Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

PENCERAHAN SPIRITUAL

Pencerahan Spiritual

Dengan mujahadah dan dzikir yang di laksanakan oleh seorang salik sebagai pelaksanaan thariqat secara istiqamah, akal (rasio) akan selalu mendapatkan pencerahan dari hati dengan nur hidayah, nur hidayah tersebut adalah buah dzikir yang di jalani, hasilnya, aktifitas akal yang terkadang suka kebablasan dapat terkendali dengan kekuatan aqidah (spiritual) yang benar.

Dengan dzikir itu, seperti meditasi, orang beriman hendaknya mampu mengosongkan iradah dan qudrah basyariyah yang hadits (baru) untuk di hadapkan kepada iradah dan qudrah Allah yang azaliah, maksudnya obsesi, rencana dan kemampuan diri untuk mengatur kehidupan kedepan, baik urusan dunia maupun urusan akhirat, saat itu, dengan kekuatan dzikir yang di laksanakan tersebut, di lepas sementara dari bilik akalnya, kebutuhan hidup tersebut di hadapkan dan di serahkan kepada perancanaan Allah bagi setiap hamba-Nya.

Sejak zaman azali serta kepada kemampuan-Nya yang Maha Kuasa untuk memberikan solusi dan pertolongan kepada hamba-Nya, ketika dengan pelaksanaan meditasi islami tersebut, rasio berhasil di kosongkan dari kemampuan secara basyariyah, terlebih apabila pengosongan itu adalah merupakan buah syukur yang di ekspresikan di dalam bacaan dzikir, hasil yang di harapkan, yang masuk setelah pengosongan itu adalah rahasia bacaan dzikir yang di lakukan tersebut.

Rahasia yang terkandung di dalam kalimat La Ilaaha Illallah (tidak ada Tuhan selain Allah) yang di lafadzkan berkali-kali secara istiqamah itu, rahasia bacaan yang masuk tersebut adalah ilham dan inspirasi spontan di dalam hati seorang hamba yang akan mampu memberikan solusi dan jalan keluar untuk menyelesaikan setiap kesulitan yang sedang di hadapi.

Itulah rahasia Nubuwah yang dahulu di berikan kepada para Nabi, kemudian menjadi walayah ketika di wariskan kepada hamba-hamba Allah yang shaleh, sejatinya adalah wahyu yang di sampaikan : "Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu." (Q.S.42/51).

Ketika rahasia Nubuwah itu telah meresap di dalam hati (spiritual), seperti air yang mengalir dari cabang-cabang anak sungai, ketika keluar dari muara, air itu kemudian melebur di dalam samudera yang tidak terbatas, maka yang asalnya kotor seketika menjadi bersih, yang asalnya najis menjadi suci.

Seperti itulah pencerahan akal dari rahasia dzikir, sehingga hati yang asalnya susah langsung menjadi gembira : "Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (Q.S.Ar-Ra‘d/28).

Dengan itu, manusia tidak sekedar menjadi pintar saja, tapi juga cerdas, mereka siap menjawab segala pertanyaan dan teka-teki yang di tampilkan kehidupan dengan benar dan rahmatan lil'alamin, karena akal mereka senantiasa mendapatkan pencerahan dari hati.

Itulah hasil perpaduan antara dzikir dan fikir, karena demikian pentingnya pelaksanaan dzikir ini, maka Allah Ta‘ala telah membuat persaksian dengan firman-Nya : "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Q.S. Ali Imran/191).

Kita meneruskan ayat : "Yang telah Kami berikan rahmat dari sisi Kami dan telah Kami ajarkan kepadanya Ilmu dari sisi Kami." (Q.S. Al-Kahfi.18/65). Allah berfirman : فََٛجَذَا عَجْذًا ِِْٓ عِجَبدَِٔب “Fawajadaa 'abdam min Ibaadinan".

