Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Larangan Menyerupai Binatang Ketika Shalat

Allah Azza wa Jalla telah memuliakan bani Adam dengan menciptakan mereka dalam rupa terbaik dan paling sempurna. Allah Azza wa Jalla berfirman : "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan dilautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." (Q.S. Al-Isra’/17:70).


Juga firman-Nya : "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (Q.S. At-Tin/95:4). Maksudnya, manusia itu bisa berjalan tegak di atas dua kakinya, bisa makan dengan dua tangannya, sementara makhluk lain seperti binatang misalnya, mereka berjalan dengan empat kaki dan makan dengan mulut. Allah Azza wa Jalla juga memberikan pendengaran, penglihatan dan hati, dengan ketiga organ tersebut, manusia bisa memahami segala sesuatu, membedakan antara urusan duniawi dan ukhrawi, bisa mengetahui manfaatnya, kekhususannya dan bahayanya.

Seyogyanya, seorang manusia menyadari kemuliaan ini, yang hanya diberikan kepada manusia oleh Allah Azza wa Jalla juga menjaga dirinya agar tidak meniru gaya-gaya binatang yang lebih rendah dibandingkan manusia, terutama saat melaksanakan ibadah shalat yang merupakan kondisi termulia seorang hamba.

Dalam hadits disebutkan perintah agar manusia tidak menyerupai semua binatang dalam gerakan-gerakan shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kaum Muslimin menoleh sebagaimana gaya musang menoleh, melarang duduk sebagaimana duduknya binatang buas, sujud dengan cepat sebagaimana cepatnya burung saat mematuk dan lain sebagainya.

Saat shalat, kaum Muslimin bermunajat kepada Rabb mereka disamping shalat juga sebagai penghubung antara seorang hamba dengan Rabbnya. Oleh karena itu, semestinya ketika melaksanakan shalat, ia menunaikannya dengan cara terbaik. (Lihat Ta'zhimush-Shalat, 79).

Terlebih lagi, gerakan-gerakan yang menyerupai gaya binatang itu memiliki hubungan erat dengan ketidak khusyu'an pelaku. Bagaimana ia bisa khusyu', jika dalam melakukan shalat terburu-buru? Padahal, khusyu' dalam shalat termasuk perkara yang dituntut oleh agama. Khusyu’ artinya tenang, tenteram, tidak terburu-buru, dan merendahkan diri.

Untuk meraih kekhusyu'an dibutuhkan berbagai usaha, antara lain dengan tidak menyerupai gerakan atau keadaan binatang saat menunaikan shalat. Bagaimanakah gerakan-gerakan yang menyerupai gerakan binatang tersebut?

Berikut perinciannya.
Pertama,

Larangan Turun Sujud Seperti Turunnya Onta
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Jika seseorang dari kamu sujud, maka janganlah ia turun sujud sebagaimana mendekamnya unta. Hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya." (H.R. Abu Dawud, No. 840; An-Nasa-i, juz 2 hlm. 207; Imam Ahmad, 2/381; dan lain-lain).

Perintah turun sujud dengan mendahulukan kedua tangan ini merupakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, juga perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana dikatakan oleh ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma : Dari Ibnu Umar, bahwa ia biasa meletakkan dua tangannya sebelum dua lututnya dan ia mengatakan, "Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukannya." (H.R. Al-Bukhari secara mu'allaq dan diwashalkan oleh Ibnu Khuzaimah, Al-Hakim, Al-Baihaqi dan lainnya).

Adapun hadits Wail bin Hujr radhiyallahu ‘anhu yang memberitakan bahwa ia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam turun sujud dengan meletakkan dua lututnya sebelum dua tangannya, maka hadits ini dha'if (lemah).

Demikian juga anggapan bahwa matan (isi) hadits Abu Hurairah di atas maqlub (terbalik) adalah tidak benar.

Kedua,
Larangan Menghamparkan Tangan Seperti Binatang Buas
Dari Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, "Seimbanglah di dalam sujud dan janganlah seseorang dari kamu menghamparkan kedua lengannya sebagaimana terhamparnya (kaki) anjing." (H.R. Al-Bukhari, No. 822 dan Imam Muslim, No.493).

Hadits ini merupakan dalil larangan menghamparkan dua lengan pada waktu sujud, yaitu meletakkan dua lengan di tanah (lantai atau tempat sujud). Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan untuk mengangkat dua lengan (ketika sujud), sedangkan yang diletakkan ditanah adalah dua tapak tangannya.

Orang yang shalat dilarang melakukan itu, karena keadaan itu adalah keadaan atau sifat orang yang malas, sementara orang yang sedang shalat dituntut berada dalam keadaan paling bersemangat dan menghindarkan diri dari semua keadaan yang menimbulkan kemalasan dalam semua rukun-rukun shalat.

Disamping juga, keadaan itu menyerupai binatang buas dan anjing adalah suatu yang tidak pantas bagi manusia yang telah dimuliakan dan diutamakan oleh Allah Azza wa Jalla menyerupai binatang, apalagi dalam keadaan shalat. (Lihat Minhatul-Allam fi Syarh Bulughil-Maram, Ilahyah, 1/30-31, karya Syaikh Dr. Abdullah Al-Fauzan).

