Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

TINGKATAN-TINGKATAN DAN DERAJAT CINTA

Tingkatan-tingkatan dan Derajat Cinta
  1. Alaqah, disebut alaqah (hubungan atau kaitan), karena adanya hubungan antara hati dengan sang kekasih.
  2. Iradah (kehendak), kecenderungan hati kepada yang dicintai dan dicarinya.
  3. Shababah, tumpahnya hati kepada kekasih yang tidak terbendung, seperti tumpahnya air ke tempat curahan.
  4. Gharam (cinta yang menyala), cinta yang benar-benar merasuk ke dalam hati dan tidak dipisahkan darinya.
  5. Widad (kasih), merupakan sifat cinta dan intinya, Al-Wadud merupakan sifat Allah, ada dua makna tentang sifat ini, yaitu : Allah yang dicintai dan Allah yang mencintai hamba, seperti sifat-Nya Al-Ghafur, yang berarti memberi ampun dan yang menerima ampunan serta taubat.
  6. Syaghaf (cinta yang mendalam), sampainya cinta ke hati yang paling dalam, seperti cintanya Al-Aziz terhadap Nabi Yusuf As.
  7. Isyq, yaitu cinta yang memuncak dan berlebih-lebihan, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak terhadap orangnya.
  8. Tatayyum atau penghambaan dan merendahkan diri, taimullah artinya hamba Allah. Yutmu artinya kesendirian. Mutayyam artinya orang yang menyendiri dengan cintanya, seperti kesendirian anak yatim karena ditinggal mati ayahnya.
  9. Ta'abbud, ini setingkat di atas tatayyum, yang disebut hamba adalah yang dirinya telah dikuasai sang kekasih dan tak ada sesuatupun yang menyisa bagi dirinya, semua yang ada pada dirinya menjadi milik kekasihnya, zhahir maupun batin, inilah yang disebut hakikat ubudiyah, siapa yang sempurna ta'abbud-nya, maka sempurna pula tingkatannya, jika martabat anak Adam sudah mencapai kesempurnaan ini, maka Allah menempatkannya pada kedudukan yang mulia, "Saya mencapai martabat ini berkat kesempurnaan ubudiyah kepada Allah dan kesempurnaan ampunan Allah."
Hakikat ubudiyah ialah cinta yang sempurna, merendahkan diri kepada kekasih dan tunduk kepadanya. Bangsa Arab biasa berkata,
"Thariqun ma'bad", artinya jalan yang sudah ditundukkan dan halus karena sering dilewati.

10. Khallah, yaitu cinta yang sudah merasuk ke dalam ruh dan hati orang yang mencintai, sehingga di dalamnya tidak ada tempat bagi selain kekasihnya, Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya Allah menjadikan aku sebagai kekasih, sebagaimana Dia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih." Inilah rahasia di balik sikap Ibrahim Al-Khalil yang menyembelih putranya dan belahan hatinya, sebab ketika Kekasih meminta putra beliau, maka beliau langsung menyerahkannya. Kekasih akan cemburu terhadap kekasihnya jika di dalam hatinya ada tempat bagi selain dirinya, maka Allah memerintahkan Ibrahim untuk membunuh putranya yang tercinta, agar di dalam hati beliau tidak ada cinta yang lain.
Pengarang Manazilus-Sa'irin berkata, "Cinta adalah keterkaitan hati, antara hasrat dan kejinakan." Artinya, cinta adalah keterkaitan hati dengan kekasih, dengan suatu kaitan yang disertai hasrat orang yang mencintai dan kejinakannya dengan kekasih serta pengesaan keterkaitan itu, sehingga tidak ada tempat di dalamnya bagi selain kekasih. Cinta merupakan lembah kefanaan yang pertama dan merupakan rambu-rambu yang menggugah kewaspadaan, cinta merupakan tanda orang-orang yang berjalan kepada Allah, petunjuk jalan dan penghubung antara hamba dan Allah.

