Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Tentang Ruh, Jiwa dan Akal Pada Manusia

Pengertian Ruh, Jiwa dan Akal Pada Manusia

Secara normatif yang ideal, manusia harus selalu menaruh perhatian pada capaian-capaian yang lebih tinggi dari poros vertikal dan “naik” ke Dunia Perintah dari Tuhan, sementara orang-orang yang hidup di atas poros horizontal-temporal, mereka terlihat selalu bergantung pada kehidupan di dunia yang dapat terlihat dan mengabaikan kemungkinan-kemungkinan manusiawi mereka sebagai hamba-hamba dan wakil-wakil yang di tunjuk Tuhan, di kuasai oleh ‘jiwa yang menguasai kejahatan’.

Memang manusia seharusnya menjalankan tugas untuk menunjukkan perhatian mereka pada kesempurnaan dan kedekatan kepada Tuhan, sehingga mencapai tahap “jiwa yang menyalahkan." Kemudian mereka dengan gigih berjuang melawan kecenderungan-kecenderungan mereka sendiri pada kelalaian dan berhasil mencapai kesempurnaan agar berhasil meraih jiwa ‘damai’.

Perubahan jiwa ini dapat di gambarkan dalam pengertian suatu perjalanan atau pendakian dan ketidaksempurnaan menuju kesempurnaan atau dari kelalaian menuju ingatan dan kesadaran, ia juga dapat di pahami sebagai perpindahan dari penyebaran menuju kesatuan.

Realitas manusia meskipun tunggal, mempunyai indra-indra dan dimensi-dimensi jamak, kesatuannya terletak pada arah ruh Ilahi atau manusianya, sementara kejamakannya berkaitan dengan sisi badan dengan banyak bagian dan fungsinya.

Selain pendekatan itu, dalam pencapaian menuju cahaya Ilahi, kita dapat melalui pendekatan tingkatan, istilah ‘jiwa’ atau ‘diri’ itu berasal dari kata nafs dapat di terjemahkan menjadi ‘jiwa’ atau “diri.”

Dengan pengertian ini, secara filosofis kita dapat membahas struktur mikrokosmos dengan membaginya menjadi tingkat-tingkat jiwa atau ruh, di mana ciri yang inheren dan paling menonjol di dalamnya adalah kehidupan, misalnya dapat kita lihat pada jiwa tanaman yang mempunyai sifat-sifat seperti pertumbuhan, makan, daya tarik, penolakan, pencernaan dan ingatan.

Jiwa hewan mempunyai unsur tambahan dari jiwa tanaman, seperti indra, imajinasi, nafsu dan kemarahan, sedangkan dalam jiwa manusia selain semuanya itu, mempunyai akal dan pemikiran reflektif, dengan perspektif hirarki ini, pembicaraan tentang tanaman berarti pembicaraan tentang sesuatu yang sampai (tingkat tertentu menguasai dunia yang mati justru karena sifat-sifat dasarnya.

Demikian pula membicarakan hewan sama dengan membicarakan sesuatu yang memiliki sifat-sifat tanaman plus sesuatu yang di tambahkan dan memberinya kekuasaan atau kekuatan melalui tanaman, begitu juga manusia memiliki “tiga ruh,” sebab ia memiliki sifat-sifat tanaman, hewan dan juga manusia.

Ia lebih unggul di banding hewan di sebabkan adanya akal yang memisahkannya dari seluruh makrokosmos, pada model tingkatan itu antara pengertian jiwa dan ruh tidak di bedakan, sedangkan ketika ruh dan jiwa itu di bedakan, jiwa secara umum bertindak sebagai barzakh (tanah genting) antara ruh dan jiwa.

Ruh itu tercipta dari cahaya dan sebagaimana para malaikat, ia adalah realitas tunggal dan sedcrhana, sebaliknya badan terbuat dari tanah ‘liat, yang gelap dan mempunyai banyak bagian, tidak mungkin ada kaitan langsung antara realitas yang bercahaya dan yang mempunyai banyak bagian, yaitu ruh dan percampuran bagian-bagian yang gelap yaitu badan.

Jiwa memiliki sifat-sifat dari kedua belah pihak tersebut dan bertindak sebagai perantara antara keduanya, demikian pula dengan akal atau intelegensi (‘aql) adalah suatu sifat yang di puji-puji dalam Al-Qur'an dan literatur hadist.

