Penyucian Diri Adalah Tujuan Para Nabi As
Tujuan terbesar para Nabi As ialah mendidik dan menyucikan jiwa manusia. Allah telah berfirman dalam Al-Qur'an Al-Karim, “Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada merek ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. Ali ‘Imran: 164).
Masalah pendidikan dan pengajaran sedemikian pentingnya, sehingga menjadi tujuan di utusnya para nabi, berkenaan dengan hal ini, Allah telah melimpahkan karunia kepada hamba-hamba-Nya.
Kepribadian seorang individu maupun masyarakat, begitu juga kebahagiaan dan kesengsaraan dunia dan akhirat seorang manusia, berkaitan erat dengan masalah sejauh mana ia membangun dan membentuk dirinya.
Oleh karena itu, membangun diri merupakan sesuatu yang amat penting dan menentukan bagi manusia, para nabi datang untuk mengajarkan jalan penyucian diri kepada manusia dan membantu serta membimbing mereka di dalam urusan yang amat penting dan menentukan ini.
Para Nabi dan Rasul di utus untuk membersihkan jiwa manusia dari akhlak-akhlak yang buruk dan sifat-sifat kebinatangan, yang pada gilirannya tumbuh akhlak yang baik dan sifat-sifat yang utama.
Para nabi datang untuk memberikan pelajaran menyucikan diri kepada manusia, membantu mereka dalam mengenal akhlak yang tercela sekaligus mengontrol dan mengendalikan kecenderungan-kecenderungan hawa nafsunya.
Mereka pun menjauhkan manusia dari berbagai keburukan dan kemunkaran dengan cara memberikan peringatan dan ancaman, para Nabi datang untuk menumbuhkan akhlak yang mana dan sifat-sifat yang terpuji pada diri manusia dengan cara memberikan petunjuk dan dorongan.
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As berkata, “Sekalipun seandainya kita tidak mengharapkan syurga, tidak takut kepada neraka dan tidak mempercayai adanya pahala dan siksa, namun seyogianya kita tetap mencari akhlak yang utama, karena akhlak yang utama merupakan jalan kemenangan dan kebahagiaan.“
Imam Muhammad Al-Baqir berkata, “Sesungguhnya orang Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.”
Rasulullah Saw telah bersabda, “Tidak ada yang lebih utama di letakkan pada catatan amal perbuatan seseorang pada hari kiamat di bandingkan akhlak yang baik.” Rasulullah Saw telah bersabda, “Sesuatu yang dengan perantaraannya paling banyak umatku masuk syurga adalah taqwa kepada Allah dan akhlak yang baik.”
Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, “Ya Rasulullah, apa itu agama?” Rasulullah Saw menjawab, “Akhlak yang baik’ Laki-laki itu pergi namun kemudian kembali lagi dari arah sisi kanan Rasulullah Saw seraya bertanya, “Apa itu agama?” Rasulullah Saw menjawab, ‘Akhlak yang baik.” Untuk kedua kalinya laki-laki itu pergi namun kembali lagi dari arah sisi kiri Rasulullah Saw dan bertanya, “Apa itu agama?” Rasulullah Saw menjawab, “Akhlak yang baik." Kemudian laki-laki itu pergi namun kembali lagi untuk kesekian kalinya melalui arah belakang Rasulullah Saw seraya bertanya, “Apa itu agama?” Rasulullah Saw memandang kearahnya seraya berkata, “Apakah kamu tidak mengerti? Agama itu adalah kamu tidak boleh marah.”
Islam mempunyai perhatian yang khusus pada masalah akhlak, oleh karena itu, dalam Al-Quran Al-Karim jumlah ayat yang berbicara tentang akhlak berkali-kali lipat lebih banyak dibandingkan jumlah ayat yang berbicara tentang hukum.
Bahkan, sebagian besar kisah yang ada dalam Al-Qur'an mempunyai tujuan akhlak, dalam kitab-kitab hadist, anda dapat menemukan beribu-ribu hadist yang berkaitan dengan akhlak, yang kalau pun tdak lebih banyak jumlahnya dan topik-topik pembahasan yang lain namun dapat dipastikan tidak lebih sedikit.
