Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Tahap Kehidupan Manusia, "Kelahiran Kedua"

Untuk menguatkan ilmu dan iman sekaligus mengusir keraguan, hingga hati seorang hamba mempunyai keyakinan dan makrifatullah, terlebih dahulu manusia harus pernah mengalami kelahiran kedua.

Kelahiran pertama adalah kelahiran jasmani sedangkan kelahiran kedua adalah kelahiran ruhani, yakni terbukanya matahati untuk mendapatkan "nur makrifatullah‟ sehingga manusia bisa terlepas dari kejumudan hatinya sendiri.

Kelahiran kedua tersebut dalam arti nismatul 'adamiyah yang dibungkus dengan jismul mahsusah mendapatkan rahasia “Nur diatas Nur” yang disebut “nismatul 'ubudiyah”, dengan kelahiran kedua ini, maka ilmu dan iman yang sudah ada mampu menyinari perilakunya sendiri.

Itulah buah pertama yang dapat dihasilkan oleh seorang salik di jalan Allah, yaitu orang-orang berilmu dan beriman yang dengan kemauan sendiri selalu berusaha mencari tahu tentang jati dirinya dan Tuhannya. Apabila perjalanan tersebut mendapatkan petunjuk dan bimbingan yang benar, maka tahap pertama yang akan dihasilkan adalah mendapatkan futuh atau terbukanya matahati sehingga hatinya terbebas dari tipudaya nafsu dan keraguan pikir.

Dada orang berilmu dan beriman yang terkadang menjadi sempit di saat menghadapi kesulitan hidup yang harus dilewati, hal itu disebabkan karena ilmunya baru bisa hanya dipakai untuk berargumentasi dan mengajari orang lain, ilmu dan imannya belum mampu menyinari hatinya sendiri, sehingga dengan itu orang tersebut terkadang sempat menjadi bingung, bahkan mereka masih membutuhkan pendapat orang lain untuk menemukan solusi permasalahannya sendiri.

Dengan kelahiran kedua itu mereka mampu mencukupkan diri hanya mohon petunjuk kepada Allah, hal itu disebabkan, karena dengan kelahiran kedua itu berarti mereka telah menemukan sumber rahasia hidayah Allah dalam hatinya sendiri.

Pintu ghaib yang ada dalam hatinya sudah pernah terbuka meski hanya sekejap, namun dengan itu, dengan izin Tuhannya, suatu saat orang tersebut dapat membukannya kembali ketika sedang membutuhkan.

Terbukanya pintu ghaib dalam hati itu merupakan potensi hati yang harus digali oleh orang yang berilmu dan beriman, merupakan sarana hubungan secara pribadi antara seorang hamba dengan Tuhannya.

Orang berilmu dan beriman yang mendapatkan "futuh ilahiyat‟ tersebut sehingga setelah itu mereka mampu mengusir keraguan yang seringkali datang membelenggu hatinya sendiri, orang tersebut berarti telah mengalami kelahiran kedua.

Ketika kelahiran kedua itu sudah dicapai, berarti orang tersebut bagaikan telah mendapatkan bibit unggul dalam hatinya sendiri, selanjutnya mereka tidak boleh berdiam diri hanya sampai disitu saja, mereka tidak boleh membiarkan bibit itu kembali menjadi mati, mereka harus menanam bibit itu dalam hatinya sendiri, itu dilaksanakan dengan melanjutkan perjalanan.

Mereka harus meningkatkan mujahadah dan riyadhlah di jalan Allah, baik dengan zikir maupun fikir, baik secara vertikal maupun horizontal, dalam arti mampu meredam kehendak emosional dan rasional supaya kehendak spiritual dominan menyinari kehidupannya.

Mujahadah dan riyadlah itu bahkan harus dilakukan terus-menerus sampai keraguan hati yang seringkali masih singgah dalam hati benar-benar telah menjelma menjadi keyakinan yang kuat. Allah memberikan sinyaleman hal tersebut dengan firman-Nya : “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa, bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat, tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah, yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (Q.S. Yunus : 10/62-64).

Kelahiran pertama untuk memulai kehidupan jasmani sedangkan kelahiran kedua untuk memulai kehidupan ruhani, namun demikian, sebagaimana awal kehidupan jasmani, manusia harus mengalami tahapan kelahiran yang kemudian dengan proses panjang menuju kedewasaan usia, maka seperti itu pula apa yang terjadi di dalam kehidupan ruhani.