Ada tiga derajat cinta, yaitu :

1. Cinta yang memotong bisikan-bisikan, yang membuat pengabdian terasa nikmat dan yang membuat musibah terasa menggembirakan, cinta dan bisikan-bisikan merupakan dua hal yang saling bertentangan, cinta mengharuskan hati untuk mengingat kekasih semata, sedangkan bisikan-bisikan membuat hati lupa sang kekasih, sehingga ia mengingat selainnya, perbedaan di antara keduanya seperti perbedaan antara mengingat dan melupakan. Hasrat cinta ialah menyingkirkan keterkaitan hati antara kekasih dan selainnya, dan sekaligus ini merupakan sebab munculnya bisikan-bisikan, seorang pecinta yang sesungguhnya sama sekali tidak akan membiarkan rongga di dalam hatinya untuk diisi bisikan-bisikan, karena hatinya sudah sibuk dengan keberadaannya di hadapan kekasih, bukankah bisikan-bisikan ini hanya ada didalam hati orang-orang yang lalai dan berpaling dari Allah? Bagaimana mungkin cinta dan bisikan-bisikan bisa menyatu? Orang yang mencintai tentu akan merasakan kenikmatan karena dapat mengabdi kepada kekasih. Dia tidak pernah merasa penat karena pengabdiannya itu. Orang yang mencintai juga lupa terhadap musibah yang menimpanya karena dia sudah mendapatkan kenikmatan cinta, seakan-akan dia memperoleh tabiat lain yang bukan tabiatnya sebagai manusia, bahkan karena kekuasaan cinta ini, dia tetap merasakan kenikmatan sekalipun musibah yang datang dari kekasihnya amat banyak. Dia tidak lagi peduli terhadap bagian dan keinginan dirinya. Ini merupakan cinta yang tumbuh karena melihat karunia, yang menguat karena mengikuti As-Sunnah dan berkembang karena do'a kefakirannya dikabulkan.

Cinta ini muncul karena hamba melihat karunia yang dilimpahkan Allah, berupa nikmat zhahir dan batin, seberapa jauh dia bisa melihat karunia ini, maka sejauh itu pula kekuatan cintanya, sesungguhnya hati itu diciptakan untuk mencintai sesuatu yang dianggapnya berbuat baik kepadanya dan membenci yang berbuat jahat kepadanya, sementara tak ada satu kebaikan pun yang diperoleh hamba melainkan datang dari Allah dan tidak ada kejahatan terhadap dirinya kecuali datang dari syetan.

Karunia terbesar yang diberikan Allah kepada hamba-Nya adalah menjadikannya mencintai Allah, mengetahui-Nya, mengharapkan Wajah-Nya dan mengikuti kekasih-Nya, dasar hal ini adalah cahaya yang dimasukkan Allah ke dalam hati hamba, jika cahaya ini menyelusup ke dalam hati dan dirinya, maka dirinya menjadi berbinar-binar dan kegelapan menyingkir darinya, sebab cahaya dan kegelapan tidak akan menyatu, kecuali setelah salah satu diantara keduanya menyingkir, pada saat itulah ruh berada di antara keengganan dan kejinakan di samping kekasih yang pertama.

Cahaya ini seperti matahari di dalam hati orang-orang yang taqarrub, atau seperti bulan purnama di dalam hati ashhabul-yamin atau seperti bintang di dalam hati orang-orang Mukmin secara umum. Cinta bisa menguat karena mengikuti As-Sunnah, artinya mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dalam perkataan, perbuatan dan akhlak. Kekuatan dan keteguhan cinta ini tergantung dari kekuat-an mengikuti beliau, jika ada kelemahan dalam mengikuti, maka cinta pun melemah pula, mengikuti Rasulullah Saw ini menumbuhkan cinta dan status sebagai hamba yang dicintai, suatu urusan tidak akan menjadi sempurna kecuali dengan dua hal ini, yang menjadi pertimbangan bukan bagaimana engkau mencintai Allah, tapi bagaimana Allah mencintaimu. Allah tidak akan mencintaimu kecuali jika engkau mencintai kekasih-Nya, secara zhahir dan batin, di samping engkau juga harus membenarkan pengabarannya, menaati perintahnya, memenuhi seruannya, mendahulukan kepentingannya, tidak mengacu kepada hukum selainnya, tidak mencintai orang selainnya, tidak menaati orang selainnya.

