Proses "Kelahiran Kedua" Manusia
Datangnya saat kelahiran kedua itu selalu diawali dengan klimaks di dalam perasaan seorang hamba yang tengah melaksanakan perjalanan ibadah yang di istiqamahkan.
Antara sadar dan tidak sadar tapi sadar, klimaks itu terjadi ketika intensitas zikir dan fikir yang sedang dilakukan berada pada puncak pencapaian, pengembaraan ruhani sedang mencapai batas pendakian sehingga orang menjadi lupa diri kepada alam dan keadaan.
Disaat hati sedang pecah di hadapan yang dicari sehingga tidak ingat apa-apa lagi selain pertemuan yang diharapkan, hampir-hampir putus asa karena sang salik sadar atas ketidakmampuan diri untuk melanjutkan perjalanan, menjadikan perasaan suka melayang seperti sampan yang terapung di tengah hempasan ombak lautan, sehingga tidak lagi mengetahui arah yang mana perjalanan itu harus dilanjutkan.
Lalu di situ dia seakan menemukan dataran yang hampa waktu tapi bukan udara, bumi yang dahulu terang kini menjadi gelap gulita, seakan matahari telah berganti sehingga yang semula siang menjadi malam dan malam menjadi siang.
Menjadi sendiri di dalam kesepian padahal sejatinya diri tidak di dalam kesendirian, selanjutnya seketika cakrawala hidup dirasakan menjadi nikmat sehingga usia yang terlewati terasa telah menipu diri.
Ingin berhenti disitu saja, tidak meneruskan perjalanan karena hati takut akan mendapatkan kekecewaan yang terulang untuk sekian kali, dalam keadaan seperti itu, apabila perjalanan seorang salik dilakukan sendiri dengan tanpa ada guru pembimbing yang menuntun tangan.
Dia tidak mau mengulurkan tangan untuk memohon syafa‘at, sehingga saat itu tidak ada tangan yang menarik diri lepas dari pusaran, maka seorang salik tidak mudah kembali ke alam sadar karena jalan telah tertutup dengan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan.
Akibatnya, selamanya akan tenggelam di dalam ketidaktahuan, seperti orang mabuk yang tidak kunjung sadar karena terlalu banyak minuman keras yang terlanjur tertelan di tenggorokan, selanjutnya orang lain mengira gila karena kehidupan yang dijalani setelah itu menjadi tidak seimbang.
Memang dia itu sedang gila, tapi bukan gila lantaran dunia, tetapi karena sedang kasmaran kepada yang di rindukan, terlebih ketika setan yang menjadi kawan karena perjalanan kosong dari penjagaan.
Setan mendapatkan kemudahan masuk ke rongga dada manusia karena saat klimaks itu hati mereka tidak terjaga dari rahasia bimbingan guru yang menempa, setan kemudian suka meniupkan bisikan, yang benar dikatakan salah dan yang salah dikatakan benar.
Padahal manusia sadar bahwa datangnya bisikan itu dari setan tetapi dirinya tidak kuasa lepas dari cengkraman, sehingga yang sedang bingung itu akhirnya semakin kehilangan pegangan. Kalau saat itu tidak ketulungan, setan jin yang menguasai isi dada manusia itu tidak cepat-cepat dikeluarkan maka bisa jadi orang tersebut menjadi gila beneran.
Namun, ketika hati telah diselamatkan dari kebingungan panjang, karena saat itu ada tangan yang menarik melepaskan diri dari pusaran, dan ketika matahari malam seketika berangsur-angsur kembali berganti dengan matahari siang karena kesadaran yang seakan hilang itu kini muncul menyinari angan.
Maka perasaan manusia bagaikan dilahirkan kembali di alam dunia, itulah kelahiran kedua, kelahiran kehidupan ruhaniyah, sehingga di dalam hati saat itu terasa ada yang menjadi berbeda, adapun tangan yang menarik diri dari pusaran, itulah sirr (rahasia) yang membidani kelahiran.
