Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Allah Swt berfirman : "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah : 11). Rasulullah Saw bersabda : "Barang siapa yang menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmu, barang siapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmu dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula." (H.R. Bukhari dan Muslim).

BEBERAPA KAIDAH FIQH

Kaidah Fiqh

Semua hukum ilmu dan amal tidak akan bagus kecuali di penuhi dengan dua perkara, yaitu terpenuhi syarat dan rukunnya serta tidak ada penghalangnya.

Makna Kaidah Fiqh

Hal ini adalah berhubungan dengan hukum yang tidak berhubungan dengan amal perbuatan, yang biasa di sebut oleh para ulama dengan hukum yang berhubungan dengan aqidah, hukum yang berhubungan dengan amal perbuatan, baik perbuatan lisan maupun anggota badan lainnya, juga baik yang berhubungan dengan Allah Ta'ala, saja misalnya shalat, puasa dan lainnya, maupun yang berhubungan dengan sesama misalnya hukum jual beli, sewa menyewa, pernikahan, perceraian, jihad dan lainnya.
Syarat dalam istilah para ulama adalah sesuatu yang harus ada untuk sahnya sesuatu lainnya dan dia bukan merupakan hakikat dari sesuatu tersebut, misalnya bersuci adalah syarat sah shalat. Rasulullah Saw bersabda : "Allah tidak menerima shalat seseorang tanpa bersuci." (H.R. Imam Muslim), maka seseorang yang mengerjakan shalat harus dalam keadaan bersuci, karena kalau tidak dalam keadaan bersuci maka shalatnya tidak sah dan bersuci itu sendiri bukan merupakan hakikat shalat, karena hakikat shalat adalah ucapan dan perbuatan tertentu yang di mulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam dengan niat beribadah hanya kepada Allah Ta'ala, sedangkan rukun adalah sesuatu yang harus ada untuk sahnya sesuatu lainnya dan dia merupakan salah satu hakikat dari sesuatu tersebut.

Sujud adalah rukun shalat, maka seorang yang shalat harus mengerjakan sujud, kalau dia tidak sujud maka shalatnya tidak sah, sedangkan sujud itu sendiri merupakan bagian dari hakikat shalat, karena dia adalah salah satu perbuatan antara takbir dan salam.

Haid adalah suatu penghalang bagi wanita dari mengerjakan puasa misalnya, maka kalau seseorang sedang puasa lalu keluar darah haid, maka puasanya batal dan tidak sah, karena adanya penghalang tersebut.

Jadi makna kaidah ini adalah : "Semua hukum baik yang berhubungan dengan masalah ilmiyyah maupun amaliyyah tidak sah dan tidak sempurna kecuali apabila terpenuhi semua syarat dan rukunnya serta tidak terdapat penghalangnya, yang ini berarti kalau salah satu syarat dan rukun dari hukum tersebut tidak terpenuhi atau terdapat salah satu penghalangnya, maka sesuatu tersebut di hukumi tidak sah dan tidak sempurna."

Kedudukan Kaidah Fiqh

Ini adalah sebuah kaidah yang sangat besar dan banyak manfaatnya, dengannya akan terjawab banyak permasalahan yang di rumitkan oleh sebagian kalangan, ini adalah sebuah kaidah besar yang mencakup semua hukum baik masalah ilmiyyah maupun amaliyyah." (Lihat Al-Qawa'id wal Ushul Jamiah hlm: 33).

Contoh Penerapan Kaidah Fiqh
Dalam masalah ilmiyyah
1. Contoh pertama adalah Rasulullah Saw bersabda : "Barangsiapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, maka dia akan masuk syurga." (Lihat Ash-Shahihah : 1135), banyak orang yang memahami bahwa hadits ini yang menunjukkan bahwa semua orang yang pernah mengucapkan kalimat tauhid ini, maka dia akan masuk syurga, benarkah demikian secara mutlak? Jawabnya adalah : "Tidak mesti, karena yang di sampaikan oleh Rasulullah Saw dalam hadits ini adalah sebuah hukum, yang tidak akan terpenuhi dan sempurna kecuali dengan sempurnanya syarat dan rukunnya serta tidak ada penghalang, sedangkan rukun Laa Ilaaha lllalaah adalah menafikan dan menetapkan, yaitu menafikan semua sesembahan dan hanya menetapkannya kepada Allah saja, sedangkan syaratnya ada tujuh macam yang tergabung dalam bait berikut ini : "Ilmu, yakin, ikhlas dan jujur, cinta, tunduk dan menerima, di tambah kufur dengan semua sesembahan selain Allah, maka orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah, namun masih menyembah juga kepada yang lainnya, maka tauhidnya tidak sah, begitu juga bagi yang tidak memenuhi salah satu syaratnya seperti dia tidak meyakini atau tidak menerima dengan sepenuh hati atau syarat lainnya, maka tauhidnya juga tidak sah dan sempurna, demikian juga kalau terdapat salah satu penghalangnya semisal kalau dia murtad atau melakukan salah satu perbuatan yang menyebabkan dia keluar dari Islam.

