Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

MENJADI HAJI JADI

Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan ibadah haji dan umrah yang hampir selalu menuai berbagai permasalahan, hal yang paling menonjol yang kerap terjadi adalah mengenai gagalnya pemberangkatan sejumlah jama'ah haji dan umrah ke tanah suci, kegagalan ini tentunya merupakan sesuatu yang menjadi pukulan batin terhadap jemaah yang gagal, tak heran jika kemudian kerap terdengar ada yang shock bahkan ada pula yang meninggal.

Kenyataan ini memang memprihatinkan, terlebih ketika menyadari bahwa semestinya pelaksanaan ibadah haji dan umrah yang merupakan perjalanan suci dalam rangka melengkapkan iman Islam kita, belum di tangani dengan sungguh-sungguh oleh pihak terkait, besarnya animo umat Islam di Indonesia untuk menjalankan perintah ibadah haji, mendorong oknum-oknum yang tak bertanggung jawab untuk memanfaatkan sebagai momentum ibadah haji dan umrah sebagai lahan bisnis mereka.

Bersamaan dengan itu, berbagai biro perjalanan haji juga ramai bermunculan yang tidak sedikit di antaranya tidak profesional dalam menangani jamaahnya, sangat masuk akal jika siapa pun juga yang mengaku muslim, tentu ingin menunaikan ibadah haji atau umrah, selain merupakan perintah, pergi ke tanah suci juga masih di pandang sebagai suatu hal yang cukup bergengsi, terlebih ketika kembali ke tanah air sang jama'ah akan menyandang gelar haji (tapi hal ini hanya ada di Indonesia).

Jangankan bagi mereka yang sudah kuat keimanannya, orang awam pun ingin menyandang predikat itu, untuk menjadi haji yang sebenarnya tidaklah terlalu sulit, yang penting punya uang untuk pergi ke Makkah dan berangkat pada musim haji dan umrah kapan saja, maka niscaya sepulang dari sana kita sudah bisa menyandang titel baru sebagai pak haji, bu haji, kang haji, neng haji atau sebutan lainnya, jadi untuk menyandang gelar haji bukanlah hal yang sulit.

Namun apakah itu yang kita cari? Apakah kita pergi ke tanah suci hanya untuk mendapatkan gelar haji? Atau ada obsesi lain yang ingin di capai, semisal ingin ”menjadi haji jadi” atau menjadi haji mabrur', jika tujuan kita ingin menjadi haji mabrur, maka tiadalah hal yang lebih berarti selain berharap akan syurga Allah, Rasulullah Saw bersabda : “Dari umrah ke umrah adalah penghapus dosa di antara keduanya dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali syurga.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Jangan sampai kita mengalami tindakan yang sia-sia dengan berangkat ke tanah suci hanya untuk mendapatkan gelar haji saja, perlu di ketahui, bahwa seseorang yang pergi berhaji demi untuk memperoleh gelar saja, maka baginya lebih tepat untuk di sebut haji mardud (haji yang di tolak). Haji yang seperti ini di sebabkan beberapa faktor, bisa karena uang yang di gunakan untuk berhaji adalah uang haram, berhaji untuk menonjolkan diri (riya), berhaji untuk sekedar wisata atau berhaji tanpa memahami apa esensi dari ibadah haji, mengenai seseorang yang termasuk dalam jenis haji ini (haji mardud) Rasulullah Saw bersabda : ”Ketika ia mengucapkan kalimat talbiyah, ‘Labbaika (Aku memenuhi panggilan-Mu)’, maka Allah akan menjawabnya dengan kalimat, ’Labbaika wala sa'dika (Tidak ada permohonan dan kebahagiaan untukmu).” (H.R. Ad-Dailami).

Dalam kitab Safitunnajah di terangkan, bahwa setiap tahun Allah hanya menghajikan 70 ribu orang dari sekian juta umat yang menunaikan ibadah haji, hal itu sesuai dengan pernyataan Umar bin Khattab mengenai haji : ”Pelancongnya sangat banyak, sedangkan yang menunaikan haji sangat sedikit!” Artinya secara kuantitas orang yang pergi berhaji sangat banyak sementara orang yang hajinya berkualitas sangat sedikit, maka tidak berlebihan jika Rasulullah Saw menjanjikan syurga bagi mereka yang hajinya mabrur.