Adalah rahasia syafa‟at yang didatangkan dari alam ghaib yang diturunkan di alam kenyataan, karena sang musafir jauh-jauh telah mengkondisikan, yaitu dengan jalan bertawassul kepada guru ruhaniyah selama dalam perjalanan, sehingga perjalanan malam yang semestinya sepi terasa menggembirakan.
Hasilnya, kalau sebelumnya yang ada dalam harapan hanya keuntungan duniawi sehingga hidup terasa sempit tidak dapat dikembangkan, kenikmatan hidup hanya mampu dinikmati sampai batas kematian yang ketika ajalnya datang tidak lagi dapat dimundurkan, namun sekarang hidup menjadi terasa panjang, kenikmatan lebih terasa nyaman karena setelah kematian ada yang perlu dipersiapkan.
Hati menjadi bergairah karena di alam barzah masih ada yang bisa diharapkan, yaitu pertemuan hakiki yang diidamkan dengan para guru ruhaniyah karena pertemuan selama ini di alam dunia hanya pertemuan di dalam perasaan.
Selanjutnya, ketika dua matahari yang berbeda telah menyatu di dalam perasaan, yang satu matahari akal dan yang satunya matahari hati, sehingga yang asalnya bodoh menjadi mengerti dan faham, maka tumbuh pemahaman hati yang menyinari pandangan mata sehingga sinar mata mampu melipat kehidupan.
Yaitu meski dunia selalu mengecewakan hati tapi ia mengerti memang itulah kenyataan, karena kalau tidak demikian orang beriman enggan lagi meninggalkan yang melalaikan, sehingga angan tenggelam di dalam alam kefana‘an yang mudah menjerumuskan orang ke dalam jurang kehancuran.
Itulah matahari keyakinan, ketika nurnya telah memancar di dalam rongga dada maka keraguan hati tidak lagi mendapatkan tempat di dalam perasaan, selanjutnya meski hidup tidak pernah lepas dari rintangan dan tantangan, tapi hati tidak lagi ada kehawatiran dan ketakutan.
Itulah hati orang-orang beriman, oleh karena di dalamnya telah terbebas dari belenggu penyakit bawaan, maka dengan sinar matahari hati, mata hatinya menjadi cemerlang dan tembus pandang.
Antara sadar dan tidak sadar tapi sadar, klimaks itu terjadi ketika intensitas zikir dan fikir yang sedang dilakukan berada pada puncak pencapaian, pengembaraan ruhani sedang mencapai batas pendakian sehingga orang menjadi lupa diri kepada alam dan keadaan.
Disaat hati sedang pecah di hadapan yang dicari sehingga tidak ingat apa-apa lagi selain pertemuan yang diharapkan, hampir-hampir putus asa karena sang salik sadar atas ketidakmampuan diri untuk melanjutkan perjalanan, menjadikan perasaan suka melayang seperti sampan yang terapung di tengah hempasan ombak lautan, sehingga tidak lagi mengetahui arah yang mana perjalanan itu harus dilanjutkan.
Lalu di situ dia seakan menemukan dataran yang hampa waktu tapi bukan udara, bumi yang dahulu terang kini menjadi gelap gulita, seakan matahari telah berganti sehingga yang semula siang menjadi malam dan malam menjadi siang.
Menjadi sendiri di dalam kesepian padahal sejatinya diri tidak di dalam kesendirian, selanjutnya seketika cakrawala hidup dirasakan menjadi nikmat sehingga usia yang terlewati terasa telah menipu diri.
Ingin berhenti disitu saja, tidak meneruskan perjalanan karena hati takut akan mendapatkan kekecewaan yang terulang untuk sekian kali, dalam keadaan seperti itu, apabila perjalanan seorang salik dilakukan sendiri dengan tanpa ada guru pembimbing yang menuntun tangan.
Dia tidak mau mengulurkan tangan untuk memohon syafa‘at, sehingga saat itu tidak ada tangan yang menarik diri lepas dari pusaran, maka seorang salik tidak mudah kembali ke alam sadar karena jalan telah tertutup dengan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan.
Akibatnya, selamanya akan tenggelam di dalam ketidaktahuan, seperti orang mabuk yang tidak kunjung sadar karena terlalu banyak minuman keras yang terlanjur tertelan di tenggorokan, selanjutnya orang lain mengira gila karena kehidupan yang dijalani setelah itu menjadi tidak seimbang.
