Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Pengertian Zuhud Menurut Ajaran Syaikh Abdul Wahab Rokan

Syaikh Abdul Wahab Rokan mengutip Al-Qur'an pada Surat At-Takatsur, kemudian menjelaskan bahwa harta yang banyak memang dapat melalaikan orang dari mengingat kematian dan alam kubur.

Syaikh Abdul Wahab Rokan dalam mempraktekkan kezuhudan ini telah membuat peraturan untuk seluruh penduduk yang tinggal menetap di Babussalam saat ia masih mengajar di sana, seluruh penduduk di larang merokok di tempat umum, tidak memakai tempat tidur yang terbuat dari besi dan tidak boleh mengutamakan kemewahan dunia, karena semua harta ini akan di tinggalkan apabila ajal menjemput.

Demikian pula kaum wanita, di larang memakai perhiasan yang mencolok dan di larang bertindik (memakai perhiasan anting-anting di telinga), ia sendiri makan dalam piring kayu atau upih (daun yang berasal dari dahan pohon pinang), serta minum dalam tempurung kelapa.

Para pembesar dan Sultan yang datang mengunjunginya pun juga di suguhinya dengan makanan dan minuman dalam wadah yang sama.

Dalam hal tata busana, Syaikh Abdul Wahab Rokan mengingatkan untuk berpakaian secara sederhana, tidak mencolok, yang penting bersih dan suci serta tidak merasa tinggi hati (takabbur) dengan pakaian yang di kenakan, karena itu jika berpakaian lengkap, jangan lupa untuk mengenakan pakaian buruk (jelek) bersamanya.

“Jika memakai pakaian yang lengkap, maka pakailah pakaian yang buruk di dalamnya, yang antaranya yang buruk itu sebelah atas.”

Zuhud yang merupakan sikap memalingkan diri dari dunia atau menghilangkan dunia dari dalam hati berarti menghilangkan kecintaan pada dunia dan segala perhiasannya.

Cinta pada dunia (hubb ad-dunya) sesungguhnya adalah hijab yang menjauhkan seseorang dari Tuhan, Rasulullah Saw bahkan menegaskan, bahwa hubb ad-dunya adalah salah satu dari dua penyakit hati yang dapat melemahkan jiwa dan semangat umat untuk berjuang di jalan Allah.

Penyakit ini tidak boleh di diamkan saja, apalagi bersarang terlalu lama dalam diri seseorang, agar tidak membawa pada kerusakan yang besar, harus segera di cari obat untuk kesembuhannya.

Kesembuhan penyakit ini, menurut Syaikh Abdul Wahab Rokan, memerlukan penanganan yang intensif dari seorang ‘arif billah, “thabib yang maqbul do'anya” agar penyakit ini dapat teratasi dan “sembuh dengan segera.”

Tipu dunia terlalu besarnya, Tiadalah ingat pula kenanya,
 Cari thabib yang maqbul do'anya,
 Supaya sembuh dengan segeranya. (Baca : Sya'ir Sindiran)
Namun demikian, bagi Syaikh Abdul Wahab Rokan, zuhud itu bukan berarti tidak mempunyai penghidupan di dunia, dalam mencari nafkah yang halal dengan usaha sendiri merupakan hal yang penting dan sangat di anjurkannya, apabila sudah memiliki harta dan kemuliaan, di ingatkan untuk berbagi dengan sesama.

“Hai sekalian orang yang kaya-kaya yang dapat pangkat dan kemuliaan, hendaklah kuat beramal dan beribadah serta banyakkan bersedekah dan berwakaf supaya kekal kayanya itu dari dunia sampai ke akhirat.” 
(Baca : Wasiat 44 Syaikh Abdul Wahab Rokan)

Anjuran mencari nafkah penghidupan di tegaskannya dengan cara yang sangat lazim di lakukan saat itu yakni bertani, berladang, bahkan bagi yang ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar ia menganjurkan untuk berniaga (berdagang atau berjualan) dengan melakukan syarikat (perkongsian atau kerjasama) dengan orang lain.

“Jangan kamu berniaga sendiri, tetapi hendaklah bersyarikat, dalam mencari nafkah hendaklah bertani, berladang, menjadi ‘amil dan sebagainya…”

Mencari harta benda bukanlah merupakan hal yang terlarang dalam agama, bahkan di anjurkan seperti yang di jelaskan Al-Qur'an dalam Surat Al-Qashash ayat 77.

