Apakah Shalat Suatu Kebutuhan?
“Apakah shalat merupakan suatu kebutuhan bagi kita, sehingga kita harus melaksanakannya?” Benar, shalat adalah kebutuhan esensial, yang di butuhkan dalam kehidupan manusia seperti kebutuhan terhadap makanan dan minuman, hal ini karena makanan dan minuman adalah pilar tubuh dan materi kehidupan, sedangkan shalat adalah pilar ruh dan materi ketenteraman, yang mengangkat pelakunya dari perkara-perkara sepele, sehingga menjadi lurus dalam semua urusannya, sama seperti tegak lurusnya ia di hadapan Rabbnya dalam shalat.
Shalat adalah batas pemisah antara keimanan dan kekufuran, terdapat hadits mengenai hal ini, yaitu : "Batas antara kekufuran dan iman adalah meninggalkan shalat." (H.R. At-Tirmidzi). Apa manfaat yang didapat Islam dari orang-orang Islam gadungan bila mereka menentang perintah-perintah-Nya? Bukankah mereka seperti anak durhaka, yang nasabnya sesuai dengan keluarganya namun perilakunya bertentangan dengan mereka? Apakah kebaikan dapat di harapkan dari orang yang tidak berharap kebaikan bagi dirinya sendiri?
Kita, kaum muslimin, tidak ingin menjadi seperti buih-buih yang terseret air bah, di hitung berjumlah ratusan juta, padahal orang orang shalih hanya berjumlah puluhan jutanya saja, satu butir peluru yang terisi mesiu dan dapat membunuh seorang musuh adalah lebih baik daripada setumpuk selongsong peluru kosong, apakah kemah dapat berdiri sekalipun dengan seribu pasak jika tidak memiliki tiang di tengahnya? Sementara tiang Islam itu adalah shalat.
Shalat adalah kebutuhan yang esensial sekali bagi manusia, sebab shalat dapat memperbaiki akhlaknya, merapikan tabiatnya, menghalangi dirinya dari lubang-lubang kerusakan dan kesesatan serta mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar, bagaimana mungkin seseorang melakukan dosa, sementara dia mengetahui bahwa sebentar lagi dirinya akan berdiri di hadapan Rabb Subhaanahu Wata'ala, di mana Dia tidak menerima hal itu darinya kecuali bila hati, jiwa dan anggota badannya suci? Apakah kita tidak memperhatikan bagaimana kebanyakan kaum Muslimin dapat menahan diri dari meminum miras tatkala turun firman-Nya, "Janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk." (Q.S. An-Nisa': 43).
Bagaimana mereka dapat melakukan shalat, sementara mereka terlibat dalam aksi mabuk-mabukan? Tetapi mereka harus melakukannya sebab hal itu terulang bagi mereka setiap hari sebanyak lima kali, nah...kalau begitu, tidak ada cara lain kecuali miras itu di tinggalkan secara total, agar mereka tetap dalam kondisi siap untuk bertemu dengan Allah Subhaanahu Wata'ala.
Shalat adalah timbangan yang di gunakan manusia untuk menakar perbuatan-perbuatan yang di lakukannya di antara dua shalat, seperti halnya seorang dokter mengukur suhu panas badan seorang pasien dari waktu ke waktu, jika perbuatannya shalih (baik), maka perbuatan itu berkata kepadanya, "Tetaplah dan majulah." Dan jika tidak demikian, maka ia berkata, "Kembali dan tetaplah lurus!" Dan bila mendengar muadzin mengumandangkan, "Allahu Akbar", ia ingat dengan kondisinya dan menyadari bahwa Allah Subhaanahu Wata'ala adalah Maha Besar dari apa yang sedang ia lakukan.
Sehingga dengan begitu, ia melepaskan urusan duniawinya dan memenuhi panggilan Allah Subhaanahu Wata'ala, percayalah sepenuhnya, bahwa orang yang shalat adalah manusia yang di harapkan kebaikan dan kelurusannya sekalipun anda mendapati dalam banyak kondisinya menyimpang, sebab shalatnya suatu hari pasti dapat membuatnya jera dari melakukan penyimpangan ini, karena dalam shalatnya, ia membaca Al-Qur'an, betapa pun ia lalai, pasti ada saat-saat ia merenungi makna-makna apa yang di bacanya, sehingga 'senar-senar' hatinya akan bergetar, sentimen-sentimen positifnya akan bangkit.