Untuk mencapai kematangan ruhani itu, manusia juga harus mengalami proses kelahiran ruhani, yang kemudian ditindaklanjuti lagi mujahadah dan riyadlah secara istiqamah sehingga matahati seorang hamba menjadi tembus pandang atau firasatnya tajam.

Jika proses kelahiran yang pertama mengikuti sistem(sunnah) yang sudah diatur mutlak oleh kehendak Allah, kelahiran kedua tidaklah demikian, kelahiran kedua ini harus diupayakan sendiri oleh manusia, yaitu dengan jalan memadukan ilmu, iman dan amal di dalam pelaksanaan jalan ibadah atau thariqat yang terbimbing oleh guru mursyid yang sejati.

Orang beriman harus mampu mencapai kelahiran kedua tersebut, sebabnya, tanpa pernah dilahirkan dua kali di dunia, kelahiran jasmani dan ruhani, maka mereka belum dapat disebutkan sebagai manusia sempurna (Insan Kamil), yang hidup hanya jasmani dengan segala instrumennya tapi mata hatinya masih dalam keadaan buta: “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Q.S. Al-Hajj : 46).

Allah telah menegaskan kelahiran kedua itu dengan firman-Nya: “Dan bukankah orang yang mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. Al-An'am (6) : 122).

Maksud dari “Orang yang mati” dalam ayat di atas adalah orang yang mati ruhaninya, bukan jasmaninya. Alasannya, karena ayat ini ditutup dengan kata-kata kafir : “Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.”

Adapun sebab kematian ruhani itu, karena nismatul adamiyah belum mendapatkan pancaran ruh nismatul ubudiyah sehingga mata hati manusia masih dalam keadaan buta, ketika hati manusia sudah benar-benar dipancari nur imannya, sehingga tidak ada lagi keraguan di dalamnya, maka hati yang asalnya mati itu menjadi hidup.

Adapun awal dari kehidupan ruhani itulah yang dimaksudkan dilahirkan manusia yang kedua di alam dunia. Artinya, sejak saat itu berarti hati orang tersebut telah mendapatkan tambang “Nur Hidayah” dari Allah.

Selanjutnya manusia harus dapat menyampaikan hidayah itu kepada manusia yang lain, “Yang dengan cahaya itu, ia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia.” (Q.S (6) : 122).

Seperti saat kelahiran jasadnya, proses kelahiran manusia itu harus dibidani oleh seorang bidan, kelahiran ruhani itu juga demikian, hal tersebut supaya kelahiran itu dapat diharapkan sebagai kelahiran yang sempurna, maka yang dimaksudkan dengan tambahan “Nur Hidayah Dari Allah”, itulah bidan yang membidani kelahiran kedua itu, yaitu nur rahasia (sirr) ibadah dari rahasia hasil bimbingan para guru-guru mursyid yang ditawasuli dan diikuti.

Maka tidak bisa tidak, apabila manusia menghendaki jati dirinya hidup dan selanjutnya mendapatkan pancaran nur nismatul ubudiyah mereka harus mampu mendapatkannya dari bimbingan seorang guru ahlinya, kalau tidak maka yang akan menjadi bidan  untuk kelahiran kedua itu adalah setan.

Nabi Saw telah menegaskan di dalam sabdanya: “Barang siapa beramal tanpa guru maka gurunya adalah setan.” Sebelum itu, sebelum manusia dilahirkan untuk yang kedua kalinya di alam dunia, setiap manusia sejatinya sama, yaitu sama-sama masih terbelenggu didalam kegelapan rongga dadanya: “Serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya.” (Q.S. (6) : 122).

Maksudnya, orang yang belum mengalami kelahiran kedua itu berarti matahatinya belum dapat digunakan untuk melihat dengan sempurna sehingga seringkali mereka tidak mampu menyikapi dan mencari jalan keluar dari permasalahan hidup yang sedang dihadapi dengan baik dan benar.

Seringkali kemanfaatan ilmu dan iman mereka hanya dapat menyelesaikan urusan yang lahir saja, tapi tidak mampu menembus kepada urusan yang batin, hanya melihat keadaan tapi tidak mampu mempersiapkan kemungkinan, hanya melihat sebab tanpa pernah memikirkan akibat, hanya mampu melihat secara rasional tapi tidak mampu merasakan secara spiritual.

Hanya melihat yang duniawi tapi tidak tembus kepada urusan yang ukhrawi, hal itu bisa terjadi, karena mereka hanya melihat dengan mata kepala (rasional) tapi matahatinya (spiritual) masih dalam keadaan buta: “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Q.S. Al-Hajj : 6).

Posting Komentar untuk "Tahap Kehidupan Manusia, "Kelahiran Kedua""