hadis Abu Hurairah pun, lebih dari satu ulama yang menilainya sebagai hadis hasan dengan keseluruhan jalur periwayatannya.” (Lihat Talkhish Al-Habir, Ibnu Hajar: 1/128, Lihat Mahajjatu Al-Qurab, Ibnu Shalah).
c. Membasuh dua tangan (kaff; yaitu dari jari sampai pergelangan)
Hal ini berdasarkan hadis Utsman Radhiyallahu ‘anhu dalam sifat wudhu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan padanya, “Ia mengambil air wudhu, kemudian berwudhu, membasuh kedua tangannya tiga kali…” kemudian Utsman berkata, “Aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu seperti caraku berwudhu ini.” (HR. Bukhari: 164 dan Imam Muslim: 226).
Dalil yang memalingkannya dari wajib dalam firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu…” (QS. Ali Imran: 6) dalam ayat ini tidak disebutkan membasuh kedua tangan.
d. Memulai dengan bagian kanan (tayammun) dalam membasuh tangan dan kaki
Hal ini sesuai hadis Aisyah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyukai tayammun saat memakai sendal, bersisir, bersuci dan dalam seluruh urusannya.” (HR. Bukhari: 168 dan Imam Muslim: 268).
Begitu pula hadis Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian berwudhu, mulailah dengan kanan-kanan kalian.” (HR. Abu Dawud: 4141).
Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata, “Tidak ada perselisihan di kalangan para ulama, sebagaimana yang kami ketahui dalam kesunnahan memulai dengan bagian kanan.”
e. Memulai dengan berkumur dan menghirup air ke hidung (istinsyaq)
Sebagaimana dalam hadis Utsman Radhiyallahu ‘anhu tentang kaifiyat wudhu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “….berkumur-kumur, istintsar dan kemudian membasuh wajahnya tiga kali…” (HR. Bukhari: 199 dan Imam Muslim: 226), jika berkumur dan istinsyaq dilakukan setelah membasuh wajah, tidak apa-apa.
f. Bersungguh-sungguh (mubalaghah) dalam berkumur-kumur dan istinsyaq bagi orang yang tidak sedang berpuasa
Sebagaimana dalam hadis Laqith bin Shabrah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Sempurnakanlah wudhu, sela-sela lah jari-jari, bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq, kecuali jika engkau sedang berpuasa.” (HR. Imam Ahmad: 17846 dan Abu Dawud: 142).
Bersungguh-sungguh dalam berkumur-kumur terambil dari sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sempurnakanlah wudhu.”
Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata, “Mubalaghah dalam berkumur-kumur maksudnya adalah menggerak-gerakkan air dengan kuat sehingga seluruh rongga mulut terkena air. Adapun mubalaghah dalam istinsyaq artinya menghirup air dengan nafas yang kuat.. mubalaghah dimakruhkan bagi orang yang sedang berpuasa, karena ia bisa membuat air menjadi tertelan, dan air dapat turun ke lambung.” (Lihat: Al-Mumti’: 1/171).
Sabda beliau, “Sempurnakanlah wudhu.” Yang dimaksud dengan isbaagh (menyempurnakan) disini adalah meratakan seluruh air wudhu kepada setiap anggota wudhu sesuai haknya dan ini adalah isbaagh yang wajib.
Adapun isbaagh yang sunnah adalah, yaitu mengerjakan sunnah-sunnah wudhu. Isbaagh memiliki pahala yang besar, apa lagi dalam kondisi berat, seperti dalam keadaan airnya dingin pada musim dingin, sementara tidak ada lagi air yang lain atau airnya panas pada musim panas, sementara tidak ada lagi air yang lain, jika seseorang menyempurnakan wudhunya, maka hal itu akan mengangkat derajatnya dan menghapus kesalahan-kesalahannya.
Hal ini ditunjukkan oleh hadis Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang Allah tetapkan sebagai menghapus dosa dan pengangkat derajat?” Mereka berkata, “Iya, wahai Rasulullah.” beliau bersabda, “Menyempurnakan (isbaagh) wudhu dalam keadaan berat, memperbanyak langkah ke masjid, menunggu shalat setelah shalat, itu adalah ribaath (kesiap siagaan).” (HR. Imam Muslim: 251).
g. Berkumur dan istinsyaq dengan satu cidukan tangan
Sebagaimana dalam hadis Abdullah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu tentang kaifyat wudhu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “…beliau memasukkan tangannya (ke dalam bejana), lalu mengeluarkannya, berkumur dan istinsyaq dari satu cidukan tangan. Beliau melakukan hal itu sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari: 192 dan Imam Muslim: 235).