Ketiga,
Larangan Menoleh Seperti Musang
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, "Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan aku dengan tiga perkara dan melarangku dari tiga perkara. Memerintahkan aku untuk melakukan shalat dhuha dua raka'at setiap hari, witir sebelum tidur dan puasa tiga hari dari setiap bulan. Melarangku dari mematuk seperti patukan ayam jantan, duduk iq'a seperti duduk iq'a anjing, dan menoleh sebagaimana musang menoleh." (H.R. Imam Ahmad, juz 2 hlm. 311, No. 8044; Abu Ya'la, 2619; Al-Baihaqi, juz 2, No. 120).

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda : "Allah senantiasa menghadapi seorang hamba ketika ia sedang shalat, selama ia tidak menoleh, jika ia menoleh, maka Allah berpaling darinya." (H.R. Abu Dawud No. 909).

Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata, "Perumpamaan orang yang menoleh di dalam shalatnya dengan pandangan matanya atau hatinya (ialah) seperti seseorang yang dipanggil oleh seorang raja. Raja tersebut mendudukkan orang itu di hadapannya, mulai menyerunya dan berbicara kepadanya. Namun pada saat itu orang tersebut menoleh ke arah kanan dan kiri dari sang raja. Hatinya juga berpaling dari sang raja sehingga ia tidak memahami pembicaraan sang raja, maka apakah perkiraan orang itu terhadap tindakan raja kepadanya. Bukankah tingkatan paling rendah: ia akan meninggalkan sang raja dalam keadaan dimurkai dijauhkan darinya, dan jatuh martabatnya di hadapan sang raja?" (Al-Wabilush-Shayyib, Darul-Bayan, hlm. 36. Dinukil dari 33 Sabab lilKhusyu' fish-Shalat, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid, hlm. 52).

Larangan menoleh ini dikecualikan dengan beberapa hal jika dibutuhkan, seperti melirik dengan tanpa memutar leher, menolehnya imam kepada makmum karena suatu keperluan dan meludah tiga kali ke arah kiri untuk menolak bisikan setan. (Lihat Mausu'ah at-Manahi asy-Syar'iyyah, 1/528-529).

Keempat,
Larangan Sujud Dengan Cepat Seperti Ayam Mematuk
Dari Abu Abdullah al-Asy'ari radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat seorang laki-laki tidak menyempurnakan ruku'nya dan mematuk di dalam sujudnya ketika ia sedang shatat lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda. "Jika orang ini mati dalam keadaannya ini, maka ia benar-benar mati tidak diatas agama Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ' lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Perumpamaan orang yang tidak menyempurnakan ruku'nya dan mematuk di dalam sujudnya, (ialah) seperti orang lapar makan satu biji kurma, padahal dua biji kurma saja tidak bisa mencukupinya."

Abu Shalih (seorang perawi di dalam sanad hadits ini) berkata, "Aku bertanya kepada Abu Abdullah, 'Siapakah yang telah menceritakan hadits ini kepadamu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?' Dia menjawab, 'Para komandan tentara, Amru bin al-Ash, Khalid bin Walid, dan Syurahbil bin Hasanah; mereka semua telah mendengarnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam." (H.R. At-Thabrani dalam Mu'jamul-Kabir, juz 4 hlm. 158, No. 3748).

Kelima,
Larangan Duduk Iq'a Seperti Binatang Buas
Dalil larangan ini ialah hadits yang telah disebutkan diatas (point ke tiga), dan iq'a ini juga disebut dengan 'uqbatusy-syaithan.
Dari 'Aisyah, ia berkata. "Dan beliau (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam) melarang 'uqbatusysyaithan, juga melarang seseorang menghamparkan kedua lengannya seperti terhamparnya kaki binatang buas." (H.R. Imam Muslim, No. 498).

Duduk Iq'a dalam Shalat itu Ada Dua Macam, yaitu :

Pertama, Iq'a yang terlarang. Yaitu cara duduk seperti binatang buas, kera atau anjing. Cara duduk ini ialah dengan menegakkan kedua betis, menempelkan pantat ke tanah (lantai) dan meletakkan kedua tangan di tanah (lantai).

Kedua, Iq'a yang boleh. Yaitu meletakkan pantat diatas dua tumit pada waktu duduk di antara dua sujud. Hal ini disebutkan di dalam beberapa hadits. (Lihat Mausu'ah Al-Manahi Asy-Syar'iyyah, 1/529-532).

Keenam,
Larangan Menggerakkan Tangan Ketika Salam Seperti Ekor Kuda
Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, "Aku shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kami dahulu jika salam (dan sholat), kami mengisyaratkan dengan tangan kami 'as-salaamu alaikum, as-salamu 'alaikum,' kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat kami, lalu beliau bersabda, 'Mengapa engkau memberi isyarat dengan tanganmu, seolah-olah ekor-ekor kuda yang tidak tenang? Jika seseorang dari kamu salam (dari shalatnya), hendaklah ia menoleh kepada saudaranya, dan janganlah ia memberikan isyarat dengan tangannya." (H.R. Imam Muslim, No. 431 dan lain-lain).

Kami sering melihat ada sebagian orang melakukan shalat, ketika salam, ia membuka telapak tangannya ke arah kanan dan kiri. Perbuatan seperti ini termasuk di dalam larangan hadits ini. Sepantasnya mereka mempelajari tata cara shalat dengan baik supaya dapat melakuan shalat itu sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Demikian ini sedikit beberapa keterangan tentang larangan menyerupai keadaan atau gerakan binatang di dalam shalat, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Posting Komentar untuk "Larangan Menyerupai Binatang Ketika Shalat"