Pertanyaan Lainnya Tentang Hukum Shalat
Jika ada pertanyaan seperti berikut ini : “Apakah shalat itu perkara mubah (boleh), hingga siapa yang mau, boleh melakukannya namun tidak di beri pahala dan siapa yang mau, boleh pula meninggalkannya namun juga tidak mendapatkan dosa?”
Pertanyaan yang terlihat seperti ini adalah maunya hendak lepas tangan saja dan mau menang sendiri, tapi inilah tanggapan kita, shalat adalah juga bukan perkara mubah seperti urusan-urusan lain dalam kehidupan, siapa yang mau, boleh melakukannya tapi tidak di beri ganjaran dan siapa yang tidak melakukannya, maka tidak berdosa, namun untuk urusan shalat ini adalah suatu perintah yang tegas dan pasti, memiliki waktu tertentu, memiliki gerakan-gerakan khusus, cara yang spesial dan langkah yang terencana.
Kita tidak berhak mengubahnya, baik dengan menambahi atau menguranginya, kita tidak melihat perlu menggantinya dengan mendahulukan atau mengakhirkannya, ia laksana sesuap makanan yang jalur masuknya dari mulut, bukan telinga dan juga seperti udara yang masuk ke dalam paru-paru dari mulut atau hidung, bukan dari lekuk telapak kedua kaki.
Bila kita memiliki hak berpendapat tentang mengempis atau mengembangnya jantung atau memiliki hak intervensi dalam mengembang atau menyempitnya paru-paru, maka ketika itu boleh kita memiliki pandangan dalam perkara shalat.
Shalat adalah seperti aktivitas kita dalam melakukan pekerjaanmu jika kita seorang karyawan ataupun seperti transaksi jual-beli, bila kita seorang pedagang dan bila kita konsisten dengan pekerjaan dan menunaikan kewajiban, maka tentu kita akan di upah di akhir bulan dengan menerima gaji atau kita akan mengisi kantong dengan keuntungan yang teraih.
Dan jika kita absen dari pekerjaan dan melalaikan kewajiban, maka gaji jelas akan di potong sesuai dengan jumlah absen dan tingkat kelalaian dan kita akan rugi karena tidak meraih keuntungan yang sebelumnya di angan-angankan.
Seringkali orang memperhitungkan hal yang mubah seperti memperhitungkan hal yang wajib, sekarang bagaimana pendapat anda bila setelah pertengahan malam, anda mengambil radio, lalu anda putar volumenya hingga terdengar sangat kencang suaranya atau anda bernyanyi dengan suara sekeras mungkin, pastilah para tetangga akan terganggu, mengumpat anda dan mengetuk pintu anda untuk meminta anda mengecilkan volume radio atau mengurangi volume suara anda.
Jika tidak, pasti anda akan mendapat sanksi, bukankah aktivitas anda mendengar radio merupakan hal yang mubah bagi anda di mana anda boleh mendengarkannya kapan mau dan bagaimana pun caranya? Kalau begitu, kenapa anda kekang kebebasan anda dalam hal ini? Jawabannya adalah, karena anda telah di ikat dengan peraturan khusus ataupun umum yang tidak boleh anda langgar, maka apalagi dengan apa yang telah di wajibkan Allah Subhaanahu Wata'ala kepada para hamba-Nya yang beriman kepada Uluhiyah dan Rububiyah-Nya serta ridha terhadap syari'at dan dien (agama)-Nya?
Apakah mereka itu adalah orang-orang yang bebas dalam melakukan ibadah dan shalat kepada-Nya? Ataukah mereka orang-orang yang terikat dengan perintah-perintah-Nya dan harus melaksanakannya?
Pertanyaan yang terlihat seperti ini adalah maunya hendak lepas tangan saja dan mau menang sendiri, tapi inilah tanggapan kita, shalat adalah juga bukan perkara mubah seperti urusan-urusan lain dalam kehidupan, siapa yang mau, boleh melakukannya tapi tidak di beri ganjaran dan siapa yang tidak melakukannya, maka tidak berdosa, namun untuk urusan shalat ini adalah suatu perintah yang tegas dan pasti, memiliki waktu tertentu, memiliki gerakan-gerakan khusus, cara yang spesial dan langkah yang terencana.
Kita tidak berhak mengubahnya, baik dengan menambahi atau menguranginya, kita tidak melihat perlu menggantinya dengan mendahulukan atau mengakhirkannya, ia laksana sesuap makanan yang jalur masuknya dari mulut, bukan telinga dan juga seperti udara yang masuk ke dalam paru-paru dari mulut atau hidung, bukan dari lekuk telapak kedua kaki.
Bila kita memiliki hak berpendapat tentang mengempis atau mengembangnya jantung atau memiliki hak intervensi dalam mengembang atau menyempitnya paru-paru, maka ketika itu boleh kita memiliki pandangan dalam perkara shalat.
Shalat adalah seperti aktivitas kita dalam melakukan pekerjaanmu jika kita seorang karyawan ataupun seperti transaksi jual-beli, bila kita seorang pedagang dan bila kita konsisten dengan pekerjaan dan menunaikan kewajiban, maka tentu kita akan di upah di akhir bulan dengan menerima gaji atau kita akan mengisi kantong dengan keuntungan yang teraih.
Dan jika kita absen dari pekerjaan dan melalaikan kewajiban, maka gaji jelas akan di potong sesuai dengan jumlah absen dan tingkat kelalaian dan kita akan rugi karena tidak meraih keuntungan yang sebelumnya di angan-angankan.
Seringkali orang memperhitungkan hal yang mubah seperti memperhitungkan hal yang wajib, sekarang bagaimana pendapat anda bila setelah pertengahan malam, anda mengambil radio, lalu anda putar volumenya hingga terdengar sangat kencang suaranya atau anda bernyanyi dengan suara sekeras mungkin, pastilah para tetangga akan terganggu, mengumpat anda dan mengetuk pintu anda untuk meminta anda mengecilkan volume radio atau mengurangi volume suara anda.
Jika tidak, pasti anda akan mendapat sanksi, bukankah aktivitas anda mendengar radio merupakan hal yang mubah bagi anda di mana anda boleh mendengarkannya kapan mau dan bagaimana pun caranya? Kalau begitu, kenapa anda kekang kebebasan anda dalam hal ini? Jawabannya adalah, karena anda telah di ikat dengan peraturan khusus ataupun umum yang tidak boleh anda langgar, maka apalagi dengan apa yang telah di wajibkan Allah Subhaanahu Wata'ala kepada para hamba-Nya yang beriman kepada Uluhiyah dan Rububiyah-Nya serta ridha terhadap syari'at dan dien (agama)-Nya?
Apakah mereka itu adalah orang-orang yang bebas dalam melakukan ibadah dan shalat kepada-Nya? Ataukah mereka orang-orang yang terikat dengan perintah-perintah-Nya dan harus melaksanakannya?
Posting Komentar untuk "Pertanyaan Lainnya Tentang Hukum Shalat"
Terimakasih atas kunjungan anda...