Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

IYYAKA NA'BUDU DALAM HATI KALA BERJALAN MENUJU ALLAH

Iyyaka Na'budu Dalam Hati Kala Berjalan Menuju Allah

Banyak orang yang mensifati persinggahan ini dan menyebutkan
bilangannya, di antara mereka ada yang menyebutnya seribu, ada pula yang menyebutnya seratus, ada yang kurang dan ada yang lebih, masing-masing orang mensifatinya menurut perjalanan yang di lakukannya, berikut kita sebutkan secara ringkas pada masing-masing di antara persinggahan ini.


Yang pertama adalah Al-Yaqzhah, artinya kegalauan hati setelah terjaga dari tidur yang lelap, hal ini sangat penting dan membantu pembenahan perilaku, siapa yang merasakannya, berarti dia telah merasakan satu keberuntungan, jika tidak, berarti dia tetap di cengkeram kelalaian, jika sudah tersadar, dia di beri bekal hasrat untuk memulai perjalanannya dan menuju persinggahannya yang pertama dan ke tempat di mana dia di tawan.

Jika perjalanan sudah di mulai, maka hati beralih ke persinggahan alazm, yaitu tekad yang bulat untuk melakukan perjalanan, siap menghadapi segala rintangan dan mencari penuntun yang dapat menghantarkan ke tujuan, seberapa jauh seseorang memiliki kesadaran, maka sejauh itu pula tekadnya dan seberapa jauh tekad yang di milikinya, maka sejauh itu pula persiapan yang di lakukannya.

Jika sudah terjaga, maka dia memiliki Al-Fikrah, yaitu pandangan hati yang hanya tertuju ke sesuatu yang hendak di cari, sekalipun dia belum memiliki gambaran jalan yang menghantarkannya ke sana, jika fikrah-nya sudah benar, tentu dia memiliki Al-Bashirah, yaitu cahaya di dalam hati untuk melihat janji dan ancaman, syurga dan neraka, apa yang telah di janjikan Allah terhadap para wali dan musuh-Nya.

Dengan semua ini seakan-akan dia bisa melihat apa yang terjadi pada hari akhirat, semua orang di bangkitkan dari kuburnya, para malaikat di datangkan, para nabi, syuhada dan shalihin di hadirkan, jembatan di bentangkan, musuh-musuh di kumpulkan, api neraka di kobarkan, di dalam hatinya seakan ada mata yang dapat melihat berbagai kejadian akhirat dan dia juga melihat bagaimana keduniaan ini yang begitu cepat berlalu.

Al-Bashirah merupakan cahaya yang di susupkan Allah ke dalam hati, sehingga seseorang bisa melihat hakikat pengabaran para rasul, seakan-akan dia bisa melihatnya dengan mata kepala sendiri. Dengan begitu dia bisa mengambil manfaat dari seruan para rasul dan melihat adanya bahaya yang mengancamnya jika dia bertentangan dengan mereka.

Al-Bashirah itu di dasarkan pada tiga derajat, siapa yang dapat menyempurnakan tiga derajat ini, berarti dia dapat menyempurnakan bashirah-nya, yaitu:

Pertama, bashirah tentang asma' dan sifat.

Kedua, bashirah tentang perintah dan larangan.

Ketiga, bashirah tentang janji dan ancaman.

Bashirah tentang asma' dan sifat-sifat Allah, artinya imanmu tidak di pengaruhi syubhat yang bertentangan dengan sifat-sifat yang di berikan Allah kepada Diri-Nya sendiri dan juga yang di sifati Rasul-Nya, sebab syubhat dalam hal ini sama dengan keragu-raguan tentang wujud Allah.

Tingkatan bashirah yang di miliki masing-masing manusia berbeda-beda, tergantung dari tingkat pengetahuan mereka tentang pengabaran Nabawy dan pemahamannya serta ilmu tentang syubhat yang bertentangan dengan hakikat-hakikatnya, orang yang paling lemah bashirah-nya adalah para teologi bathil yang biasanya suka mencela orang-orang salaf, karena mereka tidak mengetahui nash dan tidak memahaminya.

Syubhat mengendap di dalam hati mereka. Orang-orang awam yang bukan termasuk orang-orang Mukmin yang sesungguhnya, justru lebih sempurna daripada para teolog itu, lebih kuat imannya, lebih mempercayai wahyu dan lebih tunduk kepada kebenaran.

