Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dimensi Syari'at Dan Hakikat

Biarkan syari‘at dengan dimensinya dan hakikat juga demikian, orang yang mata hatinya telah mampu membaca rahasia urusan yang hakikat, biarkan mereka membaca sendiri semampunya.

Adapun orang yang belum mampu, biarkan juga mereka berusaha membaca sendiri, sampai mereka mendapatkan dari apa yang di usahakan itu untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain.

Melalui konsep-konsep dasar yang telah di uraikan diatas, liku-liku jalan rahasia sumber Ilmu Laduni itu, sedikit demi sedikit dapat terkuak bagi orang yang mencarinya.

Tentu saja hanya dengan jalan membangun sebab-sebab, karena Ilmu Laduni itu adalah akibat atau buah amal yang sudah di lakukan, oleh karena di jalan itu banyak ranjau yang bertebaran, maka di samping seorang salik harus mendapatkan bimbingan dari guru ahlinya, juga cara melewati jalan itu harus dengan ekstra hati-hati.

Kalau tidak, pasti orang akan termakan ranjau-ranjau yang di tebarkan itu, yang demikian itu, Allah Ta‘ala telah memberikan isyarat dengan firman-Nya : "Jangan kamu tertipu dengan kehidupan dunia dan jangan kamu tertipu di jalan Allah dengan tipuan." (Q.S. Fathir. 35/5).

Bukan kehidupan dunia saja yang dapat menipu manusia, tapi juga jalan-jalan menuju Allah, bahkan di jalan Allah itu lebih kuat lagi tipuannya, yang demikian itu, karena kehidupan dunia ini adalah sarana ujian bagi orang yang beriman.

Untuk meningkatkan ilmu dan iman yang sudah dimiliki, menjadi yaqin, ainul yaqin dan haqqul yaqin, hingga kemudian seorang hamba mendapatkan ma‘rifatullah.

Kalau orang mendapatkan ma‘rifatullah, maka baru orang itu dapat merasakan hakikat kenikmatan kehidupan duniawi, yang kata ahlinya lebih nikmat di banding kenikmatan syurgawi.

Untuk mencapai kenikmatan yang hakiki itu, tentunya orang harus mencapainya dengan usaha yang bersungguh-sungguh, dengan jalan mujahadah dan riyadhah di jalan Allah dengan segala dampak dan konsekwensinya.

Di riwayatkan di dalam buku manakibnya, Asy-Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pernah mengalami tipuan yang dahsyat, tipuan itu ada beberapa tahap.

Pertama, beliau berkata : "Suatu ketika, di tampakkan kepadaku sebuah Nur Yang Agung yang menyinari persada, kemudian dari dalam Nur itu muncul gambar dan berkata kepadaku : "Aku adalah Tuhanmu dan sejak sekarang apa-apa yang di haramkan, sungguh telah aku halalkan untukmu." Maka aku berkata : "Aku berlindung kepada Allah dari syetan yang terkutuk, menyingkirlah hai yang di laknat, Syekh Abdul Qadir melanjutkan : "Seketika itu, cahaya itu menjadi gelap dan gambar itu menjadi asap."

Tipuan tahap kedua, beliau berkata : "Kemudian ada suara lagi : "Hai Abdul Qadir, engkau selamat dari tipuanku, sebab penguasaan ilmumu terhadap hukum-hukum Tuhanmu dan pemahamanmu atas kedudukanmu, sungguh aku telah menyesatkan dengan godaan seperti ini terhadap tujuh puluh dari orang yang ahli thariqah."

Maka aku menjawab : "Keutamaan dan pemberian adalah milik Tuhanku." Kemudian di tanyakan kepada Syekh : "Dengan apa engkau mengetahui bahwa sinar itu adalah syetan?, maka Asy-Syekh menjawab : "Dari ucapannya bahwa apa yang di haramkan, aku halalkan untukmu, aku mengetahui bahwa Allah tidak memerintah hamba-Nya untuk berbuat kekejian."

Ujian tahap pertama itu adalah ujian dengan fakta yang nyata di depan mata, yaitu munculnya penampakan dengan sinar, gambar dan suara, adapun ujian pada tahap kedua adalah, supaya orang menjadi bangga dan sombong dengan ilmu, amal dan keberhasilan yang sudah di miliki.

Demikianlah, ketika seorang salik itu berhasil menghindari penampakan itu, maka hendaknya tetap berhati-hati, karena ujian yang berikutnya adalah lebih berat, yaitu upaya supaya manusia menjadi bangga diri dan sombong.

Padahal, sebagian besar para salik zaman sekarang, mendapatkan ujian tahap pertama saja, yaitu di tampakkan ada harta karun yang melimpah di suatu tempat, kebanyakan mereka sudah hanyut terbawa arus, apalagi dengan tujuan yang kedua.

Maka tampak dalam fenomena, semakin banyak orang pandai ternyata kehidupan ini semakin semrawut, buktinya sumber perpecahan umat, di mana-mana mesti awalnya adalah akibat ulah orang pandai bukan orang bodoh, yang demikian itu pertanda, bahwa orang yang di hijab dengan cahaya ternyata jumlahnya lebih banyak daripada orang yang di hijab dengan gelap.

Hanya Allah Ta‘ala yang memudahkan segala urusan dan hanya Allah yang Maha Mengetahui kepada yang ghaib maupun yang syahadah.

Posting Komentar untuk "Dimensi Syari'at Dan Hakikat"