Mujahid Ra berkata : "Hamba itu namanya Khidhir, di namakan Khidhir karena apabila dia shalat di suatu tempat, tempat sekelilingnya menjadi tampak hijau. Di riwayatkan oleh At Tirmidzi Ra dari Abi Hurairah Ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda :

إِغِؿَامدُؿَىَماظْكَضََّمََّغِهُمجَؾََّمسَؾىمصَّْوَةُمبَقْضَاءَمصَنِذًامػَىَمتَفْؿَّّم
تَقْؿَهُمخَضَّْاءَ م


Di namakan Khidhir karena, sesungguhnya ketika dia duduk di daratan bumi yang putih, ketika ia bergerak maka bumi di atasnya tampak hijau, menurut Jumhur Ulama‘, Khidhir As adalah seorang Nabi, dalilnya adalah ayat-ayat di atas tersebut (Al-Kahfi 60-82), yaitu tidak mungkin seorang mengetahui urusan yang ghaib kecuali dengan Wahyu.

Demikian pula, manusia tidak mungkin belajar dan mengikuti orang lain kecuali kepada orang yang ilmu pengetahuannya berada di atasnya, sedangkan di atas seorang Nabi haruslah seorang Nabi pula. Tafsir Qurthubi, Ayat 65 Surat Al-Kahfi.

Di dalam tafsir kubronya, Imam Fahr Ar-Rozi Ra menafsirkan ayat di atas : "Fawajadaa abdam min 'ibaadinan" (keduanya telah menemukan seorang hamba dari hamba-hamba Kami), beliau berkata : Sebagian besar Ulama' ahli tafsir telah sepakat bahwa hamba tersebut adalah seorang Nabi dan bernama Khidhir As, yaitu seorang hamba Allah yang di pilih untuk mendapatkan "Nubuwah" (kenabian) dengan alasan sebagai berikut :

1. Firman Allah : "ءَاتَيَْٕبُٖ سَحَّْخً ِِْٓ عِْٕذَِٔب Aatainaahu Rahmatan Min Indinaa" (Yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami), yang di maksud Rahmat di sini adalah Nubuwah (rahmat
kenabian) dengan dalil Firman Allah :
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu). (Q.S. 43/32).
 

2. Firman Allah : ― َٚعٍََّّْٕبُٖ ِِْٓ ٌَذُّٔب عًٍِّْب Wa 'allamnaahu min ladunnaa 'Ilman" (dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami). Menunjukkan bahwa Allah telah mengajari hamba itu dengan tanpa perantara seorang pengajar dan menunjukinya tanpa perantara seorang petunjuk.

Beliau berkata : "Barang siapa mendapatkan ilmu dari Allah tanpa perantara seorang pengajar, yang demikian itu di sebut Nubuwah, karena pengetahuan itu, terlebih kepada urusan yang ghaib, tidak mungkin bisa di dapatkan kecuali adalah wahyu."

Dengan dalil firman Allah "(Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu)." (Q.S. As-Syuura 42/51).

3. Di riwayatkan ketika Musa As bertemu Khidhir As dan menyampaikan salam kepadanya, Khidhir As menjawab : “Salam juga untukmu wahai Nabi Bani Isra'il”. Musa As bertanya : "Siapa yang menunjukkan ini kepadamu?", Dia menjawab : "Yang mengutusmu datang kemari". Dengan itu menunjukkan bahwa Khidhir As adalah seorang Nabi, karena tidak mungkin seseorang dapat mengetahui hal yang ghaib kecuali melalui wahyu. *Tafsir Fahrur-Razi*

Inilah ayat kunci itu, ayat tersebut menampilkan sosok yang menjadi simbol adanya Ilmu Laduni, yaitu sosok yang terlebih dahulu mendapatkan rahmat Allah baru kemudian ilmu-Nya, yang di maksud rahmat sebelum ilmu adalah ilmu pengetahuan yang di dasari rahmat Allah Ta‘ala yang memancar dari hati seorang hamba, bukan ilmu yang hanya di dasari dengan akal saja, terlebih lagi nafsu dan hawanya, oleh karena itu, Ilmu Laduni tersebut selalu terbit secara aktual dan aplikatif, ilmu itu mampu menjawab setiap kejadian dengan pandangan yang menyejukkan banyak orang.

Posting Komentar untuk "PENCERAHAN SPIRITUAL"