Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

MAQAM ZUHUD

Maqam Zuhud

Sikap zuhud dalam melihat dunia dan meninggalkan perhiasannya yang kelak pasti akan musnah adalah salah satu ciri istimewa orang-orang shaleh dan orang-orang yang menempuh jalan atau pendakian menuju kepada Allah. Allah berfirman : "Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka "siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?" Tentu mereka akan menjawab : "Allah". Katakanlah : "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya)." (Q.S. Al-'Ankabut : 63).
Rasulullah Saw bersabda : "Jika kamu melihat seorang laki-laki telah berperilaku zuhud di dunia dan sedikit bicara, maka dekatilah ia, karena ia mendatangkan hikmah." (H.R. Ibnu Majah, Al-Baihaqi dan Abu Nu'aim). Rasulullah Saw juga bersabda : "Berzuhudlah di dunia, maka Allah akan mencintaimu dan berzuhudlah dalam melihat apa yang dimiliki manusia, niscaya mereka akan mencintai kalian." (H.R.IbnuMajah).

Hakikat Zuhud
Imam Al-Ghazali mengatakan, "Zuhud berarti membenci dunia demi mencintai akhirat, Zuhud bisa juga berarti membenci selain Allah demi mencintai Allah." Pendapat Imam Al-Ghazali ini diperkuat oleh sebuah hadits yang meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bertanya kepada Haritsah, "Apa kabarmu pagi ini, Haritsah?" Ia menjawab, "Pagi ini aku benar-benar menjadi seorang mukmin." Rasulullah Saw berkata lagi, "Setiap keimanan ada hakikatnya. Lantas apa hakikat keimananmu?" la menjawab, "Aku hindarkan jiwaku dari kemewahan dunia, sehingga emas dan lumpur dalam pandanganku adalah sama, seakan-akan aku menyaksikan penduduk surga sedang bersenang-senang, seakan-akan aku menyaksikan penduduk neraka sedang menerima siksaan, seakan-akan aku menyaksikan singgasana Tuhanku nampak nyata, karena itulah, maka aku tidak tidur di malam hari dan berpuasa di siang hari." Rasulullah Saw bersabda, "Kamu telah tahu hakikat keimanan, malu tepatilah hakikat keimanan itu!" (H.R. Ath-Thabrani).

Imam Al-Ghazali menjelaskan hakikat keimanan ini dengan mengatakan, dimulai dengan menampakkan hakikat keimanan dengan menjauhkan jiwa dari kemewahan dunia dan menyertai tindakan ini dengan keyakinan. Rasulullah Saw membenarkan hal ini dalam sabdanya,"Seorang hamba yang hatinya diterangi Allah dengan keimanan." Allah berfirman," Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. " (Q.S. Al-An'am : 125).

Tatkala ditanya tentang tafsir kata "melapangkan" ini, Rasulullah Saw bersabda,"liku cahaya (nur) masukke dalam hati,maka dari itu akan terbuka dan menjadi lapang." Seseorang bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ada tanda yang menengarai masuknya cahaya ke dalam hati?" Beliau bersabda,"Ya, ada, yaitu menjauhkan diri dari dunia yang penuh tipu daya dan kembali ke akhirat yang abadi, serta bersiap diri menyongsong kematian sebelum kematian itu datang." (H.R. Al-Hakim), maka lihatlah, bagaimana sikap zuhud dijadikan sebagai syarat kesempurnaan Islam, yaitu zuhud yang berarti menjauhkan diri dari rumah dunia.

Derajat dan Pembagian Zuhud.
Pertama, zuhud yang dikaitkan dengan jiwa orang yang berzuhud, bagian ini mempunyai tiga derajat yang berbeda, perbedaan ini disebabkan oleh kuat-lemahnya zuhud itu, derajat pertama adalah As-Sufla yaitu derajat zuhud yang paling rendah, yaitu orang yang meninggalkan kemewahan dunia, tetapi sebenarnya hatinya masih cenderung dan menginginkannya, hanya saja orang ini mampu mengendalikan diri dan menjauhi kemewahan dunia tersebut.