Ibnul Qayyim berkata Rahimahullah, “Tidak ada hadis shahih yang menyebutkan pemisahan antara berkumur dan istinsyaq….dan beliau beristinsyaq (menghirup air dengan hidung) menggunakan tangan kanannya, lalu beristintsar (membuang air dari hidung) dengan tangan kirinya.” (Zadul Ma’ad: 1/192).
h. Tata cara yang disunnahkan dalam mengusap kepala
Yaitu, mengusap dimulai dengan cara meletakkan kedua tangan pada bagian depan kepala, kemudian keduanya digerakkan ke belakang kepala, lalu dikembalikan lagi ke depan.
Wanita pun disunnahkan mengerjakan sunnah ini dengan tata cara yang sama, ada pun rambut yang lebih dari punuk wanita, ia tidak perlu diusap.
Sunnah ini ditunjukkan oleh hadis Abdullah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu tentang kaifyat wudhu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan padanya, “Memulai dengan bagian depan kepalanya, kemudian keduanya digerakkan kebelakang, lalu dikembalikan ke tempat pertama.” (HR. Bukhari: 185 dan Imam Muslim: 235).
i. Membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali basuhan
Basuhan yang pertama hukumnya wajib, adapun yang kedua dan ketiga hukumnya sunnah dan hendaknya tidak lebih dari tiga kali.
Hal ini ditunjukkan oleh hadis yang valid dalam shahih Bukhari Rahimahullah dari hadis Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu satu kali satu kali.” (HR. Bukhari: 157).
Valid juga pada Bukhari hadis dari Abdullah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu, “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dua kali dua kali.” (HR. Bukhari: 158).
Valid dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari hadis Utsman Radhiyallahu ‘anhu, “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu tiga kali.” (HR. Bukhari: 159).
Oleh karena itu, yang lebih utama memvariasikan bilangan basuhan, terkadang satu kali, terkadang dua kali dan terkadang tiga kali tiga kali, terkadang juga berbeda-beda dalam jumlahnya, misalnya, membasuh wajah tiga kali, kedua tangan dua kali, kaki satu kali.
Sebagaimana dalam shahih Bukhari dan Muslim dari hadis Abdullah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu dalam riwayat yang lain. (Zadul Ma’ad: 1/192).
Akan tetapi, biasanya beliau menyempurnakan jumlah basuhan tiga kali tiga kali, ini termasuk petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
j. Berdoa setelah wudhu
Dari Umar Radhiyallahu ‘anhuia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian mengucapkan, “Asyhadu an laa laaha illallaahu wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu.” Akan dibukakan untuknya pintu-pintu surga yang delapan, ia dapat masuk dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” (HR. Imam Muslim: 234).
Atau yang tercantum dalam hadis Abu Sa’id Radhiyallahu ‘anhu secara marfu’, “Barangsiapa yang berwudhu, lalu ia selesai dari wudhunya, kemudian mengucapkan, “Subhaanakallaahumma wa bihamdika, asyhadu an laa ilaaha illaa anta, wa astaghfruka wa atuubu ilaika.” Allah akan menutup diatasnya (bacaan itu) dengan penutup, kemudian ia diangkat hingga ke bawah Arsy dan tidak dibuka hingga hari kiamat.” (HR. An-Nasa’i dalam ‘Amal Yaul wa Lailah, hal. 147, Hakim: 1/752).
Ibnu Hajar Rahimahullah menshahihkan sanadnya dan menjelaskan bahwa hadis tersebut tidak valid secara marfu’ (sampai kepada Rasul), ia hanya mauquf (terhenti pada sahabat), namun hal itu tidak apa-apa, karena tetap hukumnya marfu’, karena tidak ada celah dalam berpendapat dalam masalah ini.
Ketika berwudhu, hendaknya seorang muslim menyadari, bahwa ia sedang melaksanakan sebuah ibadah yang memiliki tiga keutamaan besar, wudhu akan mendatangkan cinta Allah kepadanya, menjadi sebab diampuni dosa-dosanya dan menjadikannya kelak pada hari kiamat dipakaikan perhiasan-perhiasan pada anggota-anggota wudhunya.
Allah berfrman, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222). Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu, saat ia membasuh wajahnya, maka akan keluar dari wajahnya setiap dosa yang ia lihat bersama dengan air atau tetesan air terakhir, saat ia membasuh kedua tangannya, maka akan keluar dari kedua tangannya setiap dosa yang ia perbuat dengan kedua tangannya bersama dengan air atau bersama tetesan air terakhir, saat ia membasuh kedua kakinya, maka akan keluar setiap dosa yang dilangkahkan oleh kakinya bersama air atau bersama tetesan air terakhir, hingga ia dalam keadaan bersih dari dosa-dosa.” (HR. Imam Muslim: 244).
Posting Komentar untuk "Sunnah-Sunnah Nabi Yang Ditetapkan Waktunya"
Terimakasih atas kunjungan anda...