Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Syarat Belajar Thariqat Menurut Syaikh Abdul Wahab Rokan

Thariqat memiliki hubungan yang sangat erat dengan tasawuf, jika tasawuf merupakan usaha untuk mendekatkan kepada Allah, maka thariqat adalah cara dan jalan yang di tempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada-Nya.

Dengan kata lain, thariqat sesungguhnya merupakan jalan yang harus ditempuh untuk dapat sedekat mungkin dengan Tuhan, namun dalam perkembangannya, thariqat kemudian mengandung arti kelompok atau perkumpulan yang menjadi lembaga dan mengikat sejumlah pengikutnya dengan berbagai peraturan.

Jadi, thariqat adalah tasawuf yang sudah melembaga, di mana tiap thariqat mempunyai Syaikh, upacara ritual dan dzikir tersendiri, thariqat pada tataran praktis, adalah suatu metode untuk menuntun (membimbing) seorang murid secara berencana dengan jalan pikiran, perasaan dan tindakan, terkendali terus menerus kepada suatu rangkaian dari tingkatan-tingkatan (maqamat) untuk dapat merasakan hakikat yang sebenarnya.

Memasuki dunia thariqat yang demikian penting, Syaikh Abdul Wahab Rokan terlnih dahulu selalu mengingatkan, bahwa sebelum mempelajarinya, seseorang harus terlebih dahulu mendalami Al-Qur'an dan Al-Hadist.

Ia menyatakan, “Hendaklah kamu bersungguh-sungguh menuntut ilmu Al-Qur'an dan kitab-kitab kepada Guru-Guru yang Mursyid.”

Sejalan dengan ini, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani juga menasehatkan, agar melihat diri dengan pandangan yang penuh kasih dan cinta, jadikan Al-Kitab dan As-Sunnah di depan mata, lihatlah keduanya lalu amalkan.

Jangan menentang, sehingga tidak melaksanakan apa yang di bawanya, ia menambahkan “Ambillah nasihat dari Al-Qur'an dengan mengamalkannya, bukan dengan jalan menentangnya."

Keyakinan adalah kata yang pendek, tetapi jika di lakukan ia menjadi panjang, berimanlah pada Al-Qur'an, percayalah dengan hati, serta amalkan dengan anggota tubuh.

SyaikhAbdul Wahab Rokan mengingatkan, agar kuat-kuat berguru Al-Qur'an, hilangkan rasa malas, tekun dan bersungguh-sungguh dalam mempelajarinya serta “Melancar dan mengulang-ulang kembali setiap pelajaran sambil terus memahaminya dengan baik itu, janganlah segan”.

Wahai anak muda bangsawan, Kuat-kuat engkau berguru Qur'an, Melancar itu janganlah segan, Supaya menjadi Qari pilihan. (Baca : Sya'ir Sindiran)
Amal ibadah manusia sesungguhnya tergantung pada pemahamannya terhadap pekerjaan yang sedang di lakukannya, yakni ia harus benar-benar mengerti apa yang ia amalkan, karena ilmu merupakan dasar utama suatu amal, tanpa ilmu dan pemahaman yang benar, di khawatirkan seseorang akan cenderung pada kesesatan dan hawa nafsu.

Karena itu, ilmu-ilmu syari'at yang lain seperti ilmu fiqh, ushul al-fiqh, bahasa Arab, nahwu dan sharf harus tetap di pelajari, ilmu-ilmu itu akan menjadi dasar berpijak serta menjadi syarat untuk memasuki dunia thariqat.

Apabila sempurna kaji Qur'an, Ushul dan fiqh pula di belajarkan, Serta ibadat berhari-harian, Faqih dan Qari orang panggilkan. (Baca : Sya'ir Sindiran)
Menurut Syaikh Abdul Wahab Rokan, mempelajari Al-Qur'an dan Al-Hadist berarti juga mempelajari syari'at agama secara utuh, termasuk segala jenis persoalan halal-haram, dosa dan pahala.

Persoalan rukun, syarat dan adab dalam ibadah syari'at tidaklah dapat di pisahkan untuk mencapai kesempurnaan, kelak jika semua ini dapat di lakukan, bersamaan dengan perjalanan spiritual dalam thariqat, “Barulah ikhlas amal ibadatnya”.