Ibadah haji adalah ibadah yang melibatkan tiga aspek, aspek jasadiyah (fisik), maaliyah (harta) dan ruhiyah (jiwa), di sebut ibadah jasadiyah, karena dalam pelaksanaannya kita mutlak memerlukan kondisi fisik yang prima guna menjalankan ibadah di suhu yang panas, tiupan angin gurun yang kencang, lain dari itu thawaf, sa'i, wukuf dan rukun haji lainnya juga memerlukan ketahanan fisik yang prima, selanjutnya, haji juga di namakan ibadah mauliyuh karena dalam upaya pelaksanaan ibadah haji kita akan di tuntut untuk berkorban harta sebagai penunjang ibadah.

Terakhir, ibadah haji jiga merupakan ibadah ruhiyah karena hanya
dengan keyakinan jiwa saja kita akan rela pergi haji meski harus berkorban harta bahkan juga jiwa, di antara ketiga faktor tersebut, faktor ruhiyah-lah yang sebenamya paling penfing. Ia (aspek Ruhiyah) adalah faktor penentu atas mabrur tidaknya ibadah haji seseorang.

Aspek ruhiyah ini akan semakin kuat jika senantiasa berdzikir kepada Allah, tanpa penguatan ruhiyah dengan dzikrullah, maka di khawatirkan kita akan lalai dari tuntunan Allah dan tergolong sebagai orang yang sia-sia, sebagaimana yang Allah dalam surat Al-Anfal ayat 35 : ”Sembahyang mereka di sekitar baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan, maka rasakanlah azab di sebabkan kekafiranmu itu." (Q.S. Al Anfal : 35).

Dari ayat di atas, tersirat sebuah makna mendasar yang semestinya kita perhatikan, maksud ayat ini tertuju pada mereka yang shalat di depan baitullah tanpa menghadapkan ruhnya kehadirat Allah atau tidak seraya mengingat Allah (dzikrullah).

Karena aspek ini demikian penting, maka sudah selayaknya para calon jama'ah haji untuk bermujahadah (bersungguh-sungguh) dan senantiasa berdzikir kepada Allah, hal ini dapat di capai dengan senantiasa mengikuti bimbingan dan arahan dari Syeikh Mursyid kamil mukaamil dengan talqin dzikirnya yang dapat menumbuhkan kesadaran (musyahadah).

Musyahadah di artikan sebagai kesadaran tentang hakikat diri dan hubungan dengan Allah, sehingga dari kesadaran ini dapat terlahir semangat untuk memelihara dan meningkatkan nilai kebaikan dan kebajikan pasca pelaksanaan ibadah haji, definisi ini di dukung oleh pendapat para ulama yang menyatakan bahwa salah satu ciri ibadah kita di terima Allah adalah bahwa amal ibadah itu akan mendatangkan kebaikan dan kebajikan, baik dalam kaitannya ibadah dan ritual individual, maupun amal ibadah sosial dan ternyata keberhasilan setiap amal ibadah ritual seseorang berkaitan dengan kemampuan mengaplikasikan nilai-nilai ibadah ritual individual tersebut dalam amal ibadah sosial yang lebih mengarah pada perbaikan moral.

Pada ibadah shalat misalnya, Allah berfirman : "Bacalah apa yang telah di wahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah lainnya) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Ankabut : 45).
Uraian di atas juga memberikan sebuah keterangan yang dapat kita simpulkan bahwasanya seseorang yang ibadah hajinya termasuk mabrur dapat di lihat dari tingkat kebaikan dan kebajikan yang di lakukannya sepulang dari tanah suci, jika intensitasnya dalam melakukan kebaikan dan kebajikan sepulang dari tanah suci lebih banyak daripada ketika sebelum ia berangkat haji, maka Insya Allah ia tergolong sebagai haji mabrur, tapi jika kenyataannya adalah sebaliknya maka sesungguhnya ia akan tergolong dalam kategori yang keclua yakni haji mardud, hikmah lain yang juga di capai melalui pelaksanaan ibadah haji adalah bahwa ibadah haji semestinya mampu menumbuhkan semangat reformasi pada diri kita, sehingga terhujam dalam diri untuk melakukan hijrah dari sikap negatif menuju sikap positif atau dalam bahasa lain di nyatakan refomasi min adz-dzulumati ila an-nuur

Posting Komentar untuk "MENJADI HAJI JADI"