Do'a berkembang karena do'a kefakiran dikabulkan, artinya orang yang berdo'a melakukan amal yang banyak tapi seakan dia tidak melakukannya, yang diharapkannya hanyalah kefakiran, karena jalan kefakiran enggan jika pelakunya merasa telah memiliki peran dan amal, kedudukan atau keadaan. Dia ingin menemui Allah dalam keadaan fakir, maka tidak dapat diragukan bahwa cinta akan tumbuh dari kesaksian ini.

2. Cinta yang mendorong untuk mementingkan Allah daripada selain-Nya, menggerakkan lisan untuk menyebut nama-Nya, menggantungkan hati kepada kesaksian-Nya. Ini adalah cinta yang muncul karena memperhatikan sifat-sifat, melihat tanda-tanda kekuasaan dan melatih diri berada dalam kedudukan. Derajat ini lebih tinggi dari derajat pertama, karena pertimbangan sebab dan tujuannya, sebab derajat pertama adalah melihat karunia dan kebaikan Allah, sedangkan sebab derajat ini adalah memperhatikan sifat-sifat Allah, mempersaksikan makna tanda-tanda kekuasaan-Nya yang didengarkan atau yang dilihat dan melatih diri dalam kedudukan Islam serta iman, karena itu derajat ini lebih tinggi dari derajat pertama, karena kesempurnaan dan kekuatan cinta, maka orang yang mencintai meninggalkan hal-hal selain Allah, lebih mementingkan Allah daripada selain-Nya dan membuat lisannya senantiasa menyebut nama-Nya, kemudian jika hati menggantungkan kesaksian kepada Allah, maka seakan-akan hati itu tidak lagi menyaksikan selain-Nya.

Ini adalah cinta yang muncul karena memperhatikan sifat-sifat, artinya, pertama cinta itu harus dikukuhkan, kedua mengetahui sifat-sifat-Nya, ketiga tidak menyimpang dari nash-Nya, keempat tidak membuat penyerupaan dengan-Nya, memperhatikan sifat-sifat-Nya yang bisa menumbuhkan cinta tidak akan sempurna kecuali dengan empat perkara ini.

Melihat tanda-tanda kekuasaan artinya melihat dengan pikiran dan mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan yang bisa disaksikan dan tanda-tanda kekuasaan yang bisa didengarkan, semua ini bisa mendorong munculnya kekuatan cinta kepada Allah, begitu pula melatih diri berada dalam kedudukan Islam dan iman, yang bisa memupuk cinta kepada Allah.

3. Cinta yang menyambar, yang memotong ungkapan yang menepis isyarat dan yang tidak habis disifati, cinta yang menyambar artinya menyambar hati orang yang mencintai, ketika dia melihat keelokan kekasih, hal ini di isyaratkan kepada kefanaan dalam cinta dan kesaksian, ungkapan akan terputus tanpa di sertai hakikat cinta itu dan isyarat pun tidak akan sampai kepada-nya, karena hakikat cinta ini di atas ungkapan dan isyarat.

Cinta adalah poros keadaan ini, sedangkan selainnya adalah mengharapkan sesuatu dari kekasih, cinta ini disifati lisan, yang diseru akhlak dan diharuskan akal.

Cinta pada derajat ketiga ini merupakan poros keadaan orang-orang yang berjalan kepada Allah, karena cinta ini bersih dari noda, kotoran dan cacat, sedangkan selainnya adalah orang yang mengharapkan sesuatu dari kekasihnya.

Cinta ini selalu disebut-sebut dan disifati lisan, yang tidak bisa didapatkan dengan suatu sebab dan tidak bisa dinyatakan dengan suatu ungkapan, diharuskan akal, artinya bahwa akal itu menetapkan keharusan mendahulukan cinta kepada Allah daripada cinta kepada diri sendiri, keluarga, harta, anak dan selain-Nya.

Siapa yang akalnya tidak memutuskan seperti ini, maka tidak ada peran dalam akalnya itu, sebab akal, fitrah, syari'at dan pandangan, semuanya mengajak untuk mencintai Allah.

Posting Komentar untuk "TINGKATAN-TINGKATAN DAN DERAJAT CINTA"