Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Nur Muhammadiyyah

Berkaitan urusan pribadi yang terjadi pada diri Rasul Muhammad Saw, suatu saat Allah Ta‘ala berfirman kepadanya : "Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan." (Q.S. An-Nahl 16/127).

Ibnu Zaid berkata : "Ayat ini adalah menghapus ayat-ayat perang." Sedangkan Ulama‘ Jumhur berpendapat : "Itu adalah pelaksanaan ilmu hikmah." Artinya sabarlah terhadap kesalahan mereka dengan memberi pengampunan, artinya, jangan kejahatan di balas dengan kejahatan. (Tafsir Qurthubi).

Maksudnya, tidak bersedih dan tidak sempit dada terhadap kejahatan orang-orang yang belum mau beriman adalah bukan sesuatu yang dapat di mengerti secara teori rasional ilmiyah saja, tapi juga yang di rasakan di dalam hati, itulah yang di maksud sabar.

Orang sudah mengetahui dan memahami ayat ini, bahwa dia harus bersabar terhadap kejahatan orang-orang yang memusuhinya, tidak boleh bersedih dan sempit dada, namun pengetrapan sikap hati tersebut tentunya tidak semudah mengetahuinya.

Betapapun seseorang telah pandai memberi nasehat kepada orang lain tentang teori sabar misalnya, namun ketika dirinya sendiri yang terkena musibah, orang tersebut belum tentu mampu berbuat bersabar menghadapi musibahnya itu, seperti itulah gambaran pemahaman tentang Ilmu Laduni.

Maksudnya, di samping yang di maksud Ilmu Laduni itu harus di ketahui secara teori ilmiah, namun hakikat Ilmu Laduni adalah merasakan keadaan hati yang di namakan sabar itu, yaitu kemampuan diri dalam menerima keadaan yang tidak bersesuaian dengan kemauan hatinya sendiri.

Yakni kemampuan hati untuk meredam gejolak nafsu angkara murka, menahan panasnya bara kemarahan dan mematikan api dendam, atas kesakitan yang di akibatkan oleh sebuah kejahatan yang di perbuat oleh orang lain kepada dirinya.

Oleh karena matahatinya telah mampu melihat pahala yang telah di janjikan di balik kesakitan yang sedang di hadapi itu, maka dia mampu berbuat sabar dalam menghadapinya, selanjutnya, ketika Ilmu Laduni telah di turunkan di dalam hati sebagai pahala sabar yang di jalani ilmu itu akan meresap di dalam rongga dada.

Turunnya Ilmu Laduni itu bagaikan turunnya air hujan dari langit mengguyur kobaran api kebakaran, saat itu di samping orang tersebut mengetahui bahwa ada air di turunkan dari langit, juga hawa panas yang sedang membakar hatinya seketika menjadi sirna dan nikmat kesejukan air hujan segera meresap dan menyelimuti suasana.

Oleh karena itu, muasal penyebab terbitnya sumber Ilmu Laduni itu seringkali tidak di dapatkan oleh seseorang dari hasil membaca dan mendengar, tetapi muncul dari balik rahasia dan hikmah musibah dan fitnah yang datang, ilmu Laduni itu kemudian terbit di dalam hati, ketika matahati seorang hamba telah mampu menyikapi fitnah dan musibah itu dengan sudut pandang yang benar dan tepat.

Manakala orang hanya pandai berbicara dan menasehati orang lain tentang sabar saja misalnya, padahal dirinya sendiri ternyata tidak mampu berbuat sabar ketika mendapatkan musibah seperti musibah yang datang kepada orang yang di nasehati itu.

Yang demikian itu berarti orang tersebut telah berbuat sesuatu yang sangat di benci oleh Allah Ta‘ala : "Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan." (Q.S. Ash-Shaf/3).

Oleh karenanya, sabar itu hanya bisa terlaksana manakala seorang hamba selalu merasa dekat kepada Allah Ta‘ala (Dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan Allah. (Q.S 16/127).

Itu bisa terjadi, karena cemerlangnya Nur Ma‘rifat, ketajaman mata hati di dalam bermusyahadah dan keyakinan yang kuat di dalam memahami kasih sayang Allah Ta‘ala, yang merupakan tarbiyah yang di turunkan-Nya setiap saat kepada dirinya, akan menjadi bagaikan benteng yang kokoh yang dapat membentengi rasional dari segala keraguan yang datang, sehingga hatinya selalu selamat dari prasangka buruk dan salah, meski dia sedang menghadapi keadaan yang bagaimanapun beratnya.

Selanjutnya, ketika rahasia hikmah kejadian tersebut telah terkuakkan, maka seketika rasional menjadi paham. Yang demikian itu, bagaikan orang menggali tanah untuk mencari sumber air, ketika sumber air itu telah di temukan, maka sejak saat itu dia tidak akan kekurangan air lagi untuk selamanya.

Sejak Ilmu Laduni itu memancar dari dalam hati seorang hamba, hati itu akan menjadi seperti sungai yang ada mata airnya, meski musim kemarau panjang sedang melanda, sedikitpun sungai itu tidak pernah kekurangan air atau seperti pelita di dalam kaca kristal yang sumbunya berminyak yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak di sentuh api. (Q.S. An-Nur/24.

Pelita itu akan memancarkan sinar meski sumbunya tidak pernah lagi di basahi minyak, yang demikian itu bisa terjadi, karena rahmat Allah lebih dahulu di turunkan sebelum pemahaman rahasia di balik rahmat yang di turunkan di dalam bilik akal dan pikir itu dapat di pahami.

Setelah itu, maka pemahaman tersebut akan menjadi bagaikan tambang ilmu yang tidak pernah berhenti memancar, meski terkadang kesempatan untuk membaca dan mendengarkan sudah tidak dapat terkondisikan lagi.

Bahkan terkadang Ilmu Laduni yang terbit dalam hati itu sedikitpun belum pernah tertulis dalam buku dan kitab yang ada, berupa ilmu pengetahuan dan pemahaman yang aktual dan akplikatif.

Hasil dari perpaduan ayat yang tersurat dengan ayat yang tersirat yang mampu menjadi solusi persoalan yang sedang terjadi, hal itu bisa terjadi, karena ketika kitab-kitab tersebut sedang di tulis, keadaan yang terjadi itu memang belum pernah di munculkan oleh zaman.

Seperti yang demikian itulah, maka Al-Qur‘an Al-Karim di turunkan kepada Baginda Nabi Saw dengan cara berangsur-angsur. Wahyu Allah itu di turunkan ayat demi ayat dengan mengikuti proses perkembangan keadaan dan zaman, ayat-ayat tersebut kemudian menjadikan solusi dari setiap terjadi tantangan dan kesulitan.

Posting Komentar untuk "Nur Muhammadiyyah"