Bashirah tentang perintah dan larangan artinya membebaskan hati dari penentangan karena melakukan ta'wil, taqlid atau mengikuti hawa nafsu, sehingga di dalam hatinya tidak ada syubhat yang bertentangan dengan ilmu tentang perintah dan larangan Allah, tidak pula di kuasai nafsu yang menghalanginya untuk melaksanakan perintah dan larangan itu, tidak pula mengikuti taqlid yang membuatnya merasa tidak perlu berusaha menggali hukum dari nash.

Bashirah tentang janji dan ancaman artinya engkau mempersaksi-kan penanganan Allah terhadap apa pun yang di lakukan setiap manusia, yang baik maupun yang buruk, di dunia maupun di akhirat, ini merupakan konsekuensi Ilahiyah dan Rububiyah-Nya, keadilan dan hikmah-Nya.

Keraguan tentang hal ini sama dengan keraguan tentang Uluhiyah dan rububiyah-Nya, bahkan keraguan tentang wujud-Nya, orang yang berada di persinggahan bashirah mempunyai alternatif jalan lain, yaitu bashirah yang membebaskannya dari kebingungan, jika seseorang sudah sadar dan memiliki bashirah, maka dia akan mengambil maksud dan kehendak yang tulus, menghimpun maksud dan niat untuk melakukan perjalanan kepada Allah, setelah tahu dan yakin tentang hal ini, maka dia mulai melakukan perjalanan, membawa bekal menuju hari datangnya pembalasan, membebaskan diri dari rintangan yang menghambat perjalanannya, maksud bisa di bagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :

Pertama, maksud yang membangkitkan keteguhan dan membebaskan diri dari keragu-raguan.

Kedua, maksud yang karenanya semua rintangan akan di singkirkan dan semua penghalang akan di hadapi.

Ketiga, maksud yang mendorongnya mencari pengetahuan dan mau mendengarkan nasihat dari orang yang lebih bijaksana.

Jika maksud sudah kuat, maka ia berubah menjadi tekad yang bulat, lalu mengharuskannya memulai perjalanan sambil disertai tawakkal kepada Allah. Firman-Nya, "Kemudian apabila kamu sudah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah." (Q.S. Ali Imran : 159).

Al-Azm artinya maksud yang bulat dan yang mendorong munculnya aksi, karena itu ada yang menganggap tekad yang bulat ini merupakan permulaan aksi untuk mencari maksud dan tujuan, pada hakikatnya tekad ini merupakan kekuatan kehendak yang sudah berhimpun untuk mengadakan aksi.

Tekad ini ada dua macam :

Pertama, tekad orang yang hendak mengayunkan langkah melakukan perjalanan atau bisa juga di sebut permulaan perjalanan.

Kedua, tekad saat berada di dalam perjalanan, hal ini sifatnya lebih
khusus lagi.

Pada etape ini seseorang perlu membedakan antara apa yang menjadi haknya dan kewajibannya, agar dia tahu apa yang memang menjadi bagiannya dan apa yang menjadi kewajibannya, yaitu muhasabah sebelum taubat, jadi tempatkan taubat sebelum muhasabah, yang perlu di ketahui bahwa persinggahan ini jangan di samakan dengan persinggahan menurut kenyataan, di mana seseorang berada di satu tempat itu lalu meninggalkannya begitu saja untuk berpindah ke tempat berikutnya, tentunya kita juga tahu bahwa Al-Yaqzhah (kesadaran) harus selalu menyertai dan tidak bisa di tinggalkan, di mana pun tempatnya, begitu pula Al-Bashirah, Al-iIradah, Al-Azm maupun At-Taubah.

Seperti wajarnya taubat yang ada di akhir, maka ia juga harus ada di permulaannya dan bahkan ia harus ada di mana-mana, memang Allah menjadikan taubat ini sebagai bagian akhir dari keadaan hamba-hamba-Nya yang khusus, seperti Rasulullah Saw dan para sahabat beliau dari kalangan Muhajirin dan Anshar.

Allah berfirman berkaitan dengan perang Tabuk, peperangan terakhir yang mereka lakukan dan sekaligus merupakan perjalanan yang paling berat bagi mereka, "SesungguhnyaAllah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu." (Q.S. At-Taubah : 117).

Posting Komentar untuk "IYYAKA NA'BUDU DALAM HATI KALA BERJALAN MENUJU ALLAH"