Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

MAHABBAH

Mahabbah, Cinta Allah dan Cinta Hamba

Pembicaraan tentang cinta ini tergantung dari dua sisi, yaitu sisi cinta hamba kepada Rabb-nya dan cinta Rabb kepada hamba-Nya, kaitannya dengan penetapan dan penafian cinta ini, ada orang-orang yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, sehingga cinta hamba ini di atas segala gambaran cinta dan tidak ada kaitannya dengan seluruh cinta selain dari cinta itu.

Inilah hakikat laa ilaaha illallaah, menurut mereka, cinta Allah kepada para wali, nabi dan rasul-Nya merupakan sifat tambahan dari rahmat, kebaikan dan kemurahan-Nya, siapa yang dicintai Allah, maka rahmat, kebaikan dan kemurahan yang diterimanya lebih sempurna, sementara golongan Jahmiyah yang meniadakan sifat cinta ini, kebalikan dari orang-orang di atas, menurut mereka (Jahmiyah), Allah tidak mencintai dan tidak perlu dicintai, padahal tidak memungkinkan bagi mereka untuk mendustakan nash yang ada, mereka mena'wili beberapa nash tentang cinta hamba kepada Allah sebagai cinta kepada ketaatan dan ibadah kepada-Nya serta cinta kepada tambahan amal agar mendapatkan pahala, sekalipun mereka tetap menggunakan istilah cinta.


Mereka mena'wili cinta Allah kepada hamba sebagai kebaikan, kemurahan dan pemberian pahala kepada hamba, dan terkadang mereka mena'wilinya dengan pujian Allah kepada hamba dan pujian hamba kepada Allah dan terkadang mereka mena'wilinya dengan kehendak, menurut mereka, jika kehendak Allah berkaitan dengan pengkhususan keadaan dan kedudukan yang tinggi bagi hamba, maka itu disebut cinta, jika berkaitan dengan siksa, maka itu disebut murka, jika berkaitan dengan kebaikan dan kenikmatan yang umum maupun khusus, maka itu disebut kemurahan, jika berkaitan dengan penganugerahan secara tersembunyi, maka itu disebut kelemah lembutan, begitu seterusnya, karena mereka melihat cinta ini sebagai kehendak, sementara kehendak berkaitan dengan sesuatu yang baru dan diciptakan, tidak berkaitan dengan sesuatu yang lama, maka mereka mengingkari cinta hamba, malaikat dan rasul kepada Allah, menurut mereka, tidak ada makna dalam cinta itu selain dari kehendak untuk mendekatkan diri, beribadah kepada-Nya dan mengagungkan-Nya. Mereka mengingkari kekhususan Ilahiyah dan ubudiyah, padahal semua dalil, pemikiran, fitrah, qiyas dan rasa menunjukkan adanya cinta hamba kepada Rabb dan cinta Rabb kepada hamba, hampir seratus jalan dalam cinta yang terdapat dalam kitab Raudhatul-Muhibbin, di sana juga di sebutkan faidah-faidah cinta, buah kesempurnaan yang bisa dipetik orang yang mencintai, sebab-sebab dan pendorong cinta, bantahan terhadap orang yang mengingkari keberadaan cinta dan penjelasan kerusakan pendapatnya.

Orang-orang yang mengingkari yang demikian ini juga mengingkari kekhususan penciptaan dan perintah, padahal penciptaan, perintah, pahala dan siksa semata lahir karena cinta dan keagungan sifat ini. Allahlah yang menciptakan langit dan bumi, yang mencakup perintah dan larangan. Ini merupakan rahasia keyakinan terhadap Allah sebagai Ilah dan gambaran tauhidnya adalah kesaksian tiada Ilah selain Allah.

Tidak seperti anggapan orang-orang yang mengingkari bahwa Ilah adalah Rabb dan Pencipta, orang-orang musyrik pun menetapkan bahwa tidak ada Rabb selain Allah, tidak ada pencipta selain-Nya, bahwa Allahlah satu-satunya Pencipta dan Rabb, hanya saja mereka tidak menetapkan tauhid Ilahiyah, yaitu gambaran lain dari cinta dan pengagungan, bahkan mereka menjadikan selain Allah sebagai sesembahan bersama Allah, inilah syirik yang tidak akan diampuni Allah, dan pelakunya termasuk orang yang mengambil tandingan selain Allah. Firman-Nya : "Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingantandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah." (Q.S. Al-Baqarah : 165). Allah mengabarkan bahwa siapa yang mencintai sesuatu pun selain Allah sebagaimana dia mencintai Allah, maka dia termasuk orang yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan, berarti ini merupakan tandingan dalam cinta, bukan dalam penciptaan dan Rububiyah, sebab siapa pun di antara penghuni dunia ini tidak bisa diangkat sebagai tandingan dalam Rububiyah, berbeda dengan tandingan dalam cinta.