Dalil dan Hadis di perbaikinya, Halal dan haram dosa pahalanya, Apabila sempurna adab syaratnya, Barulah ikhlas amal ibadatnya. (Baca : Sya'ir Sindiran)
Setelah ilmu-ilmu tersebut di pelajari dengan baik, Syaikh Abdul Wahab Rokan kemudian memperkenankan seseorang untuk mempelajari thariqat dan berguru “Kepada khalifah yang tinggi pangkat”, guru yang mursyid, mereka yang benar-benar paham tentang perjalanan ruhani supaya “Ilmu yang jauh menjadi rapat.”
Ambillah pula ilmu thariqat,Kepada khalifah yang tinggi pangkat, Ilmu yang jauh menjadi rapat,Tetapi ratib hendaklah kuat. (Baca : Sya'ir Sindiran)
Meskipun demikian, Syaikh Abdul Wahab Rokan hanya membatasi thariqat pada dua pilihan, yakni thariqat Syaziliyah dan An-Naqsyabandiyah, pembatasan ini tampaknya karena ia sendiri sudah sangat mendalami kedua thariqat tersebut.

“Apabila kamu sudah baligh berakal, hendaklah menerima Thariqat Syazaliyah atau Thariqat An-Naqsyabandiyah supaya sejalan kamu dengan aku.” (Baca : Wasiat 44 Syaikh Abdul Wahab Rokan).

Seseorang yang sudah mempelajari thariqat, khususnya An-Naqsyabandi, harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan ikatan-ikatan keduniawian seperti status sosial yang dapat membawa pada kebanggaan.

Hawa nafsu dan ikatan duniawi adalah hijab yang harus di lepaskan agar tercapai keseimbangan dan kesempurnaan ruhani, Syaikh Abdul Wahab menggambarkan status sosial dan ikatan duniawi ini dengan kata “tengkuluk” yakni topi yang di pakai para bangsawan dalam pakaian adat Melayu karena ia merupakan gambaran dari kebesaran seseorang.

Di samping itu, seorang murid harus meninggalkan semua perbuatan maksiat baik lahir maupun batin yang pernah di lakukannya selama ini sebab maksiat akan menjauhkan dirinya dari Tuhan, melepaskan diri dari maksiat berarti berupaya terus menerus untuk mengekalkan ingat kepada Allah.

Apabila di pakai Thariqat Naqsyabandiyah, Di buang tengkuluk di pakai kopiah, Perbuatan yang haram di tinggalkanlah, Di kekalkan ingat kepada Allah. (Baca : Sya'ir Sindiran)
Kaum sufi termasuk Syaikh Abdul Wahab Rokan, meyakini bahwa sisi batiniah dari syari'at Islam adalah thariqat yang merupakan jalan menuju kebenaran hakiki (haqiqah) yakni tauhid, mengesakan Allah.

Karena itu, mereka mempercayai tiga hal yang mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain, yaitu syari'at, thariqat dan hakikat.

Syari'at adalah sarana untuk mencapai thariqat dan thariqat adalah merupakan sarana untuk mencapai hakikat, dari sinilah akan terjadi pengenalan yang baik dan benar tentang Tuhan (ma’rifah).

Jikalau tuan memakai ilmu thariqat, Di betul dahulu bicara i’tiqad, Serta di kenal dalil haqiqat, Barulah sempurna pula makrifat. (Baca : Sya'ir Sindiran)
Murid yang meniti jalan thariqat di bawah bimbingan khalifah yang mumpuni, beribadah dengan tekun, akan mengetahui bahwa dunia ini penuh dengan hal yang dapat mendatangkan mudharat, karena itu, dunia “Tidaklah boleh di buat sahabat.”
Siapa orang ahli thariqat, Serta amalkan ibadahnya kuat, Tahulah dia dunia banyak mudharat, Tidaklah boleh di buat sahabat. (Baca : Sya'ir Sindiran)
Setelah berusaha melepaskan diri dari hawa nafsu dan keakuan diri, maka perjalanan menuju Allah (suluk) di lanjutkan di bawah bimbingan guru yang mursyid, perjalanan ini pada puncaknya akan sampai pada titik pengenalan kepada kepada Allah (ma’rifah).

Namun seperti halnya Imam Al-Ghazali, Syaikh Abdul Wahab Rokan menjelaskan, bahwa puncak ma’rifah bukanlah bersatu dengan Tuhan (ittihad), melainkan justru mengetahui dengan nyata perbedaan yang jelas antara makhluk dengan Sang Khaliq. 


Apabila sempurna thariqatmu tuan,
Shalawat dan suluk pula kerjakan,
Barulah putus makrifatmu tuan,
Membedakan hamba dengannya Tuhan.
(Baca : Sya'ir Sindiran)

Posting Komentar untuk "Syarat Belajar Thariqat Menurut Syaikh Abdul Wahab Rokan"