Hal ini didukung oleh firman-Nya, "Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar." (Q.S. Al-'Ankabut : 45). Sedangkan orang yang tidak shalat, maka tidak akan membaca Al-Qur'an dan tidak mengambil manfaat sedikit pun darinya, sementara ia tetap akan terpedaya dalam kesesatannya dan melangkah dalam dosa-dosanya.
Shalat adalah batas pemisah antara keimanan dan kekufuran, terdapat hadits mengenai hal ini, yaitu : "Batas antara kekufuran dan iman adalah meninggalkan shalat." (H.R. At-Tirmidzi). Apa manfaat yang didapat Islam dari orang-orang Islam gadungan bila mereka menentang perintah-perintah-Nya? Bukankah mereka seperti anak durhaka, yang nasabnya sesuai dengan keluarganya namun perilakunya bertentangan dengan mereka? Apakah kebaikan dapat di harapkan dari orang yang tidak berharap kebaikan bagi dirinya sendiri?
Kita, kaum muslimin, tidak ingin menjadi seperti buih-buih yang terseret air bah, di hitung berjumlah ratusan juta, padahal orang orang shalih hanya berjumlah puluhan jutanya saja, satu butir peluru yang terisi mesiu dan dapat membunuh seorang musuh adalah lebih baik daripada setumpuk selongsong peluru kosong, apakah kemah dapat berdiri sekalipun dengan seribu pasak jika tidak memiliki tiang di tengahnya? Sementara tiang Islam itu adalah shalat.
Shalat adalah kebutuhan yang esensial sekali bagi manusia, sebab shalat dapat memperbaiki akhlaknya, merapikan tabiatnya, menghalangi dirinya dari lubang-lubang kerusakan dan kesesatan serta mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar, bagaimana mungkin seseorang melakukan dosa, sementara dia mengetahui bahwa sebentar lagi dirinya akan berdiri di hadapan Rabb Subhaanahu Wata'ala, di mana Dia tidak menerima hal itu darinya kecuali bila hati, jiwa dan anggota badannya suci? Apakah kita tidak memperhatikan bagaimana kebanyakan kaum Muslimin dapat menahan diri dari meminum miras tatkala turun firman-Nya, "Janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk." (Q.S. An-Nisa': 43).
Bagaimana mereka dapat melakukan shalat, sementara mereka terlibat dalam aksi mabuk-mabukan? Tetapi mereka harus melakukannya sebab hal itu terulang bagi mereka setiap hari sebanyak lima kali, nah...kalau begitu, tidak ada cara lain kecuali miras itu di tinggalkan secara total, agar mereka tetap dalam kondisi siap untuk bertemu dengan Allah Subhaanahu Wata'ala.
Shalat adalah timbangan yang di gunakan manusia untuk menakar perbuatan-perbuatan yang di lakukannya di antara dua shalat, seperti halnya seorang dokter mengukur suhu panas badan seorang pasien dari waktu ke waktu, jika perbuatannya shalih (baik), maka perbuatan itu berkata kepadanya, "Tetaplah dan majulah." Dan jika tidak demikian, maka ia berkata, "Kembali dan tetaplah lurus!" Dan bila mendengar muadzin mengumandangkan, "Allahu Akbar", ia ingat dengan kondisinya dan menyadari bahwa Allah Subhaanahu Wata'ala adalah Maha Besar dari apa yang sedang ia lakukan.
Sehingga dengan begitu, ia melepaskan urusan duniawinya dan memenuhi panggilan Allah Subhaanahu Wata'ala, percayalah sepenuhnya, bahwa orang yang shalat adalah manusia yang di harapkan kebaikan dan kelurusannya sekalipun anda mendapati dalam banyak kondisinya menyimpang, sebab shalatnya suatu hari pasti dapat membuatnya jera dari melakukan penyimpangan ini, karena dalam shalatnya, ia membaca Al-Qur'an, betapa pun ia lalai, pasti ada saat-saat ia merenungi makna-makna apa yang di bacanya, sehingga 'senar-senar' hatinya akan bergetar, sentimen-sentimen positifnya akan bangkit.
Hal ini didukung oleh firman-Nya, "Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar." (Q.S. Al-'Ankabut : 45). Sedangkan orang yang tidak shalat, maka tidak akan membaca Al-Qur'an dan tidak mengambil manfaat sedikit pun darinya, sementara ia tetap akan terpedaya dalam kesesatannya dan melangkah dalam dosa-dosanya.
Posting Komentar untuk "Apakah Shalat Suatu Kebutuhan?"
Terimakasih atas kunjungan anda...