Pengertian Muzara'ah dan Musaqah
Definisi Muzara’ah
Al-Muzara'ah menurut bahasa adalah muamalah terhadap tanah dengan (imbalan) sebagian apa yang di hasilkan darinya, sedangkan yang dimaksud di sini adalah memberikan tanah kepada orang yang akan menggarapnya dengan imbalan ia memperoleh setengah dari hasilnya atau yang sejenisnya.Pensyaria’atan Muzara’ah
Dari Nafi' bahwa Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma memberitahukan kepadanya : “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh penduduk Khaibar untuk menggarap tanah di Khaibar dan mereka mendapat setengah dari hasil buminya berupa buah atau hasil pertanian.” (H.R. Muttafaq 'alaih, Shahih Al-Bukhari (V/13, No. 2329), Shahih Muslim (IX/1186, No. 1551), Sunan Abu Dawud (IX/272, No. 3391), Sunan Ibnu Majah (II/824, No. 2467), Sunan At-Tirmidzi (II/421, No. 1401).Imam Al-Bukhari berkata, Qais bin Muslim telah berkata dari Abu Ja'far, ia berkata, tidaklah di Madinah ada penghuni rumah Hijrah kecuali mereka bercocok tanam dengan memperoleh sepertiga atau seperempat (dari hasilnya), maka Ali, Sa'ad bin Malik, Abdullah bin Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz, Al-Qasim bin Urwah, keluarga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga Ali dan Ibnu Sirin melakukan muzara'ah.
Dari Siapakah Biaya (Perawatannya)?
Tidak mengapa apabila biaya perawatan di bebankan kepada pemilik tanah atau kepada penggarap atau kepada mereka berdua.
Imam Al-Bukhari berkata, “Umar bermuamalah dengan orang-orang (dengan perjanjian) bila Umar yang membawa benih maka ia memperoleh setengah (dari hasilnya) dan bila mereka yang membawa benih, maka mereka memperoleh sekian.” (Shahih Al-Bukhari (V/10).
Ia (Al-Bukhari) melanjutkan, “Berkata Al-Hasan, "Tidak mengapa tanah tersebut jika milik salah satu dari mereka berdua, lalu mereka bersama-sama mengeluarkan biaya, maka apa yang di hasilkan di bagi antara kedua belah pihak.‟ Demikianlah yang menjadi pendapat Az-Zuhri.
Hal-Hal Yang Tidak Dibolehkan Dalam Muzara’ah
Tidak diperbolehkan muzara’ah (dengan perjanjian) bahwa petak yang ini (hasilnya) bagi si pemilik tanah dan petak yang di sana bagi si penggarap.Demikian pula tidak boleh bagi si pemilik tanah untuk mengatakan, “Aku memperoleh darinya (tanah ini) sekian dan sekian wasaq.” Di riwayatkan dari Hanzhalah bin Qais dari Rafi' bin Khudaij, ia berkata, “Dua orang pamanku bercerita kepadaku bahwa dahulu mereka pernah menyewakan tanah di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dengan memperoleh hasil) dari apa yang tumbuh di atas Arbu’a (yaitu sungai kecil) atau sesuatu yang di kecualikan oleh si pemilik tanah, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang akan hal tersebut.”
Aku lalu bertanya kepada Rafi', “Bagaimana jika (di sewakan) dengan dinar atau dirham?” Rafi' menjawab, “Tidak mengapa jika dengan dinar atau dirham.”
Al-Laits berkata, “Yang di larang adalah (apabila) orang-orang yang mengerti tentang halal dan haram melihat kepadanya, maka mereka tidak memperbolehkannya karena ada unsur mengadu peruntungan.” (Shahih Irwaa-ul Ghaliil (V/299), Shahih Al-Bukhari (V/25, No. 2346, 2347), Sunan An-Nasa-i (VII/43) tanpa perkataan Al-Laits dan Al-Arbu'aa adalah jamak dari Rabii', yaitu sungai kecil).
Di sebutkan juga dari Hanzhalah ia berkata, “Aku bertanya kepada Rafi' bin Khudaij tentang menyewakan tanah dengan emas dan perak? Ia menjawab, “Tidak mengapa dengannya, hanyalah orang-orang di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyewakan dengan imbalan (apa yang tumbuh) di tepian-tepian sungai dan sumber-sumber air serta sesuatu dari pertanian, maka yang sisi (petak) ini hancur dan petak yang lainnya selamat dan petak yang ini selamat petak yang lain hancur dan orang-orang tidak menyewakan tanah kecuali dengan cara ini, oleh karena itulah di larang. Adapun sesuatu yang jelas dan di jamin, maka tidak mengapa dengannya.” (Shahih Irwaa-ul Ghaliil (V/302)], Shahih Imam Muslim (III/1183, No. 1547 (116)), Sunan Abu Dawud (IX/250, No. 3376), Sunan An-Nasa-i (VII/43).
Al-Madz-yanat adalah sungai-sungai, ia di ambil dari perkataan ‘ajam (non Arab) yang kemudian masuk ke dalam perkataan mereka. Aqbaalul jadawil, yaitu permulaan dan kepala jamak dari qubl dengan dhammah dan qubl artinya juga puncak.
Definisi Musaqah
Al-Musaqah yaitu menyerahkan pohon tertentu (seperti kurma) kepada orang yang akan mengurusinya (dengan imbalan) ia mendapatkan bagian tertentu (pula) dari buahnya, seperti setengah atau sejenisnya.Pensyari’atan Musaqah
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma : “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh penduduk Khaibar untuk menggarap lahan di Khaibar dengan imbalan separuh dari tanaman atau buah-buahan hasil garapan lahan tersebut.” (H.R. Muttafaq 'alaih).Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Orang-orang Anshar berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagilah pohon kurma antara kami dan sahabat-sahabat kami‟. Beliau menjawab, "Tidak." Maka Rasulullah Saw bersabda, "Kami yang merawatnya dan kami bagi buahnya bersama kalian.‟ Maka, mereka menjawab, "Kami mendengar dan kami taat.‟ (H.R. Muttafaq 'alaih, Irwaa-ul Ghaliil No. 1471, Shahih Al-Bukhari (V/8 No. 2325).
Posting Komentar untuk "Pengertian Muzara'ah dan Musaqah"
Terimakasih atas kunjungan anda...