Derajat kedua adalah derajat zuhud orang yang meninggalkan kemewahan dunia secara sukarela, karena ia melihat dunia sebagai kehinaan.

Derajat ketiga adalah Al-'Ulya, yaitu derajat yang paling tinggi, seseorang menjauhi kemewahan dunia secara sukarela, karena ia melihat dunia tidak mempunyai nilai apa-apa dan tidak sepadan dengan sesuatu apapun.

Zuhud yang dikaitkan dengan sesuatu yang dicintai.
Bagian ini mempunyai tiga derajat, yaitu :

Derajat pertama adalah zuhud-nya orang yang takut, (kha'if) yang diinginkan oleh orang zahid dalam derajat ini adalah selamat dari neraka dan seluruh rasa sakit seperti adzab kubur, hari perhitungan, sirath (jembatan titian menuju syurga) dan segala yang dikabarkan oleh syari'at.

Derajat kedua adalah zuhudnya orang yang mengharapkan pahala, nikmat Allah, dan kelezatan yang telah dijanjikan di dalam surga, seperti bidadari, istana dan lain-lain, derajat ini adalah zuhudnya orang yang berharap' (raji).

Derajat ketiga adalah derajat yang tertinggi, yaitu zuhud-nya para pecinta dan arifin, mereka ini tidak mempunyai keinginan apa-apa selain Allah dan bertemu dengan-Nya.

Zuhud yang dikaitkan dengan sesuatu yang harus ditinggalkan, banyak yang dilontarkan seputar bagian ini, jumlahnya mencapai hampir 100 pendapat, namun, Imam Al-Ghazali menyebutkan sebagian diantaranya secara global dan kita sebutkan sebagian ragam sesuatu
yang harus ditinggalkan itu.

Derajat pertama meninggalkan segala sesuatu selain Allah, derajat kedua meninggalkan segala sesuatu yang disukai nafsu, seperti syahwat, marah, sombong, kedudukan pangkat dan harta.

Derajat ketiga meninggalkan harta, pangkat dan segala sesuatu (termasuk usaha) yang menyebabkan seseorang mendapatkannya.

Derajat keempat meninggalkan ilmu, kemampuan, dinar, dirham dan pangkat, secara umum, zuhud diartikan sebagai membenci semua kesenangan jiwa, jika seseorang ingin membenci semua kesenangan duniawi, maka ia tidak suka untuk tetap hidup didunia, maka harapannya terhadap dunia menjadi pendek, karena ia membencinya.

Pandangan Imam Al-Ghazali dalam membagi zuhud ke dalam tingkatan-tingkatan yang berbeda ini sesuai dengan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad membagi zuhud ke dalam tiga tingkatan atau derajat.

  1. Zuhudnya orang awam, yaitu meninggalkan sesuatu yang diharamkan.
  2. Zuhudnya orang khawash (orang khusus, orang istimewa), yaitu meninggalkan barang halal, jika barang halal itu dipandangnya telah berlebih dari kebutuhan dasarnya.
  3. Zuhudnya orang 'arif (orang yang mengetahui hakikat Allah), yaitu meninggalkan segala sesuatu yang membuatnya sibuk, di mana kesibukan ini menyebabkannya lalai dari mengingat Allah.
Zuhud yang hakiki adalah menanggalkan dunia dari 'lubuk hati', meskipun bisa saja kemewahan dunia itu berada dalam genggaman kita, karena, selama kita masih hidup di dunia, kita tetap membutuhkan harta, meski hanya sedikit untuk melangsungkan hidup kita, agar kita tidak mengemis pada orang lain, harta ini akan membantu kita dalam menjalankan ibadah kepada Allah, sebagian sahabat Nabi Saw mempunyai banyak harta, dan menginfaqkannya di jalan Allah, agar mendapatkan balasan dan pahala Allah.

Posting Komentar untuk "MAQAM ZUHUD"