Mayoritas penghuni bumi ini telah membuat tandingan selain Allah dalam cinta dan pengagungan, kemudian Allah melanjutkan firman-Nya : "Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." (Q.S. Al-Baqarah : 165). Ada dua pendapat untuk mengukur bobot makna ayat ini, yaitu :
Orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah, daripada cinta orang-orang yang memiliki tandingan terhadap tandingan dan sesembahan yang dicintai dan diagungkan selain Allah.
Orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah, daripada cinta orang-orang musyrik terhadap tandingan selain Allah. Sebab cinta orang-orang Mukmin adalah cinta yang murni dan tulus, sementara cinta orang-orang musyrik bisa lenyap dengan lenyapnya sesembahan tandingan.

Dua pendapat ini masih terkait dengan firman Allah sebelumnya, "Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah". Ada dua makna tentang penggalan ayat ini, yaitu :
Mereka mencintai tandingan-tandingan itu sebagaimana mereka mencintai Allah. Mereka menetapkan cinta kepada Allah dan juga cinta kepada tandingan. Mereka mencintai tandingan-tandingan itu sebagaimana orang orang Mukmin mencintai Allah, kemudian dijelaskan, bahwa cinta orang-orang Mukmin kepada Allah lebih besar daripada cinta orang-orang yang mempunyai tandingan terhadap sesembahan tandingan itu. Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah menguatkan pendapat pertama dan dia berkata, "Mereka dicela karena membuat persekutuan antara Allah dan sesembahan-sesembahan mereka dalam cinta, dan mereka tidak memurnikan cinta itu seperti cinta orang-orang Mukmin."

Persamaan yang disebutkan dalam firman Allah ini merupakan kisah tentang diri mereka, ketika sudah berada di neraka, mereka berkata kepada sesembahan-sesembahan itu, saat sesembahan itu dihadirkan bersama mereka, "Demi Allah, sungguh kita dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu dengan Rabb semesta alam." (Q.S. Asy-Syu'ara' : 97-98).

Seperti yang sudah diketahui bersama, mereka tidak mempersamakan sesembahan-sesembahan itu dengan Allah dalam masalah penciptaan dan Rububiyah, tapi mempersamakan mereka dalam cinta dan pengagungan, ini pula makna persekutuan yang disebutkan dalam firman Allah : "Tapi orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Rabb mereka." (Q.S. Al-An'am : 1). Artinya, mereka mempersekutukan selain Allah dalam ibadah, yang berarti cinta dan pengagungan. Inilah pendapat yang paling benar. Allah juga berfirman : "Katakanlah, 'Jika kalian (benar-benar) mencintaiAllah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian." (Q.S. Ali Imran : 31). Ini disebutkan ayat cinta. Abu Sulaiman Ad-Darany berkata, "Ketika hati manusia mengaku mencintai Allah, maka Allah menurunkan ayat ini sebagai ujian bagi mereka." Diantara orang salaf ada yang berkata, "Firman Allah, 'Niscaya Allah mencintai kalian', mengisyaratkan kepada bukti cinta, buah dan manfaatnya. Buktinya dan tanda cinta adalah mengikuti Rasul. Buah dan manfaatnya adalah balasan cinta. Siapa yang tidak mengikuti Rasul, berarti tidak akan memetik buah cinta." Allah juga befirman tentang cinta ini : "Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan yang tidak takut terhadap celaan orang yang suka mencela." (Q.S. Al-Maidah : 54).

Di dalam ayat ini Allah menyebutkan empat tanda, yaitu :
Mereka adalah orang-orang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang Mukmin. Menurut Atha', sikap ini seperti sikap orang tua terhadap anaknya.
 

Bersikap keras terhadap orang-orang kafir, sikap mereka terhadap orang-orang kafir ini seperti singa yang menghadapi mangsanya.
Berjihad dengan jiwa, tangan, lisan dan harta, ini merupakan perwujudan pengakuan cinta.
 

Tidak peduli terhadap celaan orang yang suka mencela karena urusan Allah, ini merupakan tanda cinta yang sebenarnya, sebab setiap orang yang mencintai tentu tidak lepas dari celaan orang lain karena cintanya terhadap sang kekasih. Allah juga berfirman, "Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat kepada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Rabbmu adalah suatu yang harus ditakuti." (Q.S. Al-Isra' : 57).

Posting Komentar untuk "MAHABBAH"