Pahala yang di sebutkan bagi akhlak yang baik tidak lebih sedikit dari pahala yang di sebutkan bagi amal-amal yang lain, demikian juga, ancaman dan siksaan yang disebutkan bagi akhlak yang buruk tidak lebih sedikit dari ancaman dan siksaan bagi amal-amal buruk yang lain.
Oleh karena itu, akhlak harus di tempatkan sebagai pilar Islam, kita tidak boleh menempatkannya pada derajat kedua hukum agama dan tidak boleh menganggapnya hanya sebagai hiasan orang-orang yang beragama, dalam hukum kitab mempunyai perintah dan larangan, maka di dalam akhlak pun kita mempunyai perintah dan larangan jika dalam hukum kita mempunyai dorongan dan pahala atau ancaman dan siksa, maka dalam akhlak pun kita mempunyai hal yang sama.
Tidak ada perbedaan di antara keduanya, jika kita benar-benar pencari kebahagiaan dan kesempurnaan, kita tidak boleh mengacuhkan masalah-masalah akhlak dan mengerjakan larangan-larangan akhlak dengan alasan bahwa itu hanya sekedar larangan akhlak saja.
Jika shalat hukumnya wajib dan meninggalkannya adalah haram dan mendatangkan siksa, maka memenuhi janji pun hukumnya wajib dan menyalahinya adalah haram dan mendatangkan siksa, tidak ada perbedaan sama sekali di antara keduanya, seseorang yang sungguh-sungguh beragama adalah seseorang yang terikat kepada hukum-hukum agama dan juga kepada masalah-masalah akhlak, bahkan sebagaimana yang dibahas, masalah-masalah akhlak mempunyai peranan yang jauh lebih besar di dalam menggapai kebahagiaan serta kesempumaan jiwa dan spiritual manusia.
Masalah pendidikan dan pengajaran sedemikian pentingnya, sehingga menjadi tujuan di utusnya para nabi, berkenaan dengan hal ini, Allah telah melimpahkan karunia kepada hamba-hamba-Nya.
Kepribadian seorang individu maupun masyarakat, begitu juga kebahagiaan dan kesengsaraan dunia dan akhirat seorang manusia, berkaitan erat dengan masalah sejauh mana ia membangun dan membentuk dirinya.
Oleh karena itu, membangun diri merupakan sesuatu yang amat penting dan menentukan bagi manusia, para nabi datang untuk mengajarkan jalan penyucian diri kepada manusia dan membantu serta membimbing mereka di dalam urusan yang amat penting dan menentukan ini.
Para Nabi dan Rasul di utus untuk membersihkan jiwa manusia dari akhlak-akhlak yang buruk dan sifat-sifat kebinatangan, yang pada gilirannya tumbuh akhlak yang baik dan sifat-sifat yang utama.
Para nabi datang untuk memberikan pelajaran menyucikan diri kepada manusia, membantu mereka dalam mengenal akhlak yang tercela sekaligus mengontrol dan mengendalikan kecenderungan-kecenderungan hawa nafsunya.
Mereka pun menjauhkan manusia dari berbagai keburukan dan kemunkaran dengan cara memberikan peringatan dan ancaman, para Nabi datang untuk menumbuhkan akhlak yang mana dan sifat-sifat yang terpuji pada diri manusia dengan cara memberikan petunjuk dan dorongan.
Rasulullah Saw telah bersabda, “Kalian harus berpegang teguh kepada akhlak yang mulia, karena dengan tujuan inilah aku telah di utus Allah.“ Dalam hadis lain Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya aku di utus untuk menyempurnakan akhlak.”Imam Ja‘far Ash-Shadiq telah berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilih para Nabi berdasarkan akhlak yang utama, maka barangsiapa yang mendapati akhlak yang utama ada pada dirinya hendaknya ia bersyukur kepada Allah dan barangsiapa yang tidak mendapati akhlak yang utama ada pada dirinya hendaknya ia merendahkan diri di hadapan Allah dan memohon akhlak yang utama kepada-Nya.”
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As berkata, “Sekalipun seandainya kita tidak mengharapkan syurga, tidak takut kepada neraka dan tidak mempercayai adanya pahala dan siksa, namun seyogianya kita tetap mencari akhlak yang utama, karena akhlak yang utama merupakan jalan kemenangan dan kebahagiaan.“
Imam Muhammad Al-Baqir berkata, “Sesungguhnya orang Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.”