Contoh kedua, yaitu : Rasulullah Saw bersabda : Dari Jabir bin Abdillah berkata : "Rasulullah Saw melaknat pemakan riba, yang memberi makan dengan riba, penulis akad riba dan kedua saksinya, mereka semua sama." (H.R. Imam Muslim). Lalu muncul pertanyaan, apakah semua orang yang pernah melakukan transaksi riba akan terlaknat sebagaimana yang termaktub dalam hadits mulia ini? Jawabnya : Tidak juga, karena kandungan hadits ini adalah sebuah hukum ilmiyyah dan itu butuh terpenuhi syarat rukun dan hilang penghalangnya, maka orang yang makan harta riba, berfatwa bolehnya riba atau menjadi saksi riba bisa saja tidak terkena laknat, apabila ada penghalangnya, semisal dia jahil dan tidak mengetahui keharamannya atau dia mu'awwil, yakni mentakwil dan menganggap bahwa itu bukan riba atau dia telah bertaubat atau amal perbuatan shalih dia lebih banyak dari pada dosa ribanya atau penghalang lainnya.

Contoh ketiga, yaitu : Allah berfirman : "Dan Rabb mu berfirman : "Berdo'alah kalian kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan." (Q.S. Ghafir/40 : 60). Ada sebagian kalangan yang merumitkan ayat ini dengan mengatakan bahwa dalam ayat ini Allah berjanji akan mengabulkan orang yang berdo'a pada-Nya, namun betapa banyak do'a yang tidak terkabulkan? Maka jawabannya adalah yang terdapat dalam ayat ini adalah sebuah janji dari Allah dan itu tidak akan terpenuhi, kecuali kalau terpenuhi syarat rukun dan hilang penghalangnya, maka sangat bisa jadi sebuah do'a tidak terkabulkan karena ada penghalangnya, seperti orang yang berdo'a makan dan minum dari harta yang haram. Perhatikanlah hadits ini : Dari Abu Hurairah Ra, ia berkata : "Rasulullah Saw bersabda : "Sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan hanya menerima yang baik-baik saja." Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kaum mu'minin sebagaimana Allah memerintahkan para Rasul, yaitu : "Wahai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Al-Mu'minun/23 : 51).

Allah juga berfirman : "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizqi yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu." (Q.S. Al-Baqarah/2 : 172). Kemudian Rasulullah Saw menyebutkan kisah seorang laki-laki yang berambut kusut, penuh debu, menengadahkan tangannya ke langit sambil berkata : "Ya Rabbi, Ya Rabbi." Namun makanannya haram, minumannya haram dan tumbuh dari makanan yang haram, bagaimana mungkin do'anya akan di kabulkan?." (H.R. Imam Muslim 1015, At-Tirmidzi 2989 dan Ad-Darimi 2817).

Contoh dalam masalah amaliyyah
1. Dalam masalah hukum ibadah, orang yang mengerjakan shalat, namun dia tidak menutup aurat, maka shalatnya tidak sah karena tidak terpenuhi salah satu syaratnya, Rasulullah Saw bersabda : "Allah Tidak menerima shalat wanita yang sudah baligh kecuali dengan penutup kepala." (H.R. Abu Dawud 628 dan At-Tirmidzi). Wanita yang niat puasa, dia tidak makan, minum dan jima' dari mulai terbit fajar sampai terbenam matahari, namun tengah hari keluar darah nifas, maka puasanya batal karena terdapat salah satu
penghalangnya dan ini dengan kesepakatan para ulama, karena hukum nifas dalam masalah ini sama dengan haidl. Orang yang berangkat haji namun tidak wukuf di Padang Arafah maka hajinya batal karena tidak terdapat salah satu rukunnya, Rasulullah Saw bersabda : "Haji itu wukuf di Arafah." (H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Dalam masalah muamalah

Orang yang bertransaksi akan mengadakan akad jual beli, namun ternyata barang yang di jual tidak ada, maka jual beli tersebut tidak sah karena tidak ada salah satu rukunnya, ada orang yang menyewakan rumah dengan harga satu juta pertahun, namun rumah itu bukan rumahnya sendiri dan juga dia bukan orang yang di beri wewenang oleh yang punya, maka meskipun ada yang menyepakati transaksi itu, maka sewa menyewa itu tetap batal karena tidak terdapat salah satu syarat sewa menyewa, yaitu barang yang di sewakan milik dia sendiri atau dia di wakilkan oleh empunya. Seorang bapak muslim wafat meninggalkan anak kafir, maka meskipun dia anak kandungnya sendiri, namun tidak mendapatkan warisan karena ada penghalangnya yaitu kekafiran si anak. Berdasarkan hadits : "Dari Usamah bin Zaid berkata : "Rasulullah Saw bersabda : "Orang Muslim tidak mewarisi orang kafir, begitu juga orang kafir tidak mewarisi orang muslim." (H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Posting Komentar untuk "BEBERAPA KAIDAH FIQH"