Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

Menjaga Ilmu Laduni

Ketika mentari laduniyah telah menampakkan senyum fajarnya di titik kulminasi antara dua ufuk yang berbeda, ufuk laduniyah dan ufuk basyariyah yang ada di dalam dada manusia, maka selendang malam yang menyelimuti ufuk basyariyah itu seketika menjadi sirna.

Dua ufuk itu kemudian menjadi terang benderang untuk selamanya, itu disebabkan karena mata hati laduniyah telah mempunyai tembus pandang, kecuali ketika saatnya telah tiba, saat kedua ufuk itu harus tenggelam bersama bumi dan matahari yang ada dalam dada pemiliknya, menuju bumi dan matahari yang berbeda, yang selanjutnya tidak akan ada pergantian lagi untuk selamanya, hanya saja, selama berada di dalam bumi dan matahari yang lahir ini, ufuk laduniyah itu terkadang bisa menjadi redup dan keruh, itu di sebabkan ada awan mendung nakal datang menggoda, hingga sinar mentari laduniyah yang bertandan terhalang menampakkan senyuman.

Ilmu Laduniyah Rabbaniyah, ketika sudah terbit di dalam hati seorang hamba, Allah tidak akan mencabutnya lagi untuk selama-lamanya, kecuali di cabut bersama pemiliknya, tapi hanya saja Ilmu Laduni itu kadang kala menjadi keruh dan tumpul.

Hal itu di sebabkan, meski sumber Ilmu Laduni tersebut dari dimensi yang qadim, oleh karena di turunkan di dunia yang fana, maka yang qadim itu bisa menjadi fana, oleh karena itu, sumber Ilmu Laduni itu harus di jaga dan di pelihara dengan sungguh-sungguh.

Oleh karena letak sumber Ilmu Laduni itu di dalam hati, maka menjaga Ilmu Laduni itu berarti menjaga hati dari segala kotoran karakter duniawi yang tidak terpuji, seperti langit ketika tidak ada mendung, maka sinar matahari akan sampai ke permukaan bumi tanpa ada halangan.

Demikian juga hati manusia, ketika hati itu bersih dari karakter duniawi yang tidak terpuji, maka nur hidayah Allah Ta‘ala akan terus-menerus memancar kehamparannya dengan tanpa halangan.

Karakter-karakter duniawi yang tidak terpuji tersebut, seperti marah, dendam, hasud, dengki, sombong, takabbur, cinta dunia dan lain-lain, seperti juga dosa, ketika telah menempel di dalam hati, akan menjadi karat yang menempel di dinding dada.

Karakter-karakter itu akan menutup matahati dari hidayah Allah Ta‘ala, bagaikan awan mendung menutup persada bumi dari sinar matahari sehingga ufuknya menjadi gelap gulita, maka ufuk hati itu
tidak akan pernah cemerlang lagi selamanya.

Salah satu jalan untuk menjaga kebersihan hati, di samping orang harus menjaga diri dari segala perbuatan maksiat dan dosa serta membangun diri dengan perbuatan taat dan ibadah, mereka juga harus bertaubat kepada Allah Ta‘ala secara terus-menerus.

Selain itu, mereka juga harus mampu memaafkan kesalahan manusia, hal itu sebagaimana yang telah di sampaikan, Al-Imam Asy-Syafi'i Ra di dalam bait syairnya yang indah di bawah ini :

"Aku mengadu kepada Al-Wakik perihal jeleknya hapalanku, maka dia menunjuki aku agar aku meninggalkan maksiat, karena sesungguhnya ilmu itu adalah Nur dan Nur Allah tidak akan di berikan kepada orang yang berbuat maksiat."

Ini adalah gambaran tentang keadaan Ilmu Laduni, seandainya yang di maksud Imam Syafi‘i di atas bukan Ilmu Laduni, tetapi ilmu umum yang di dapatkan dari proses belajar mengajar di lembaga pendidikan, bukan ilmu yang di hasilkan dari mujahadah di jalan Allah, mengapa ilmu tersebut tidak di berikan kepada orang yang berbuat maksiat?

Padahal kenyataan yang ada, bahkan sebagian orang yang kafir dapat menguasai ilmu pengetahuan umum yang terkadang lebih tinggi dibandingkan ilmu yang di kuasai orang-orang mu‘min, dalam kaitan menjaga Ilmu Laduni ini, Rasulullah Saw telah memberikan isyarat di dalam beberapa haditsnya, yaitu :


سَنْمسَؾَّْمآَمبْنِمسُؿََّمرَضَىَمآُمسَـْهُم:مدَؿَعْتُمرَدُوْلَمآَمصَؾّىمآُمسَؾَقْهَموَدَؾّمَم.مم
ؼَؼُوْلُم:مإِنِمآَملاَمؼَؼْؾَ ُماظْعَؾْمَممإِغْؿََّاسًامؼَـْؿَِّسُهُمعَنَماظـِاسِمموَظَؽَنْمؼَؼْؾَ ُماظْعَؾْمَم
بَؼَؾْ ِماظْعُؾَؿَكءَممحَؿٍىمإِذَامظَمْمؼَؿُّْكْمسَاظَؿًاممإِتِكََّماظـِاسُمرُؤُدًامجُفِالاًم,ممصَلَلَظُوْام
صَلَصْؿَوْامبَغَقِّْمسَؾْمٍم,مصَضَؾّوْاموَأَضَؾّوْام.مرواهماظقكارىم. م

Dari Abdullah bin Amr Ra, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda : "Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari manusia, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan mencabut Ulama‘, sehingga ketika sudah tidak ada lagi seorang Ulama‘, manusia mengambil pemimpin orang yang bodoh, ketika di tanya ia berfatwa tanpa dasar ilmu, maka menjadi sesat dan menyesatkan." (H.R. Imam Bukhari).

Posting Komentar untuk "Menjaga Ilmu Laduni"