Memang dia itu sedang gila, tapi bukan gila lantaran dunia, tetapi karena sedang kasmaran kepada yang di rindukan, terlebih ketika setan yang menjadi kawan karena perjalanan kosong dari penjagaan.
Setan mendapatkan kemudahan masuk ke rongga dada manusia karena saat klimaks itu hati mereka tidak terjaga dari rahasia bimbingan guru yang menempa, setan kemudian suka meniupkan bisikan, yang benar dikatakan salah dan yang salah dikatakan benar.
Padahal manusia sadar bahwa datangnya bisikan itu dari setan tetapi dirinya tidak kuasa lepas dari cengkraman, sehingga yang sedang bingung itu akhirnya semakin kehilangan pegangan. Kalau saat itu tidak ketulungan, setan jin yang menguasai isi dada manusia itu tidak cepat-cepat dikeluarkan maka bisa jadi orang tersebut menjadi gila beneran.
Namun, ketika hati telah diselamatkan dari kebingungan panjang, karena saat itu ada tangan yang menarik melepaskan diri dari pusaran, dan ketika matahari malam seketika berangsur-angsur kembali berganti dengan matahari siang karena kesadaran yang seakan hilang itu kini muncul menyinari angan.
Maka perasaan manusia bagaikan dilahirkan kembali di alam dunia, itulah kelahiran kedua, kelahiran kehidupan ruhaniyah, sehingga di dalam hati saat itu terasa ada yang menjadi berbeda, adapun tangan yang menarik diri dari pusaran, itulah sirr (rahasia) yang membidani kelahiran.
Adalah rahasia syafa‟at yang didatangkan dari alam ghaib yang diturunkan di alam kenyataan, karena sang musafir jauh-jauh telah mengkondisikan, yaitu dengan jalan bertawassul kepada guru ruhaniyah selama dalam perjalanan, sehingga perjalanan malam yang semestinya sepi terasa menggembirakan.
Hasilnya, kalau sebelumnya yang ada dalam harapan hanya keuntungan duniawi sehingga hidup terasa sempit tidak dapat dikembangkan, kenikmatan hidup hanya mampu dinikmati sampai batas kematian yang ketika ajalnya datang tidak lagi dapat dimundurkan, namun sekarang hidup menjadi terasa panjang, kenikmatan lebih terasa nyaman karena setelah kematian ada yang perlu dipersiapkan.
Hati menjadi bergairah karena di alam barzah masih ada yang bisa diharapkan, yaitu pertemuan hakiki yang diidamkan dengan para guru ruhaniyah karena pertemuan selama ini di alam dunia hanya pertemuan di dalam perasaan.
Selanjutnya, ketika dua matahari yang berbeda telah menyatu di dalam perasaan, yang satu matahari akal dan yang satunya matahari hati, sehingga yang asalnya bodoh menjadi mengerti dan faham, maka tumbuh pemahaman hati yang menyinari pandangan mata sehingga sinar mata mampu melipat kehidupan.
Yaitu meski dunia selalu mengecewakan hati tapi ia mengerti memang itulah kenyataan, karena kalau tidak demikian orang beriman enggan lagi meninggalkan yang melalaikan, sehingga angan tenggelam di dalam alam kefana‘an yang mudah menjerumuskan orang ke dalam jurang kehancuran.
Itulah matahari keyakinan, ketika nurnya telah memancar di dalam rongga dada maka keraguan hati tidak lagi mendapatkan tempat di dalam perasaan, selanjutnya meski hidup tidak pernah lepas dari rintangan dan tantangan, tapi hati tidak lagi ada kehawatiran dan ketakutan.
Itulah hati orang-orang beriman, oleh karena di dalamnya telah terbebas dari belenggu penyakit bawaan, maka dengan sinar matahari hati, mata hatinya menjadi cemerlang dan tembus pandang.
Posting Komentar untuk "Proses "Kelahiran Kedua" Manusia"
Terimakasih atas kunjungan anda...