Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Tiga Derajat Iradah Bagi Seseorang Hamba

Ada tiga derajat iradah, yaitu sebagai berikut :
1. Meninggalkan kebiasaan berdasarkan kebenaran ilmu, bergantung ke-napas orang-orang yang melakukan perjalanan dan yang di sertai tujuan yang benar, meninggalkan teman yang menyibukkannya dan melepaskan ikatan kampung halaman.


Meninggalkan kebiasaan artinya meninggalkan nafsu dan syahwat yang sebelumnya biasa di lakukan, yang tidak bisa di lakukan kecuali dengan di sertai ilmu, karena ilmu merupakan cahaya yang menerangi seseorang, agar dia lebih mengutamakan tujuannya.

Siapa yang tidak di sertai ilmu, maka iradah-nya tidak akan benar, harus selalu bergantung ke napas dzikir dalam melakukan perjalanan ibadah dan bukan ke napas para ahli ibadah, karena ahli ibadah hanya sebatas melaksanakan amal, sedangkan orang yang melakukan perjalanan lebih memperhatikan keadaan dan hal lainnya, seperti muraqabah, rutinitas shalat malam, membaca Qur'an, menjaga akhlak siang dan malam dan lain sebagainya, juga meninggalkan teman yang menyibukkannya dan melepaskan ikatan kampung halaman menuju Allah dalam arti menggambarkan berbagai macam rintangan, kurangi dan waspada selalu.

2. Memotong keterikatan keadaan, membiasakan kebersamaan dan berjalan antara menahan dan melepaskan, memotong keterikatan keadaan artinya menolak pengaruh mu'ama-lah dari hati, yang bisa mendatangkan kemalasannya dan menghambat kebersamaannya dengan Allah, yang telah melimpahkan nikmat kepada makhluk, sehingga seorang hamba bisa beralih dari rupa amal ke hakikat amal, naik dari Islam ke iman, dari iman ke ihsan.

Pada awal mulanya hamba yang mengadakan perjalanan memang akan merasakan beban dan beratnya amal, karena hatinya belum terbiasa bersama sesembahannya.

Jika ia sudah terbiasa, maka tidak ada lagi keberatan dan kesulitan itu, sehingga ibadahnya akan menjadi kesenangan dan kenikmatannya, shalat menjadi kesenangan, yang sebelumnya hanya sebatas amal, yang menjadi ukurannya adalah sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Kesenanganku di jadikan dalam shalat." Inilah maksud membiasakan kebersamaan, yaitu kebersamaan dengan Allah.

Menahan dan melepaskan merupakan dua keadaan yang saling bertentangan, yang lahir karena rasa takut di satu saat, dan di saat lain lahir karena harapan, rasa takut menahannya dan harapan
melepaskannya.

3. Kebingungan yang di sertai istiqamah dan memperhatikan hak dan di sertai adab, maksud kebingungan di sini adalah tidak menoleh ke hal-hal yang lain, kebingungan akan bermanfaat jika di sertai dengan istiqamah, yaitu menjaga ilmu dan tidak menyia-nyiakannya.

Jika tidak, maka keadaannya yang paling baik ialah seperti orang gila yang tidak lagi di tuntut untuk melakukan kewajiban dan tidak akan di siksa karena tidak istiqamah, jika sebab kebingungannya mengeluarkannya dari istiqamah, maka dia adalah orang yang durhaka dan mengabaikan perintah Allah.

"Jika sebab mabuk adalah sesuatu yang di larang, maka mabuk itu tidak di maafkan." Memperhatikan hak di sini artinya memperhatikan hak-hak Allah dengan memperhatikan adab-adabnya. 


Untuk mendukung hal tentang bersifat "Iradah" ini, sebaiknya baca juga Adab-Adab Kepada Allah.

Posting Komentar untuk "Tiga Derajat Iradah Bagi Seseorang Hamba"