“Carilah pada apa yang telah di anugerahkan oleh Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat ihsan-lah sebagaimana Allah telah berbuat ihsan kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Karena itu, mencari dan mendapatkan kekayaan dunia tidak di larang oleh Syaikh Abdul Wahab Rokan, beliau tetap mengingatkan agar kekhusyu’an hati dan amal ibadah tidak boleh terganggu hanya karena kemewahan duniawi.

Mereka yang hidup dengan harta yang berlimpah sementara amal ibadah berkurang, sesungguhnya sedang mengikuti jalan syaitan dan iblis, jalan yang seharusnya di tinggalkan, dengan nada setengah bertanya ia menasihatkan, “Apa faedahnya harta bertambah sementara umur berkurang dan dekat kepada kematian?”

“Janganlah kamu suka dengan hartamu yang bertambah banyak, sedangkan amal ibadahmu berkurang, karena hal itu adalah kehendak syaitan dan iblis, apa faedahnya harta bertambah, umur berkurang, dekat kepada mati.”

Meskipun tidak di larangnya orang mencari kekayaan yang banyak, namun Syaikh Abdul Wahab Rokan senantiasa mengingatkan, bahwa orang yang memiliki harta kekayaan akan di senangi oleh pengintai yang ingin mengambil hartanya.

Akibat dari semua ini, hidup akan merasa terbelenggu dengan kekayaan dan kemewahan karena waktu tersita untuk menjaga dan merawatnya, kondisi ini sesungguhnya berawal dari diri yang tidak dapat mengendalikan keinginan hawa nafsu.

Di ingatkannya pula, jika tidak bersungguh-sungguh melawan dan menolak keinginan hawa nafsu, maka bersiaplah untuk “Menyesal di kemudian harinya.”

Jikalau peti banyak isinya,
Banyak pencuri ingin mengambilnya,
Bersungguh-sungguh kita melawannya,
Jangan menyesal kemudian harinya. 
(Baca : Sya'ir Sindiran)
Menurut Syaikh Abdul Wahab Rokan, tidaklah mudah memalingkan diri dari kemewahan dunia, apalagi bagi mereka yang tidak mengetahui apa dan bagaimana dunia itu sebenarnya, namun bagi mereka yang telah mengikuti serta mengamalkan thariqat dengan benar, beribadah suluk dengan lurus, maka ia akan mengetahui bahaya dan kerugian dunia, orang yang seperti ini akan tahu, bahwa dunia “Tidaklah boleh di buat sebagai sahabat.”
Siapa orang ahli thariqat, Serta amalkan ibadahnya kuat,
 Tahulah dia dunia banyak mudharat,
 Tidaklah boleh di buat sahabat. (Baca : Sya'ir Sindiran
Zuhud yang di nyatakan oleh Syaikh Abdul Wahab Rokan ini, tampaknya sejalan dengan apa yang di sebutkan oleh Ibn Qudamah Al-Maqdisi dalam Kitab Mukhtashar Minhaj Al-Qashidin.

Menurutnya, zuhud adalah gambaran tentang menghindari dari mencintai sesuatu kepada sesuatu yang lebih baik darinya, dengan kata lain, zuhud adalah menghindari dunia, karena tahu akan kehinaannya bila di bandingkan dengan kehidupan akhirat.

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, seperti yang di kutip oleh Said bin Musfir Al-Qahthani menegaskan, “Tidaklah sampai orang-orang yang telah sampai kepada Allah itu kecuali dengan ilmu dan kezuhudan terhadap dunia serta berpaling darinya dengan hati dan rasa.”

Seseorang yang telah “Mengetahui rasanya”, membersihkan niat dan tujuannya dari kepentingan duniawi apapun maka akan berubahlah “Segala thabi’at-nya” (kebiasaan-kebiasaan buruknya), sehingga seluruh gerak kehidupannya menjadi amal shalih dengan niat dan tujuan yang baik.

Barangsiapa mengetahui rasanya,
Niscaya berubah segala thabi’atnya,
Sedikit tak mengambil akan dunianya,
Ke akhirat juga banyak tuntutannya. (Baca : Sya'ir Sindiran)
Seorang mukmin sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik di semua perilakunya, ia bekerja di dunia bukan untuk dunia, melainkan membangun dunia untuk akhirat, jika ia melakukan yang lain, tujuannya adalah untuk keluarga, fakir miskin dan apa yang seharusnya ia perlukan dalam kehidupan, dia melakukan semua itu supaya kelak di berikan ganjaran di akhirat, dia tidak menuntut apapun di dunia, “Ke akhirat juga banyak tuntutannya.”

Posting Komentar untuk "Pengertian Zuhud Menurut Ajaran Syaikh Abdul Wahab Rokan"