Dengan akal memungkinkan seseorang untuk menangkap makna penting dari tanda-tanda Tuhan, coba perhatikan bahwa dalam sebuah ayat Al-Qura'n menempatkan akal di dalam hati, Allah berfirman : ”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan penggantian siang dan malam ada tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Q.S. Al-Baqarah : 164).

Dalam ayat lain di katakan: "Apakah mereka tidak pernah bepergian di muka bumi ini, supaya hatinya tersentak untuk memikirkan kemusnahan itu atau telinganya terngiang untuk mendengarkan? Sebenarnya yang buta itu bukan mata di kepala, melainkan hati yang ada di dada.”(Q.S. Al-Hajj : 46).

Akal adalah ruh yang di anggap, sebagai dimensi yang paling bercahaya dari manusia, yang paling dekat pada Tuhan dan karenanya merupakan dimensi pertama dari mikrokosmos yang memasuki eksistensi.

Maksudnya, akal adalah yang dapat melihat apa yang tersembunyi dan mengungkapkan apa yang tidak di ketahui, cahaya tidak dapat di pisahkan darinya, sebab cahaya adalah sesuatu yang menghapuskan kegelapan dan ketidakjelasan, yang juga di kaitkan dengan akal adalah sifat-sifat positif lain yang ada hubungannya dengan nama cahaya ilahi, seperti kehidupan, pengetahuan, hasrat dan kekuasaan.

Dalam kenyataannya, cahaya adalah salah satu nama dari Esensi Tuhan, maka ia menunjukkan perangai ilahiah yang sesungguhnya, seperti matahari yang bersinar karena ia matahari, Tuhan bercahaya sebab Dia adalah Tuhan, Cahaya-Nya sendiri merupakan Dzat-Nya, sementara perwujudannya adalah eksistensi kosmos, “segala sesuatu selain Tuhan.” Maka segala sesuatu yang bercahaya dengan cahaya yang murni maka itu mencerminkan seluruh nama Illahi.

Rasulullah Saw bersabda : "Akal adalah belenggu untuk melawan kebodohan, jiwa adalah seperti hewan yang paling buruk, jika ia tidak mempunyai akal, ia berkeliaran dalam kebingungan, sebab akal adalah belenggu untuk melawan kebodohan.”
Dengan demikian, dimensi batin manusia adalah akal, jiwa dan ruh, dengan dimensi-dimensi inilah manusia mampu melawan dirinya sendiri (hawa nafsu) untuk perjalanannya menuju Tuhan, salah satu cara untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan di antara dimensi-dimensi ini adalah melihat kesadaran manusia yang di tempatkan pada suatu poros vertikal yang menghubungkan dimensi realitas yang paling rendah, dunia yang kasat mata dengan dimensi yang paling tinggi, Tuhan yang tidak dapat di perbandingkan, sehingga jiwa manusia yang terletak pada suatu poros vertikal dapat naik dengan jalan bergerak menuju ruh atau turun dengan bergerak menjauh.

Sifat Tuhan, merupakan petunjuk yang menampilkan dirinya secara langsung dalam makrokosmos melalui para Nabi dan dalam mikrokosmos melalui akal, menyerukan jiwa agar kembali pada asal-usulnya, namun sifat menyesatkan yang menjelma dalam diri syetan-syetan dan jiwa yang menguasai kejahatan, menyeru jiwa agar mengikuti sifat-sifat hewan dan bergerak menjauhi Tuhan.

Sebaliknya, jika jiwa naik melalui tahap jiwa yang menyalahkan dan mencapai jiwa yang damai maka penerimaan dan penyerahannya yang merupakan kepasrahan penuh pada cahaya Tuhan.

Aktivitas dan dominasinya merupakan penguasaan atas nafsu, kemarahan dan semua kekuatan yang menyerukan untuk asyik menikmati dunia yang lebih rendah, dengan penguasaan inilah maka jiwa akan mencapai Cahaya Mutlak itu, yang terwujud dalam nilai-nilai kehidupan yang suci dalam kerangka pencapaian cahaya Illahi dan menjauhi sifat hewaniyah.

Posting Komentar untuk "Tentang Ruh, Jiwa dan Akal Pada Manusia"