Rasulullah Saw telah bersabda, “Tidak ada yang lebih utama di letakkan pada catatan amal perbuatan seseorang pada hari kiamat di bandingkan akhlak yang baik.” Rasulullah Saw telah bersabda, “Sesuatu yang dengan perantaraannya paling banyak umatku masuk syurga adalah taqwa kepada Allah dan akhlak yang baik.”
Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, “Ya Rasulullah, apa itu agama?” Rasulullah Saw menjawab, “Akhlak yang baik’ Laki-laki itu pergi namun kemudian kembali lagi dari arah sisi kanan Rasulullah Saw seraya bertanya, “Apa itu agama?” Rasulullah Saw menjawab, ‘Akhlak yang baik.” Untuk kedua kalinya laki-laki itu pergi namun kembali lagi dari arah sisi kiri Rasulullah Saw dan bertanya, “Apa itu agama?” Rasulullah Saw menjawab, “Akhlak yang baik." Kemudian laki-laki itu pergi namun kembali lagi untuk kesekian kalinya melalui arah belakang Rasulullah Saw seraya bertanya, “Apa itu agama?” Rasulullah Saw memandang kearahnya seraya berkata, “Apakah kamu tidak mengerti? Agama itu adalah kamu tidak boleh marah.”
Islam mempunyai perhatian yang khusus pada masalah akhlak, oleh karena itu, dalam Al-Quran Al-Karim jumlah ayat yang berbicara tentang akhlak berkali-kali lipat lebih banyak dibandingkan jumlah ayat yang berbicara tentang hukum.
Bahkan, sebagian besar kisah yang ada dalam Al-Qur'an mempunyai tujuan akhlak, dalam kitab-kitab hadist, anda dapat menemukan beribu-ribu hadist yang berkaitan dengan akhlak, yang kalau pun tdak lebih banyak jumlahnya dan topik-topik pembahasan yang lain namun dapat dipastikan tidak lebih sedikit.
Pahala yang di sebutkan bagi akhlak yang baik tidak lebih sedikit dari pahala yang di sebutkan bagi amal-amal yang lain, demikian juga, ancaman dan siksaan yang disebutkan bagi akhlak yang buruk tidak lebih sedikit dari ancaman dan siksaan bagi amal-amal buruk yang lain.
Oleh karena itu, akhlak harus di tempatkan sebagai pilar Islam, kita tidak boleh menempatkannya pada derajat kedua hukum agama dan tidak boleh menganggapnya hanya sebagai hiasan orang-orang yang beragama, dalam hukum kitab mempunyai perintah dan larangan, maka di dalam akhlak pun kita mempunyai perintah dan larangan jika dalam hukum kita mempunyai dorongan dan pahala atau ancaman dan siksa, maka dalam akhlak pun kita mempunyai hal yang sama.
Tidak ada perbedaan di antara keduanya, jika kita benar-benar pencari kebahagiaan dan kesempurnaan, kita tidak boleh mengacuhkan masalah-masalah akhlak dan mengerjakan larangan-larangan akhlak dengan alasan bahwa itu hanya sekedar larangan akhlak saja.
Jika shalat hukumnya wajib dan meninggalkannya adalah haram dan mendatangkan siksa, maka memenuhi janji pun hukumnya wajib dan menyalahinya adalah haram dan mendatangkan siksa, tidak ada perbedaan sama sekali di antara keduanya, seseorang yang sungguh-sungguh beragama adalah seseorang yang terikat kepada hukum-hukum agama dan juga kepada masalah-masalah akhlak, bahkan sebagaimana yang dibahas, masalah-masalah akhlak mempunyai peranan yang jauh lebih besar di dalam menggapai kebahagiaan serta kesempumaan jiwa dan spiritual manusia.
Mantap..
BalasHapusSaya suka baca-baca info di blog anda, sangat mendidik dan bisa menambah ilmu saya.
Semoga rezeki anda di mudahkan dan umur anda di panjangkan. Saya berhapa anda semakin sering update tentang agama islam.
Terima kasih :)
Alhamdulillah...TERIMA KASIH atas kunjungannya, Insya Allah kami akan senantiasa update artikel-artikel Islami...Terima Kasih juga atas do'a-nya buat kami dan sesungguhnya itu adalah do'a buat kita semua sekalian, Aamiiin Yaa Rabbal'alamiiin.
Hapus